AS Tuduh China Kembangkan Senjata Pengendali Otak

Senjata digunakan untuk menindas etnis uighur

Jakarta, IDN Times – Amerika Serikat (AS) menuduh Akademi Ilmu Kedokteran Militer China mengembangkan senjata pengandali otak. Alhasil, akademi itu bersama 11 lembaga penelitian bioteknologi lainnya dimasukkan dalam daftar hitam ekspor.

"China memilih menggunakan teknologi ini untuk mengejar kontrol atas rakyatnya dan penindasannya terhadap anggota kelompok etnis dan agama minoritas," kata Menteri Perdagangan AS, Gina Raimondo, dikutip dari Asia Nikkei.

Seorang pejabat senior AS menambahkan, China sedang mengembangkan senjata dalam bentuk aplikasi militer, yang memungkinkan untuk mengedit gen hingga meningkatkan kinerja manusia dengan menstimulus otak.

Baca Juga: China Janji Bangun 1.000 Sekolah di Irak dalam 2 Tahun

1. Perusahaan teknologi yang baru masuk daftar hitam

AS Tuduh China Kembangkan Senjata Pengendali OtakIlustrasi (IDN Times/Arief Rahmat)

Kepala Pusat Kontra Intelijen dan Keamanan Nasional (NCSC), Michael Orlando, memperingatkan berbagai perusahaan tentang upaya China untuk mendapatkan teknologi AS di lima sektor utama, salah satunya adalah bioteknologi. 

Investor AS dilarang berinvestasi dengan perusahaan-perusahaan yang masuk daftar hitam, antara lain:

  • Megvii dan CloudWalk Technology: Dua perusahaan yang bergerak di bidang perangkat lunak pengenalan wajah.
  • Dawning Information Industry: Produsen komputer yang mengoperasikan layanan komputasi di Xinjiang.
  • Xiamen Meiya Pico: Penyedia keamanan siber yang bekerja dengan penegak hukum.
  • Yitu Technology: Perusahaan pengembang kecerdasan buatan.
  • Leon Technology: Perusahaan komputasi.
  • NetPosa Technologies: Produsen sistem pengawasan berbasis cloud.
  • SenseTime: Perusahaan pengembang kecerdasan buatan.

Baca Juga: Erkin Tuniyaz, Gubernur Baru Xinjiang Mantan Politikus Komunis Uighur

2. AS tuduh teknologi digunakan untuk menindas Uighur

AS Tuduh China Kembangkan Senjata Pengendali OtakIlustrasi etnis Uighur di Xinjiang (IDN Times/Uni Lubis)

Pekan lalu, Departemen Keuangan juga menempatkan DJI, perusahaan drone komersial, dan tujuh perusahaan China lainnya dalam daftar hitam, karena dituduh memfasilitasi pemerintah untuk menindas etnis Uighur.

"Tindakan ini menyoroti bagaimana perusahaan swasta di sektor teknologi pertahanan dan pengawasan China secara aktif bekerja sama dengan pemerintah untuk menekan kelompok etnis dan agama minoritas," kata Brian Nelson, seorang pejabat tinggi Departemen Keuangan.

Pejabat AS mengatakan otoritas China menggunakan pengenalan wajah biometrik untuk pengawasan massal di Xinjiang dan telah mengumpulkan sampel DNA semua penduduk Xinjiang dari usia 12 hingga 65 tahun.

Washington dan negara Barat lainnya menuduh China telah melakukan genosida terhadap etnis muslim Uighur di Xinjiang. Laporan yang mencuat adalah etnis Uighur dipaksa untuk melakukan kerja paksa hingga sterilisasi.

3. China bantah tuduhan AS

AS Tuduh China Kembangkan Senjata Pengendali OtakJuru Bicara Kementerian Luar Negeri Tiongkok, Wang Wenbin, saat memberikan pidato terkait vaksin COVID-19, Sinovac. (Twitter.com/MFA_China)

Kedutaan Besar China di Washington menanggapi tuduhan tersebut, dengan mengatakan bahwa AS melakukan tuduhan yang tidak berdasar dan telah melanggar aturan perdagangan bebas.

Juru bicara kedutaan, Liu Pengyu, menjelaskan bahwa penelitian bioteknologi di China selalu untuk kesejahteraan rakyat, dikutip dari The Defense Post.

Kemudian, Juru bicara kementerian luar negeri China, Wang Wenbin, mendesak Presiden Joe Biden untuk memperbaiki seluruh kesalahannya. Para pejabat China menegaskan bahwa Beijing akan menjamin lembaga penelitian China dapat bekerja dengan aman sesuai kepentingan rakyat.

Baca Juga: Wang Yi: China Tidak Takut Konfrontasi dengan AS

Topik:

  • Anata Siregar

Berita Terkini Lainnya