Jepang Ancam Setop Bantuan kepada Myanmar Kalau Junta Militer Bandel
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Jakarta, IDN Times - Jepang mengancam akan membekukan seluruh bantuan luar negerinya kepada Myanmar, apabila junta militer tetap menggunakan kekerasan terhadap gerakan sipil anti-kudeta.
Dilansir Channel News Asia, Jepang merupakan negara pendonor utama bagi Myanmar. Sebelumnya, Tokyo telah menangguhkan bantuan barunya setelah pemerintahan sipil di bawah kepemimpinan Aung San Suu Kyi dilengserkan.
"Kami tidak ingin melakukan itu sama sekali, tetapi kami harus menyatakan dengan tegas bahwa akan sulit untuk melanjutkannya dalam keadaan seperti ini," kata Menteri Luar Negeri Jepang Toshimitsu Motegi kepada surat kabar Nikkei, Jumat (21/5/2021).
1. Salah satu upaya untuk menekan Myanmar
Sejak kudeta dilancarkan oleh fraksi militer yang dipimpin oleh Jenderal Min Aung Hlaing, kekerasan terhadap warga sipil tak kunjung berhenti, bahkan setelah pertemuan dengan para pemimpin Asia Tenggara yang menghasilkan konsensus lima poin pada 24 April 2021 silam.
Motegi menjelaskan, ancaman Jepang kepada Myanmar adalah keberpihakan Negeri Sakura terhadap nilai-nilai demokrasi.
"Sebagai negara yang mendukung demokratisasi Myanmar dengan berbagai cara, dan sebagai sahabat, kita harus mewakili masyarakat internasional dan menyampaikannya dengan jelas," tambah dia.
Baca Juga: ASEAN Minta Bantuan PBB dan Dewan Keamanan untuk Menekan Myanmar
2. Nilai bantuan Jepang pada 2019 mencapai Rp24 triliun
Editor’s picks
Pada Maret, satu bulan setelah kudeta, Jepang mengumumkan penghentian semua bantuan untuk Myanmar. Kendati begitu, hingga saat ini Jepang belum menjatuhkan sanksi individu kepada komandandan militer dan polisi, sebagaimana telah diterapkan beberapa negara lain.
Motegi menyebut Jepang sebagai penyedia bantuan ekonomi terbesar bagi Myanmar, dan Tokyo memiliki hubungan jangka panjang dengan militer negara itu.
Menurut Nikkei, bantuan pembangunan yang diberikan Jepang mencapai 1,74 miliar dolar Amerika Serikat (Rp24,9 triliun) pada 2019. Nilai itu menjadikan Jepang sebagai negara donor terbesar, dengan catatan Tiongkok tidak mempublikasikan besaran bantuannya.
3. Jurnalis Jepang sempat jadi korban junta
Selain meyerang warga sipil, junta juga menargetkan jurnalis atas tuduhan penyebaran berita bohong. Salah satu korbannya adalah jurnalis Jepang yang sempat ditangkap karena meliput kudeta. Beruntungnya dia telah dibebaskan pekan lalu dan dipulangkan ke Tokyo.
Pembebasan jurnalis tersebut dilakukan ketika Jepang menawarkan bantuan darurat sebesar 4 juta dolar Amerika Serikat (Rp57 miliar) kepada Myanmar melalui Program Pangan Dunia.
Motegi mengaku menjalin komunikasi intensif dengan Myanmar, sebagai upaya menghentikan kekerasan yang telah menewaskan lebih dari 800 orang.
"Kami memiliki lebih banyak variasi saluran di Myanmar, termasuk dengan militer, daripada Eropa dan Amerika Serikat," katanya.
Baca Juga: Paus Fransiskus: Rakyat Myanmar Jangan Menyerah atas Kejahatan