Genjot Produksi Vaksin COVID-19, PBB Minta Produsen Abaikan Hak Paten
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Jakarta, IDN Times - Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Antonio Guterres berharap, produsen vaksin bisa mengabaikan hak kekayaan intelektual, sehingga perusahaan lain bisa memproduksi vaksin sesuai dengan komposisi yang telah diberi izin edar darurat.
Pernyataan itu disampaikan Guterres ketika Badan Perdagangan Dunia (WTO) berdiskusi dengan sejumlah negara produsen vaksin. WTO berharap hak paten tidak menjadi hambatan untuk meningkatkan pasokan vaksin, terkhusus di negara-negara berkembang.
"Sekretaris Jenderal sering menyerukan transfer teknologi dan berbagi pengetahuan dan lisensi sukarela atau berbagi lisensi," kata juru bicara PBB Stephane Dujarric, dikutip dari Reuters, Kamis (6/5/2021).
Baca Juga: Kekurangan Vaksin, UE Desak AstraZeneca Distribusi Vaksin
1. Pemerataan vaksin adalah satu-satunya jalan untuk mengakhiri pandemik
Kepala WTO, Ngozi Okonjo-Iweala, menekankan pemerataan vaksin sebagai satu-satunya cara untuk mengakhiri pandemik COVID-19. Kendala untuk meningkatkan produksi adalah kebuntuan dari para pemilik hak paten, yang enggan melakukan transfer teknologi dan ilmu ke perusahaan lain.
"Cara WTO menangani masalah ini sangat penting," kata Okonjo-Iweala kepada perwakilan negara yang mengambil bagian dalam pertemuan dewan umum WTO, Rabu (5/5/2021), dikutip dari AFP.
"Kita perlu memiliki rasa urgensi tentang bagaimana kita menanggapi COVID-19 ini, karena dunia sedang menonton. Akses yang adil terhadap alat untuk memerangi pandemik adalah masalah moral dan ekonomi pada saat ini,” tambahnya.
2. Pro-kontra penghapusan hak paten vaksin COVID-19
Sebagai informasi, atas inisiasi India dan Afrika Selatan, WTO selama berbulan-bulan menyerukan penghapusan untuk sementara waktu terkait perlindungan kekayaan intelektual vaksin COVID-19.
Editor’s picks
Sayangnya, gagasan itu mendapat tantangan keras dari raksasa farmasi dan negara produsen vaksin. Mereka bersikeras bahwa hak paten bukanlah hambatan untuk meningkatkan produksi vaksin. Sebaliknya, mereka berdalih penghapusan hak paten justru dapat menghambat inovasi.
Kepada perwakilan negara-negara maju, Okonjo-Iweala mengingatkan bila vaksin memainkan peran kunci untuk menstimulasi ekonomi global. Dengan kata lain, negara-negara maju pada akhirnya akan memperoleh keuntungan pasca pemerataan vaksin.
“Kebijakan vaksin adalah kebijakan ekonomi karena pemulihan ekonomi global tidak dapat dipertahankan kecuali kita menemukan cara untuk mendapatkan akses yang adil terhadap vaksin, terapi, dan diagnostik,” terang perempuan Afrika pertama yang memimpin WTO itu.
Baca Juga: [LINIMASA] Kemajuan Vaksin COVID-19 Terkini di Dunia
3. Terbukanya peluang untuk kompromi soal hak paten
Juru bicara WTO Keith Rockwell mengatakan bahwa pertemuan berlangsung dengan sangat konstruktif, meski masih ada sejumlah negara yang memiliki opini berbeda tentang bagaimana meningkatkan kapasitas vaksin.
"Semua pihak memiliki tujuan yang sama, yaitu meningkatkan produksi, meningkatkan efisiensi, pemerataan proses distribusi," katanya.
Dia juga menambahkan, lebih dari 40 perwakilan negara yang berbicara dalam pertemuan tersebut sepakat "bahwa vaksin yang ada saat ini belum menjangkau negara berkembang.”
Salah satu kemajuan yang berhasil diraih adalah terbukanya peluang untuk kompromi pada pertemuan pekan depan. Untuk itu, India dan Afrika Selatan berencana untuk merevisi proposal yang mereka ajukan.
Pertemuan lanjutan mungkin diadakan akhir bulan ini, untuk membahas teks yang direvisi sebelum pertemuan formal yang direncanakan pada awal Juni.
"Saya sangat yakin, begitu kita bisa duduk dengan teks yang sebenarnya di depan kita, kita akan menemukan jalan pragmatis ke depan, dapat diterima oleh semua pihak," tutup Okonjo-Iweala, yang menyambut baik keinginan sejumlah negara untuk berkompromi.
Baca Juga: Jika Tak Ditangani Dengan Tepat, Limbah Vaksin Bisa Picu Vaksin Palsu