Intelijen Sebut Iran-Rusia Campur Tangan pada Pemilu 2020 AS

Iran ingin Trump kalah, Rusia ingin Trump menang

Jakarta, IDN Times - Dinas Intelijen Nasional Amerika Serikat (AS) mengungkap, Presiden Rusia Vladimir Putin mengizinkan operasi intelijen untuk mempengaruhi pemilihan umum (pemilu) di Negeri Paman Sam pada November 2020. Tujuan dari operasi tersebut adalah membantu petahana Donald Trump untuk mengamankan periode keduanya, yang berarti mencegah Joe Bidan memenangi pemilu.

Selain Rusia, dinas juga melaporkan keterlibatan Iran untuk mencegah kemenangan Trump. Namun, berdasarkan laporan yang dirilis pada Selasa (16/3/2021), tidak ditemukan tanda-tanda yang membuktikan bahwa Moskow ataupun Teheran berupaya untuk mengubah atau mengganggu proses pemungutan suara.

"Tidak ditemukan indikasi bahwa ada aktor asing yang berusaha untuk ikut campur dalam pemilu AS 2020 dengan mengubah aspek teknis apa pun dari proses pemungutan suara, termasuk pendaftaran pemilih, pemberian suara, tabulasi suara, atau hasil pelaporan," tulis dinas terkait, sebagaimana dilaporkan AP, Rabu (17/3/2021).

1. Membuktikan integritas pemilu

Intelijen Sebut Iran-Rusia Campur Tangan pada Pemilu 2020 ASPolisi menahan seorang pengunjuk rasa pro-Trump saat massa menyerbu U.S. Capitol, saat reli menentang pengesahan hasil pemilihan presiden Amerika Serikat 2020 oleh Kongres Amerika Serikat, di Gedung U.S. Capitol di Washington, Amerika Serikat, Rabu (6/1/2021) (ANTARA FOTO/REUTERS/Shannon Stapleton)

Pendukung Trump garis keras masih meragukan hasil pemilu. Mereka terus membuat klaim palsu bahwa kemenangan Biden dan Kamala Harris merupakan hasil dari kecurangan, termasuk keterlibatan aktor asing.

Laporan tersebut menjadi bentuk penegasan bahwa pesta demokrasi di AS tahun lalu berjalan dengan penuh integritas, termasuk bantahan soal keterlibatan pihak luar. Laporan juga memperkuat penolakan pengadilan dan Departemen Kehakiman atas gugatan yang diajukan Trump.

Keterlibatan Rusia pada pemilu 2020 tidak seagresif kontestasi politik 2016, yang berusaha untuk meretas infrastruktur pemilu sehingga mengubah perolehan suara. Operasi intelijen Rusia sebatas menjatuhkan citra Biden. Sebab, orientasi politikus Partai Demokrat itu dianggap tidak akan menguntungkan Kremlin.

Selain itu, Rusia dilaporkan juga ikut memberi saran kepada orang-orang terdekat Trump untuk menyikapi hasil pemilu.

2. Iran ingin ada perpecahan di AS

Intelijen Sebut Iran-Rusia Campur Tangan pada Pemilu 2020 ASDonald Trump menari dengan musik saat ia akan turun dari panggung pada akhir reli kampanye di Carson City, Nevada, Amerika Serikat, Minggu (18/10/2020) (ANTARA FOTO/REUTERS/Carlos Barria)

Sementara itu, kepentingan Iran pada pemilu 2020 adalah mencegah kemenangan Trump. Operasi untuk mengalahkan politikus Partai Republik itu mendapat restu dari Pemimpin Tertinggi Ayatollah Ali Khamenei.

Tidak seperti Rusia, upaya Iran justru lebih agresif daripada pemilu sebelumnya, bahkan terus menyebarkan propaganda hingga detik-detik akhir pemilihan. Mereka hendak memicu perpecahan sosial di, sehingga menjatuhkan kredibilitas Trump karena dianggap gagal mempertahankan stabilitas.

Meskipun Iran berusaha untuk mengeksploitasi kerentanan situs web pemilihan di negara bagian, tidak pula ditemukan bukti mereka memanipulasi suara atau meretas infrastruktur pemilu.

Perseteruan antara Iran-AS bermula pada 2018 ketika Trump menarik diri dari pernjanjian nuklir. Kemudian, atas dalih menyelamatkan dunia dari teroris terjahat, AS menggelar sebuah operasi militer yang menewaskan Jenderal Qasem Soleimani.

Di tengah pandemik COVID-19, saat Teheran meningkatkan intensitas produksi uranium, AS menjatuhkan sanksi kepada Iran yang menyebabkan kondisi ekonominya semakin terpuruk. Rivalitas Iran-Israel di kawasan juga memperburuk hubungan Washington-Teheran, mengingat AS merupakan aliansi terkuat Israel.

Baca Juga: Tiongkok dan Rusia Umumkan Rencana Bangun Stasiun Luar Angkasa

3. Tiongkok memilih diam karena kedua kandidat tidak menguntungkan

Intelijen Sebut Iran-Rusia Campur Tangan pada Pemilu 2020 ASPresiden terpilih AS Joe Biden dan Kamala Haris (Twitter.com/JoeBiden)

Dilansir dari Reuters, laporan itu juga menyinggung narasi yang didorong oleh sekutu Trump bahwa Tiongkok ikut campur atas nama Biden, menyimpulkan bahwa Beijing tidak mengerahkan apa pun.

"Tiongkok mencari stabilitas dalam hubungannya dengan Amerika Serikat dan tidak melihat hasil pemilu yang menguntungkan untuk mengambil risiko jika (operasi keterlibatan) terungkap,” kata laporan itu.

Hubungan Tiongkok-AS berada di titik terendah kala Trump menjabat sebagai orang nomor satu di Negeri Paman Sam. Trump menyulut perang dagang dengan Tiongkok melalui kebijakan restriksi serta peningkatan pajak dan mempersulit platform digital Tiongkok untuk beroperasi di AS. Trump juga meningkatkan intensitas dukungannya pada Taiwan, negara yang dianggap sebagai separatis oleh Beijing.

Di sisi lain, Biden yang dinaungi oleh Partai Demokrat juga mengagungkan nilai-nilai demokrasi. Sudah pasti AS di bawah Biden akan menunjukkan posisi yang lebih tugas dalam mendukung Taiwan.

Pejabat intelijen AS juga mengungkap keterlibatan Kuba, Venezuela dan kelompok militan Lebanon Hizbullah untuk mempengaruhi pemilu, meskipun intensitasnya sangat rendah.

Kedutaan Besar Rusia, Tiongkok, dan Kuba di Washington belum memberi tanggapan. Misi Iran untuk Perserikatan Bangsa-Bangsa dan Kementerian Informasi Venezuela juga tidak segera menanggapi laporan tersebut. Moskow, Beijing, dan Teheran secara rutin menyangkal tuduhan spionase dunia maya dan campur tangan pemilu.

Baca Juga: AS Tuduh Rusia Sebarkan Hoaks tentang Vaksin Pfizer dan Moderna

Topik:

  • Vanny El Rahman
  • Anata Siregar

Berita Terkini Lainnya