Janjikan Pemilu Ulang, Junta: Myanmar Darurat Militer hingga 2023

Junta berjanji akan mengembalikan demokrasi ke Myanmar

Jakarta, IDN Times - Pemimpin junta Myanmar, Min Aung Hlaing, bersumpah untuk mencabut keadaan darurat pada Agustus 2023 serta menjanjikan pemilihan umum multi-partai yang adil dan demokratis.

Pada saat yang sama, Min Aung juga mengatakan bahwa pemerintahannya siap bekerja sama dengan utusan khusus yang akan ditunjuk oleh ASEAN.

Dilansir The Straits Times, pernyataan itu disampaikan enam bulan setelah fraksi militer mengkudeta pemerintahan sipil yang dipimpin oleh penasihat Aung San Suu Kyi dan Presiden Win Myint. Pekan lalu, junta juga menganulir hasil pemilu yang dimenangkan Partai Liga Nasional Demokrasi (NLD) pada 2020.

“Saya berjanji untuk mengadakan pemilihan multipartai tanpa gagal. Myanmar juga siap untuk bekerja sama dengan ASEAN dalam kerangka ASEAN, termasuk dialog dengan Utusan Khusus ASEAN di Myanmar,” kata Min Aung, Minggu (1/8/2021).

Baca Juga: Kasus Melonjak, Singapura Kirim 200 Konsentrator Oksigen ke Myanmar

1. Sebelumnya junta berjanji darurat militer hanya satu tahun

Janjikan Pemilu Ulang, Junta: Myanmar Darurat Militer hingga 2023Ilustrasi warga Myanmar berunjuk rasa di Yangoon, Myanmar pada Sabtu, 30 Januari 2021 (ANTARA FOTO/REUTERS/Shwe Paw Mya Tin)

Pengumuman jenderal itu akan menempatkan Myanmar dalam cengkeraman militer selama hampir 2,5 tahun, bertentangan dengan pernyataan awal yang mengatakan bahwa keadaan darurat hanya akan berlangsung satu tahun.

Min Aung berdalih, skema darurat militer yang disiapkan merupakan upaya pemerintah untuk mengembalikan demokrasi. Junta menilai, Pemilu 2020 bukanlah kontestasi politik yang adil. Selain karena NLD dituduh berkolusi dengan komisi pemilihan, tapi juga NLD memanfaatkan momen pandemik COVID-19 untuk mendongkrak elektabilitas.

“Kami akan menyelesaikan keadaan darurat pada Agustus 2023. Saya menjamin pembentukan serikat berdasarkan demokrasi dan federalisme,” tambah Min Aung. 

2. ASEAN tak kunjung memilih utusan khususnya

Janjikan Pemilu Ulang, Junta: Myanmar Darurat Militer hingga 2023Ribuan warga Myanmar menuntut militer Myanmar untuk segera menghentikan tindakan kekerasan setelah kudeta. (Twitter.com/PamelaFalk)

Dewan Administrasi Negara, nama rezim yang menguasai pemerintahan saat ini, mengumumkan pengangkatan Min Aung sebagai perdana menteri sementara. Dengan begitu, tantangan kenegaraan junta saat ini adalah memperoleh legitimasi atau pengakuan dari negara lain.

Di sisi lain, sejak KTT darurat pada April 2021 di Indonesia, ASEAN belum juga memilih utusan khususnya. Para menteri luar negeri ASEAN akan mengadakan pertemuan pada Senin (2/8/2012), dengan tujuan menentukan utusan khusus yang ditugaskan berkomunikasi dengan junta demi mengakhiri kekerasan di Burma.

Asosiasi Bantuan untuk Tahanan Politik melaporkan, ketegangan politik yang terjadi sejak 1 Februari 2021 telah menewaskan 939 orang dan lebih dari 6.990 ditangkap karena berbeda pandangan dengan junta.

3. Kerusuhan dalam negeri dan pandemik COVID-19 jadi masalah di Myanmar

Janjikan Pemilu Ulang, Junta: Myanmar Darurat Militer hingga 2023Pengunjuk rasa menggelar aksi protes terhadap kudeta militer di Kota Yangon, Myanmar, Sabtu (6/2/2021). Mereka menuntut pembebasan pemimpin terpilih Myanmar Aung San Suu Kyi. ANTARA FOTO/REUTERS/Stringer/wsj.

Selain kerusuhan, pandemik COVID-19 juga membayang-bayangi pemerintahan Min Aung. Lonjakan infeksi serta kematian terjadi di Myanmar akibat varian Delta dan banyak tenaga kesehatan yang menolak untuk bekerja, sebagai bentuk protes terhadap pemerintahan junta.

Bulan lalu, kelangkaan oksigen terjadi di Myanmar. Fasilitas kesehatan di beberapa negara bagian juga mulai roboh. Situasinya diperburuk karena kampanye vaksinasi di Myanmar sangat lambat.

Kendati begitu, Min Aung memastikan bahwa Myanmar dalam kondisi yang stabil. “Saat ini, seluruh negara stabil kecuali karena beberapa serangan teroris,” kata dia merujuk pada National Unity Government (NUG), pemerintahan bayangan yang dituduh mendalangi sejumlah teror dan aksi kekerasan.

Dikutip dari Worldometer, Myanmar telah melaporkan 302.665 kasus infeksi corona dan 9.731 kematian. Para ahli meyakini angka kematian serta transmisi yang tak terdeteksi jauh lebih tinggi daripada angka yang dilaporkan. Hal itu terjadi karena sistem testing dan tracing tidak bekerja optimal sejak kerusuhan.

Baca Juga: Junta Myanmar Batalkan Kemenangan Aung San Suu Kyi pada Pemilu 2020

Topik:

  • Sunariyah

Berita Terkini Lainnya