COVID-19 Bunuh 4 Juta orang, WHO Salahkan Ketimpangan Vaksin 

Bahkan masih ada negara yang nakes belum divaksinasi

Jakarta, IDN Times - World Health Organization (WHO) angkat suara terkait tonggak sejarah yang mengenaskan, ketika pandemik COVID-19 membunuh lebih dari 4 juta orang di seluruh negara. Noktah hitam ini terpaksa disampaikan WHO selang 18 bulan virus corona pertama kali terdeteksi di Wuhan, Tiongkok pada Desember 2019.

"Dunia berada pada titik berbahaya dalam pandemik ini. Kami baru saja melewati tonggak tragis dari 4 juta kematian COVID-19 yang tercatat,” kata Dirjen WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus melalui konferensi pers di Jenewa, dikutip dari CBS News.

Tedros harus mengakui kenyataan pahit bahwa angka kematian riil jauh lebih tinggi daripada yang tercatat. “Kemungkinan (kita) terlalu meremehkan jumlah korban secara keseluruhan,” dia menambahkan.

1. Ketimpangan vaksin menyebabkan pandemik semakin lama berakhir

Baca Juga: Angka Kematian Harian COVID RI Tertinggi Kedua di Dunia Setelah Brasil

COVID-19 Bunuh 4 Juta orang, WHO Salahkan Ketimpangan Vaksin Bendera berkibar di kantor pusat WHO di Jenewa, Swiss (www.who.int)

Fakta lain yang harus dihadapi masyarakat internasional adalah ketimpangan vaksin. WHO menyoroti keberhasilan kampanye vaksinasi di suatu negara, seolah-olah pandemik sudah berkahir. Tetapi, di sisi lain, ada negara yang harus mengalami lonjakan kasus, permintaan rawat inap tinggi, hingga peningkatan kematian imbas akses vaksin yang terbatas.

"Hal ini (ketimpangan vaksin) menyebabkan kekurangan oksigen akut, perawatan, dan mendorong gelombang kematian di beberapa bagian Afrika, Asia, dan Amerika Latin," kata Tedros.

"Nasionalisme vaksin, di mana segelintir negara telah mengambil bagian terbesar, secara moral tidak dapat dipertahankan. Pada tahap pandemik ini, fakta bahwa jutaan pekerja kesehatan dan perawatan masih belum divaksinasi adalah hal yang menjijikkan," ujarnya.

2. WHO sebut sekarang saatnya semua pihak bekerja sama

COVID-19 Bunuh 4 Juta orang, WHO Salahkan Ketimpangan Vaksin Seorang sukarelawan meletakkan bendera Amerika mewakili beberapa dari 200.000 nyawa yang hilang di Amerika Serikat dalam pandemi penyakit virus korona (COVID-19) di National Mall, Washington, Amerika Serikat, Selasa (22/9/2020) (ANTARA FOTO/REUTERS/Joshua Roberts)

Terdros menambahkan, ketimpangan vaksin juga mengancam pemulihan ekonomi global pasca krisis. "Dari sudut pandang moral, epidemiologis, atau ekonomi, sekaranglah saatnya bagi dunia untuk bersama-sama mengatasi pandemik secara kolektif," tutup dia.

Dilansir dari Worldometer, kematian imbas corona mencapai angka 4.017.885 orang, dengan total kasus positif mencapai 185 juta.

Amerika Serikat menempati peringkat pertama sebagai negara dengan kasus kematian tertinggi, yaitu 621 ribu kasus. Disusul oleh Brasil dengan 528 ribu kasus, India dengan 405 ribu kasus, Meksiko dengan 234 ribu kasus, dan Peru dengan 193 ribu kasus.

3. PBB serukan peningkatan produksi vaksin

COVID-19 Bunuh 4 Juta orang, WHO Salahkan Ketimpangan Vaksin (Menteri Luar Negeri Retno Marsudi duduk di samping Sekjen PBB Antonio Guterres ketika membuka sidang DK PBB) Kementerian Luar Negeri

Ketimpangan vaksin menyebabkan virus corona bermutasi. Salah satu mutasi yang pada akhirnya menghambat penanganan pandemik adalah varian delta yang pertama kali terdeteksi di India.Varian delta memiliki daya transmisi lebih tinggi daripada varian lainnya.

Dikutip dari CNN, Sekjen Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Antonio Guterres berharap, produsen vaksin bisa meningkatkan kapasitas produksinya, seraya menambahkan bahwa pandemik COVID-19 masih jauh dari kata selesai.   

“Vaksin menawarkan secercah harapan, tetapi sebagian besar dunia masih dalam bayang-bayang. Virus ini melampaui distribusi vaksin,” kata dia, seraya mengimbau bahwa pemerintah juga memiliki tugas untuk menghapus keraguan masyarakat terhadap vaksin.
 

Baca Juga: WHO Salahkan Euro 2020 sebagai Penyebab Lonjakan Kasus COVID di Eropa

Topik:

  • Umi Kalsum

Berita Terkini Lainnya