Junta Bebaskan Lebih dari 600 Tahanan Politik Antikudeta Myanmar

Semua tahanan politik yang dibebaskan diantarkan ke rumah

Jakarta, IDN Times - Pemerintah Myanmar membebaskan lebih dari 600 tahanan politik, yang menolak kudeta militer, pada Rabu (24/3/2021). Sejumlah saksi mata mengabarkan, mereka melihat deretan bus yang dipenuhi para tahanan dan kuasa hukum narapidana keluar dari penjara Insein Yangon.
 
"Kami membebaskan 360 pria dan 268 wanita dari penjara Insein hari ini," kata seorang pejabat penjara yang tidak ingin disebutkan namanya kepada AFP.
 
"Semua yang dibebaskan adalah mereka yang ditangkap karena protes, serta penangkapan malam, atau mereka yang keluar untuk membeli sesuatu," tambah seorang penasihat hukum yang mengatakan melihat sekitar 15 bus.

Baca Juga: Junta Militer Sebut Tak Ada Aksi Damai di Myanmar, Adanya Anarkisme

1. Para tahanan diantar ke rumah

Junta Bebaskan Lebih dari 600 Tahanan Politik Antikudeta MyanmarDemonstran memprotes kudeta militer di Mandalay, Myanmar, Senin (22/2/2021). ANTARA FOTO/REUTERS/Stringer

Pengacara Khin Maung Myint, yang berada di penjara Insein untuk sidang dua klien lainnya, melihat 16 bus penuh orang meninggalkan penjara pada pukul 10 pagi waktu setempat.
 
"Mereka dikirim ke kantor polisi terkait untuk kembali ke rumah. Beberapa klien menelepon saya (setelah) diberi tahu tentang pembebasannya,” terang Khin Maung.
 
Media lokal memotret para tahanan di bus yang menunjukkan hormat tiga jari, sebuah tanda perlawanan terhadap gerakan anti-kudeta. Simbol protes yang terinspirasi dari film The Hunger Games itu disambut dengan lambaian orang-orang yang berada di luar penjara.
 
Berdasarkan data yang dimiliki Asosiasi Bantuan untuk Tahanan Politik (AAPP), sedikitnya 2 ribu orang yang menolak tunduk di bawah rezim Jenderal Min Aung Hlaing telah ditangkap dan ditetapkan sebagai tahanan politik.

2. Aksi diam untuk melumpuhkan ekonomi Myanmar

Junta Bebaskan Lebih dari 600 Tahanan Politik Antikudeta MyanmarPengunjuk rasa memprotes kudeta militer di Yangon, Myanmar, Rabu (17/2/2021). ANTARA FOTO/REUTERS/Stringer

Di tengah represivitas aparat yang telah menewaskan lebih dari 260 masyarakat sipil, aktivis Myanmar menerapkan pendekatan unjuk rasa yang berbeda, dengan menurunkan robot mobil, memasang boneka di jalanan, dan aksi nyala lilin pada malam hari.  
 
Pada Rabu (24/3/2021) mereka merencanakan aksi diam dengan menyerukan agar orang-orang tetap di rumah. Tidak beraktivitas. Termasuk menutup seluruh toko.
 
"Tidak boleh keluar, tidak ada toko (yang buka), tidak bekerja. Semua tutup. Hanya untuk satu hari," kata Nobel Aung, seorang ilustrator dan aktivis kepada Reuters. Unggahan di media sosial menunjukkan ditutupnya berbagai lini bisnis mulai dari sektor otomotif hingga apotek.

3. Junta menyalahkan demonstran karena berbuat kerusuhan

Junta Bebaskan Lebih dari 600 Tahanan Politik Antikudeta MyanmarPengunjuk rasa menggelar aksi protes terhadap kudeta militer di Kota Yangon, Myanmar, Sabtu (6/2/2021). Mereka menuntut pembebasan pemimpin terpilih Myanmar Aung San Suu Kyi. ANTARA FOTO/REUTERS/Stringer/wsj.

Pada Selasa (23/3/2021), Junta menegaskan bahwa tidak ada aksi damai di Myanmar. Adapun protes terhadap rezim yang saat ini berkuasa merupakan aksi anarkisme, sehingga aparat harus mengambil tindakan untuk mengamankan aset negara dan menjaga stabilitas nasional.
 
"Bisakah kita menyebut ini sebagai unjuk rasa damai?” kata Juru Bicara Junta Zaw Min Tun sambil memperlihatkan video pembakaran pabrik, ketika menggelar konferensi pers di Naypyidaw.
 
"Negara atau organisasi mana yang menganggap kekerasan ini aksi damai?" tambah dia.
 
Zaw Min juga mengecam para tenaga kesehatan dan pegawai negeri yang melakukan mogok kerja di tengah pandemik COVID-19. Alhasil, kematian akibat virus corona semakin tidak terhindarkan.
 
Pada kesempatan yang sama, Zaw mempertegas bahwa Suu Kyi bersama elite Partai Liga Nasional Demokrasi (NLD) telah berkolusi untuk memenangkan pemilihan umum 8 November 2020. Dia juga memutar video yang berisi pengakuan seorang pengusaha menyuap Suu Kyi.
 
Sejauh ini, perempuan peraih Nobel Perdamain itu telah dijerat empat pasal pidana. Mulai dari pelanggaran karena mengimpor alat komunikasi ilegal, pelanggaran terhadap undang-undang darurat karena membuat kerumunan di tengah pandemik, dan dua pasal suap.
 
Selain itu, Zaw juga mewanti-wanti supaya media tidak menyebarkan kabar yang memprovokasi kerusuhan, seraya memperingatkan siapapun jurnalis yang berkomunikasi dengan rezim sisa pemerintahan Suu Kyi bisa terjerat pidana.

Baca Juga: Demi Perdamaian Myanmar, Paus Fransiskus Siap Berlutut di Jalanan

Topik:

  • Sunariyah
  • Anata Siregar

Berita Terkini Lainnya