Kemenlu RI Dorong Praktik Diplomasi Berbasis Gender
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Jakarta, IDN Times - Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) berkomitmen terhadap Pengarusutamaan Gender (PUG). Komitmen itu tertuang dalam penerbitan Peraturan dan Keputusan Menlu untuk implementasi PUG dalam diplomasi, sebagaimana dipaparkan oleh Duta Besar RI di Windhoek-Namibia, Wisnu Edi Pratignyo, pada pertemuan virtual yang digelar Jumat (25/3/2022).
Dubes Wisnu mengatakan bahwa Perwakilan RI, sebagai satuan kerja Kemenlu di luar negeri, berkomitmen mengintegrasikan aspek gender dalam penyusunan program dan pelaksanaan berbagai misi diplomasi.
"Dalam hal PUG, Dharma Wanita di Perwakilan RI (DWP) turut mendukung diplomasi melalui promosi seni budaya. Untuk itu, DWP juga perlu dilibatkan dalam merancang dan melaksanakan serta evaluasi kegiatan perwakilan," ungkap Wisnu.
1. Diplomat perempuan semakin banyak
Pertemuan virtual PUG menghadirkan narasumber Duta Besar Siti Nugraha Mauludiah, Ketua Pokja PUG Kemenlu dan Asisten Deputi PUG Bidang Politik dan Hukum, Kementerian PPPA, Dermawan.
Dubes Siti mengungkapkan, kebijakan PUG harus melekat dalam kebijakan internal dan agenda diplomasi Kemenlu.
“Dalam konteks kebijakan kepegawaian, jumlah pegawai perempuan di Kemenlu semakin meningkat, sehingga perlu kebijakan kepegawaian yang gender responsive. Sementara dalam area diplomasi, aspek gender dapat dimunculkan dalam aktivitas kerja sama bilateral, misalnya dalam MoU kesehatan, memiliki cakupan kerja sama kesehatan ibu dan anak," ujar Siti.
Baca Juga: Kemenlu RI: Proses Evakuasi WNI dari Ukraina Telah Selesai
2. IPG di Indonesia semakin baik
Asisten Deputi PUG, Kementerian PPPA, menjelaskan bahwa Indonesia telah mengalami pencapaian yang baik dalam PUG.
“Indeks Pembangunan Gender (IPG) Indonesia meningkat dari 89,42 (tahun 2010) menjadi 91,06 (tahun 2020) dan Indeks Pemberdayaan Gender (IDG) Indonesia juga meningkat dari 68,15 (tahun 2010) menjadi 75,57 (tahun 2020)," papar Dermawan.
3. Masih ada kesenjangan gender di tengah masyarakat
Dermawan tidak menampik, hingga saat ini masih terdapat kesenjangan gender di masyarakat, dan perlu perubahan pola pikir masyarakat terhadap kebijakan serta program pemerintah dengan memasukan aspek gender.
“Kesenjangan gender masih ditemukan di beberapa peraturan yang cenderung menempatkan perempuan sebagai subjek atau korban. Untuk mengubah hal itu, perlu mengubah pola pikir masyarakat dalam melihat suatu kebijakan dan program dengan lensa gender. Masyarakat juga harus menghindari perilaku yang membentuk pandangan stereotype terhadap suatu peran dan relasinya dengan gender," kata Dermawan.
Baca Juga: Dear Laki-laki, Kalian Punya Peran Mendukung Kesetaraan Gender Lho!