Demi Perdamaian Myanmar, Paus Fransiskus Siap Berlutut di Jalanan

"Saya siap berlutut dan menyerukan akhiri kekerasan!"

Jakarta, IDN Times - Paus Fransiskus memohon agar pemerintah Myanmar mengakhiri tindakan represif kepada masyarakat yang menolak kudeta militer. Jika diperlukan, Paus bahkan rela berlutut di jalan agar tidak semakin banyak nyawa yang terenggut.

Pernyataan itu disampaikan setelah lelaki kelahiran 17 Desember 1936 menyaksikan video yang sempat viral di media sosial, memperlihatkan seorang biarawati Katolik di Burma yang berlutut di depan polisi, memohon untuk tidak menggunakan kekerasan kepada masyarakat sipil.

“Saya (siap) berlutut di jalanan Myanmar dan berkata ‘akhiri kekerasan!’ Saya juga akan mengulurkan tangan dan berkata semoga dialog berhasil!” kata Paus pada Rabu (17/3/2021), dikutip dari Catholic News Agency.

Baca Juga: Diduga Disiksa, Pejabat NLD Myanmar Tewas Usai Disergap Polisi-Militer

1. Paus menyayangkan banyak kaum muda yang kehilangan nyawa

Demi Perdamaian Myanmar, Paus Fransiskus Siap Berlutut di JalananPendemo memprotes kudeta militer di Yangon, Myanmar, Rabu (17/2/2021). ANTARA FOTO/REUTERS/Stringer

Pernyataan emosional Paus tidak lepas dari laporan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang menyebut, sedikitnya 149 orang tewas sejak demonstrasi Meletus pada 1 Februari 2021 silam. Sementara itu, Asosiasi Bantuan untuk Tahanan Politik Myanmar (AAPP) melaporkan, lebih dari 180 pengunjuk rasa yang meninggal dunia.

Paus menyayangkan hal itu karena kebanyakan dari korban adalah generasi muda. Dia juga mewanti-wanti kepada Dewan Administrasi Negara, sebutan untuk rezim darurat yang berlaku setahun mendatang, pendekatan kekerasan tidak akan pernah menyelesaikan masalah.

“Sekali lagi, dengan kesedihan yang luar biasa, saya merasakan urgensi untuk berbicara tentang situasi tragis di Myanmar, di mana banyak orang, kebanyakan kaum muda, kehilangan nyawa mereka untuk memberikan harapan kepada negaranya,” tutur dia.

Paus menambahkan, “darah tidak menyelesaikan apa pun. Dialog harus berhasil.”

2. Paus sudah berkali-kali mengecam kudeta militer

Demi Perdamaian Myanmar, Paus Fransiskus Siap Berlutut di JalananIlustrasi Paus Fransiskus (ANTARA FOTO/Osservatore Romano/Handout via REUTERS)

Lelaki dengan nama asli Jorge Mario Bergoglio itu sudah empat kali mengungkapkan keprihatinannya atas instabilitas domestik yang terjadi di Myanmar. Pada 3 Maret lalu, Paus berseru kepada komunitas internasional, untuk mendukung dan memastikan bahwa aspirasi rakyat Myanmar tidak terhambat oleh aksi kekerasan.

Melalui pidatonya kepada para diplomat yang terakreditasi oleh Takhta Suci pada awal Februari, Paus berharap supaya demokrasi yang sudah diperjuangkan rakyat Myanmar selama bertahun-tahun ditegakkan kembali.

“Isyarat nyata dilanjutkannya jalan menuju demokrasi melalui pembebasan berbagai pemimpin politik yang dipenjara,” ujar dia, merujuk pada penasihat negara Aung San Suu Kyi dan Presiden Win Myint yang ditetapkan sebagai tahanan politik.

Baca Juga: 180 Demonstran Tewas dan Ratusan Hilang dalam Kudeta Myanmar

3. Asosiasi biksu Buddha juga siap ikut demonstrasi

Demi Perdamaian Myanmar, Paus Fransiskus Siap Berlutut di JalananPrajurit Myanmar melihat saat mereka berdiri di dalam balai kota Yangon setelah mereka menduduki gedung tersebut, di Yangon, Myanmar, Senin (1/2/2021). (ANTARA FOTO/REUTERS/Stringer/WSJ)

Penolakan terhadap rezim militer yang dipimpin Jenderal Min Aung Hlaing juga datang dari tokoh agama Buddha. Komite Sahgha Maha Nayaka (Ma Ha Na), kelompok biksu Buddha paling kuat di Myanmar, mengutuk represivitas aparat yang menyebabkan ratusan warga sipil tak berdosa menjadi korban.

Dilaporkan media lokal Myanmar Now, Komite Ma Ha Na yang beranggotakan 47 orang siap bergabung dengan kelompok sipil sudah lebih dahulu menuntut restorasi demokrasi serta pembebasan ribuan tahanan politik.

Peran biksu dalam konstelasi politik Myanmar sangat signifikan. Hal itu terlihat ketika mereka berada di garis depan saat Revolusi Saffron 2007, sebuah momentum perlawanan terhadap penguasa junta yang membuka jalan bagi reformasi demokrasi.

"Ini mirip dengan CDM (civil disobedience movement/gerakan pembangkangan sipil),” kata anggota.

Baca Juga: Pesan Haru Ma Kyal Sin, Demonstran Myanmar yang Mati Ditembak Militer

Topik:

  • Anata Siregar
  • Jumawan Syahrudin

Berita Terkini Lainnya