Di Tengah Ketegangan Politik, PM Sudan Abdalla Mengundurkan Diri

Abdalla Hamdok sempat dikudeta tapi diangkat jadi PM lagi

Jakarta, IDN Times – Perdana Menteri Sudan Abdalla Hamdok, mengundurkan diri di tengah kebuntuan politik yang dipicu oleh kudeta militer. Kekacauan dalam negeri terjadi karena transisi demokrasi yang tidak berjalan mulus.

Pengunduran diri Hamdok terjadi kurang dari dua bulan, setelah ia diangkat kembali sebagai bagian dari kesepakatan politik dengan militer.

Dalam pidatonya, Hamdok menyampaikan bahwa diskusi meja bundar diperlukan untuk mencapai kesepakatan baru demi menuntaskan transisi demokrasi Sudan.

"Saya memutuskan untuk mengembalikan tanggung jawab dan mengumumkan pengunduran diri saya sebagai perdana menteri, dan memberikan kesempatan kepada laki-laki atau perempuan lain dari negara mulia ini untuk membantu transisi negara ke demokrasi sipil,” kata Hamdo, Minggu (2/1/2022), dikutip dari Middle East Eye.

Baca Juga: Protes Pecah di Sudan, Minta Militer Keluar dari Politik

1. Hamdok sempat diangkat kembali menjadi PM Sudan

Di Tengah Ketegangan Politik, PM Sudan Abdalla Mengundurkan DiriAbdalla Hamdok (Twitter.com/Abdalla Hamdok)

Pengumuman itu membuat masa depan politik Sudan semakin tidak pasti, di mana sejak tiga tahun lalu situasinya memang tidak stabil setelah penggulingan Presiden Omar al-Bashir.

Hamdok mengaku, dia telah memiliki niat untuk mengundurkan diri sejak dua pekan lalu.

Pengangkatan kembali Hamdok sebagai perdana menteri, setelah dikudeta dan ditetapkan menjadi tahanan rumah, mendapat kecaman dari kelompok aktivis. Mereka menuding Hamdok telah menjadi boneka militer.

Baca Juga: 13 Laporan Pemerkosaan Diterima PBB Usai Aksi Protes Sudan

2. Warga sipil gelar unjuk rasa tolak kudeta

Di Tengah Ketegangan Politik, PM Sudan Abdalla Mengundurkan DiriAbdel Fattah Al-Burhan, Pemimpin tertinggi militer Sudan (twitter.com/HornDiplomat)

Kudeta yang dipimpin oleh Jenderal Abdel Fattah al-Burhan terjadi pada 25 Oktober 2021. Selain menahan Hamdok dan sejumlah menteri, militer juga membubarkan Dewan Kedaulatan Sudan sebagai institusi yang dibentuk untuk mengawasi transisi demokrasi.

Selama berminggu-minggu, gelombang protes memadati jalanan Khortum. Ribuan massa turun ke jalan menentang kekuasaan militer. Sayangnya, aparat menanggapi demonstrasi dengan represif, sehingga menyebabkan tewasnya puluhan orang dan ratusan lainnya luka-luka.

Untuk menyudahi ketegangan, militer bersepakat dengan kelompok sipil untuk mengembalikan Hamdok ke jabatan awalnya. Militer juga sepakat untuk membebaskan tahanan politik lainnya.

3. Total 56 warga sipil tewas

Di Tengah Ketegangan Politik, PM Sudan Abdalla Mengundurkan DiriSituasi yang terjadi di Sudan usai terjadinya penangkapan para pemimpin Sudan pada Senin, 25 Oktober 2021, waktu setempat. (Twitter.com/AmichaiStein1)

Sayangnya, kesepakatan militer-sipil tidak bisa menenangkan massa. Protes anti-pemerintah masih terjadi di jalan-jalan Khortum.

Pada Minggu (2/1/2022), pasukan keamanan menewaskan dua demonstran. Berdasarkan laporan Komite Pusat Dokter Sudan, korban tewas akibat kudeta menjadi 56 orang.

Komite menyampaikan, korban pertama adalah pemuda berusia sekitar 20-an yang meninggal karena luka di kepala di Khortum. Adapun korban kedua meninggal karena tembakan di dada di Omdurman.

Baca Juga: Protes Sudan, Seorang Ditembak Mati dan 300 Lainnya Terluka

Topik:

  • Sunariyah

Berita Terkini Lainnya