DK PBB Diminta Tetapkan Embargo Senjata dan Ekonomi untuk Myanmar

Mahkamah Internasional juga harus menekan Myanmar

Jakarta, IDN Times - Pelapor Khusus Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Hak Asasi Manusia (HAM), Thomas Andrews, mendesak Dewan Keamanan PBB  mengambil tindakan lebih tegas menanggapi kerusuhan sejak militer melancarkan kudeta di Myanmar pada Senin, 1 Februari 2021 silam.
 
Adapun sanksi yang disarankan adalah embargo senjata dan ekonomi global. Pasalnya, kubu militer yang dipimpin oleh Jenderal Min Aung Hlaing terlihat tidak khawatir dengan segala kecaman yang disampaikan komunitas internasional.
 
“Taruhannya (sanksi) tidak bisa lebih tinggi lagi. DK PBB harus segera memberlakukan embargo senjata, menjatuhkan sanksi ekonomi yang menargetkan sumber pendapatan militer Myanmar,” kata Andrews sebagaimana dilaporkan Channel News Asia, Kamis (4/3/2021). 

1. Mahkamah Internasional harus ikut menekan Myanmar

DK PBB Diminta Tetapkan Embargo Senjata dan Ekonomi untuk MyanmarEtnis Rohingnya di Myanmar telah menjadi korban atas perlakuan kejam militer Myanmar (twitter.com/The Rohingnya Post)

Baca Juga: Kronologi Lengkap Kudeta Myanmar yang Picu Demo Berdarah

Selain itu, dia juga meminta agar International Criminal Court (ICC) menekan Burma dengan menyelidiki segala macam kasus yang berkaitan dengan kejahatan kemanusiaan.
 
Sebagai informasi, Myanmar dan para jenderalnya pernah berurusan dengan Mahkamah Internasional atas tuduhan upaya genosida terhadap etnis Rohingnya.
 
“(ICC) menuntut (Myanmar) atas kejahatan dan kekejaman yang telah terjadi, termasuk upaya genosida, kejahatan perang, dan kejahatan terhadap kemanusiaan,” demikian tulis Andrews dalam laporan yang dia serahkan kepada PBB. 

2. Apa yang terjadi di Myanmar bisa lebih buruk lagi

DK PBB Diminta Tetapkan Embargo Senjata dan Ekonomi untuk MyanmarTwitter.com/Myanmar Now

Laporan Andrews merincikan tentang kerusuhan yang terjadi di Myanmar sejak Senin, 1 Maret 2021. Namun, sejak 17 Februari 2021, dia telah mengingatkan komunitas internasional mengenai situasi yang memanas di Myanmar.
 
"Kita berada di tebing di mana militer melakukan kejahatan yang lebih besar terhadap rakyat Myanmar,” ujarnya beberapa pekan lalu.
 
Dia menambahkan, “rakyat Myanmar mengalami penggulingan ilegal pemerintah mereka dan penindasan brutal dari rezim otoriter militer.”
 
Andrews menjelaskan, sejak ditunjuk untuk jabatannya pada tahun lalu, dia telah mengajukan permohonan untuk mengunjungi Myanmar. Namun, permohonan itu ditolak sehubungan dengan pandemik COVID-19.

3. Militer Myanmar tidak khawatir dengan sanksi internasional

DK PBB Diminta Tetapkan Embargo Senjata dan Ekonomi untuk MyanmarWarga menginjak poster yang memperlihatkan foto yang diduga sebagai penembak jitu Tentara Myanmar saat protes terhadap kup militer di Yangon, Myanmar, Senin (22/2/2021). ANTARA FOTO/REUTERS/Stringer

Sementara itu, Utusan Khusus PBB untuk Myanmar Christine Schraner Burgener mengungkap hasil perbincangan dengan para jenderal. Fraksi militer mengaku tidak takut dengan sanksi atau tidak khawatir jika terisolasi dari pergaulan global.

Christine sempat memperingatkan bahwa Dewan Keamanan dan PBB kemungkinan besar akan memberi tindakan tegas, pasca bentrokan antara aparat dengan massa telah merenggut puluhan nyawa. Kerusuhan yang terjadi pada Rabu (3/3/2021) disebut sebagai hari paling berdarah sejak kudeta dilancarkan, karena menewaskan 38 orang dalam sehari.

“Jawaban mereka adalah kami terbiasa dengan sanksi dan kami selamat dari sanksi itu di masa lalu,” kata Christine meniru pernyataan militer, melalui cuplikan video dari Swiss sebagaimana dilansir dari Channel News Asia, Kamis (4/3/2021).

“Kami harus belajar hanya dengan beberapa teman,” tambah Christine, mencontohkan jawaban ketika diperingatkan soal ancaman terisolir dari komunitas internasional.

Baca Juga: Situasi Kian Mencekam, Dubes RI Imbau WNI Tinggalkan Myanmar 

Topik:

  • Umi Kalsum
  • Jumawan Syahrudin

Berita Terkini Lainnya