Imbas Pandemik, Perdagangan Kokain di Eropa Memasuki Titik Tertinggi

Aktivitas kelompok kriminal juga meningkat

Jakarta, IDN Times - Badan Kepolisian Uni Eropa (Europol), melalui laporan empat tahunannya, menyampaikan bahwa pandemik COVID-19 meningkatkan aktivitas kelompok kejahatan terorganisir (organized crime). Sorotan utama tertuju pada kokain yang disebut telah membanjiri benua biru lebih parah dari tahun-tahun sebelumnya.
 
Europol juga melaporkan bahwa pandemik menyebabkan geng-geng kriminal semakin kejam. Mereka diprediksi akan memanfaatkan bisnis resmi yang rentan terdampak corona, seperti menawarkan vaksin corona atau alat pengujian palsu.
 
"Kami berada di titik puncak (masuknya kokain ke Eropa)," kata direktur Europol Catherine De Bolle kepada AFP, Senin (12/4/2021).
 
"Pandemik berkepanjangan akan memberi tekanan berat pada ekonomi Eropa dan global, yang diprediksi dapat membentuk kejahatan serius dan terorganisir untuk tahun-tahun mendatang,” demikian tertulis dalam laporan tersebut.
 

1. Perdagangan kokain mencapai miliaran euro

Imbas Pandemik, Perdagangan Kokain di Eropa Memasuki Titik TertinggiIlustrasi Narkotika (IDN Times/Mardya Shakti)

Menurut De Bolle, tingginya perdagangan narkoba juga memicu peningkatan korupsi di seluruh Uni Eropa. Sebab kejahatan ini bekerja dengan melibatkan berbagai jaringan, mulai dari pekerja di pelabuhan hingga politisi.
 
"Jumlah kokain yang belum pernah terjadi sebelumnya, diperdagangkan ke Uni Eropa dari Amerika Latin, menghasilkan keuntungan multi-miliar euro," ungkap Europol.
 
Kualitas kokain yang tiba di Eropa tercatat berada pada tingkat kemurnian tertinggi. “(Perdagangan kokain) memicu perusahaan kriminal yang menggunakan sumber daya mereka yang sangat besar untuk menyusup dan merusak ekonomi UE, lembaga publik, dan masyarakat," tambah Europol.
 
Pada akhir Februari lalu, polisi Jerman dan Belanda berhasil mencatatkan rekor penyitaan narkoba terbanyak dengan mengungkap penyelundupan 23 ton kokain dari sejumlah pelabuhan utama Eropa.
 
Kekhawatiran lain De Bolle adalah perdagangan narkotika memicu peningkatan kekerasan. “Sekarang (para penjahat) tidak takut menggunakan senjata, granat, dan penyiksaan,” terangnya.
 
"Penjahat membunuh korban yang tidak bersalah dalam baku tembak, membunuh wartawan dan pengacara sebagai bentuk serangan langsung ke negara demokrasi kita," tambah Komisi Eropa untuk Urusan Dalam Negeri Ylva Johansson saat laporan Europol diluncurkan di Lisbon.
 

Baca Juga: Dagang Senjata ke Junta Myanmar, Tiongkok-Rusia Dituding Uni Eropa Ini

2. Potensi kejahatan beberapa tahun mendatang akibat pandemik

Imbas Pandemik, Perdagangan Kokain di Eropa Memasuki Titik TertinggiIlustrasi Kriminal (IDN Times/Arief Rahmat)

Penilaian Ancaman Kejahatan Serius dan Terorganisir adalah laporan mendalam yang terbit setiap empat tahun sekali, dimanfaatkan oleh negara-negara anggota Uni Eropa untuk menetapkan prioritas pemberantasan kejahatan hingga 2025.
 
Dalam laporan, kelompok kejahatan juga disebut mudah beradaptasi dan mengambil keuntungan kebutuhan serta ketakutan masyarakat terhadap pandemik COVID-19.
 
"Pada tahap awal, kami melihat lonjakan perdagangan masker wajah palsu dan pembersih tangan. Sekarang kami melihat peningkatan perdagangan vaksin palsu dan alat pengujian rumahan," tutur De Bolle.
 
"Vaksin (palsu) ini berisiko bagi kesehatan Anda. Anda sebaiknya tidak membelinya."
 
Perusahaan yang terdampak pandemik berpotensi menjadi mangsa empuk bagi geng-geng kriminal yang ingin melegitimasi kejahatan mereka atau menggunakan bisnis legal untuk kegiatan ilegal, seperti pencucian uang.
 
Pandemik juga meningkatkan kejahatan dunia maya karena pembatasan di banyak negara, membuat orang harus hidup dan bekerja lebih banyak secara daring.
 
"Infrastruktur kritis (merujuk pada jaringan daring) akan terus menjadi sasaran penjahat dunia maya di tahun-tahun mendatang. Ini menimbulkan risiko yang signifikan," kata Europol.
 

3. Butuh tindakan kolektif untuk mencegah kejahatan berkembang

Imbas Pandemik, Perdagangan Kokain di Eropa Memasuki Titik TertinggiIlustrasi Bendera Uni Eropa di Brussels, Belgia. unsplash.com/@guillaumeperigois

Berdasarkan catatan Johansson, dalam satu tahun aktivitas ilegal kelompok kriminal menghasilkan 140 miliar euro (Rp2.391 triliun). “(Angkanya setara dengan) satu persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) Uni Eropa dan lebih tinggi dari PDB sejumlah negara anggota kami,” katanya dikutip dari Euro News.
 
Johansson menambahkan, “uang tersebut digunakan untuk membayar perantara, tukang pukul, dan pembunuh bayaran. Uang yang kami butuhkan untuk rumah sakit, vaksin, dan pemulihan."
 
Pemerintah sekarang diminta untuk meningkatkan langkah-langkah kebijakan, kerja sama yudisial, dan berbagi informasi jika mereka ingin secara efektif memerangi kejahatan terorganisir.
 
Ketika De Bolle ditanya apakah lembaga hukum akan kalah dalam perang melawan kejahatan terorganisir, dia juga mengamini pernyataan Johansson. “Harus melakukan tindakan bersama, kebijakan baru, dan memikirkan kembali cara kami bekerja. Bertindak sendiri tidak akan cukup.”
 

Baca Juga: 'Perahu Hantu' Penuh Kokain Terdampar di Kepulauan Marshall

Topik:

  • Vanny El Rahman
  • Dwifantya Aquina

Berita Terkini Lainnya