Inggris Harap AS Jadi Percontohan Isu Perubahan Iklim

Boris stres karena dana 100 miliar dolar AS belum terkumpul

Jakarta, IDN Times - Perdana Menteri (PM) Inggris Boris Johnson mendesak para pemimpin ekonomi dunia termasuk Amerika Serikat (AS) untuk memenuhi komitmen mereka dalam pendanaan untuk mengatasi perubahan iklim senilai 100 miliar dolar AS (sekitar Rp1.423 triliun) per tahun.

Pernyataan itu disampaikan pada Senin (20/9/2021), ketika Johnson berbicara selaku tuan rumah pertemuan meja bundar, yang salah satu tujuannya adalah membahas pengurangan gas emisi.

Selain dihadiri Sekjen Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Antonio Guterres, pertemuan itu juga dihadiri AS, China, India, negara-negara Uni Eropa, Kosta Rika, Maladewa, dan banyak negara berkembang lainnya.

“Terlalu banyak negara ekonomi utama yang tertinggal jauh di belakang (terkait komitmen terhadap perubahan iklim.  Saya akan tekankan lagi, agar ini sukses, kita perlu negara-negara maju untuk mengumpulkan 100 miliar dolar AS itu,” tutur Johnson, dikutip dari The Straits Times.

Baca Juga: Pakar: Jakarta Tenggelam karena Penurunan Tanah, Bukan Perubahan Iklim

1. Johnson berharap AS bisa menjadi percontohan dalam isu iklim

Inggris Harap AS Jadi Percontohan Isu Perubahan IklimPerdana Menteri Inggris, Boris Johnson, saat berbicara dengan Presiden Komisi Eropa Ursula von der Leyen melalui sambungan telepon pada 8 Desember 2020. (Facebook.com/Boris Johnson)

Kepada awak media, Johnson berharap Washington dapat memenuhi janjinya untuk meningkatkan sumbangan demi mencapai target tahunan yang telah dicanangkan.

Pada saat yang sama, Johnson mengutarakan kegeramannya sebab situasi seperti ini sudah pernah terjadi tanpa ada perkembangan signifikan.

“Kami sudah pernah berada di situasi seperti ini sebelumnya. Kami tidak lagi bisa menghitung sesuatu yang tidak pasti,” kata dia.

“Amerika Serikat sangat penting. Itu (komitmen AS) akan mengirimkan sinyal yang kuat ke dunia,” tambahnya.

Baca Juga: Ternyata Ini Alasan Boris Johnson Cabut Lockdown Inggris

2. AS janji perkuat komitmen atas perubahan iklim

Inggris Harap AS Jadi Percontohan Isu Perubahan IklimIlustrasi Pemanasan Global. (IDN Times/Aditya Pratama)

Utusan AS untuk persoalan iklim, John Kerry, turut menghadiri pertemuan tersebut. Dia mengatakan, Washington akan memberikan lebih banyak bantuan iklim menjelang Konferensi Perubahan Iklim COP26 pada 31 Oktober-12 November di Glasgow, Skotlandia.

Di sisi lain, penasihat khusus Sekjen PBB untuk aksi iklim, Selwin Hart, mendesak negara donor dan bank pembangunan multilateral untuk memperbesar komitmen keuangan demi membantu negara berkembang beradaptasi dengan skema perubahan iklim.

Terkait komitmen keuangan, nilai dedikasi negara maju untuk membantu negara berkembang saat ini adalah 21 persen. Hart berharap, pasca pertemuan, angkanya bisa menjadi 50 persen.

Laporan yang dirilis Oxfam memperkirakan bahwa komitmen 100 miliar dolar AS tidak akan pernah tercapai hingga 2025. Paling banter, dana yang akan terkumpul adalah 93 hingga 95 miliar dolar AS.

3. Kesenjangan negara maju dan berkembang jadi hambatan dalam isu perubahan iklim

Inggris Harap AS Jadi Percontohan Isu Perubahan IklimSekjen PBB Antonio Guterres berbicara dalam konferensi pers malam sebelum KTT Iklim PBB (COP25) di Madrid, Spanyol, pada 1 Desember 2019. ANTARA FOTO/REUTERS/Sergio Perez

Menteri Ketahanan Iklim Grenada, Simon Stiell, menyampaikan bahwa G20 harus meningkatkan target pengurangan gas emisi sekaligus meningkatkan komitmen untuk memobilisasi komunitas internasional dalam urusan iklim.

“Jika Anda melihat peran yang dimainkan G20 dalam diskusi global, mereka menghasilkan 80 persen emisi global dan merupakan 85 persen dari PDB global. Mereka memiliki kekayaan dan teknologi untuk bertindak,” katanya.

Stiell menganalogikan sikap G20 layaknya jarum, yang dapat mengarahkan dan memiliki peran besar demi tercapainya perjanjian iklim Paris.

Pekan lalu, Guterres mengatakan kepada Reuters, hambatan dalam persoalan iklim tidak lepas dari kesenjangan antara negara berkembang dan negara maju. Hal itulah yang justru berisiko membuat segala pertemuan tentang iklim berujung gagal.

“Masih ada tingkat ketidakpercayaan, antara utara dan selatan, negara maju dan berkembang, yang perlu diatasi,” ucap Guterres.

Baca Juga: 7 Fakta Thomas J. Midgley, Ilmuwan Percepat Perubahan Iklim

Topik:

  • Hana Adi Perdana

Berita Terkini Lainnya