Muncul Kasus Pembekuan Darah, J&J Setop Pengiriman Vaksin ke Eropa

WHO belum mau berkomentar sampai hasil asesmen keluar

Jakarta, IDN Times - Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) enggan berkomentar mengenai adanya kasus pembekuan darah setelah penyuntikkan vaksin COVID-19 buatan Johnson & Johnson (J&J). Mereka tak mau berkomentar sampai memperoleh hasil asesmen dari regulator obat Amerika Serikat dan Eropa.

Sebagai informasi, Badan Kesehatan Federal AS pada Selasa (13/4/2021) memberi rekomendasi agar menghentikan penggunaan vaksin J&J, setidaknya selama beberapa hari. Hal itu dilakukan setelah enam perempuan di bawah 50 tahun mengalami pembekuan darah setelah diinokulasi.

"Kami mengawasi dengan seksama, menunggu EMA (Badan Obat-obatan Eropa) dan FDA (Badan Pengawas Obat dan Makanan AS) meninjau dan memantau data base global dari laporan efek samping untuk melihat apakah ada kasus di tempat lain," kata WHO dilansir Reuters, Rabu (14/4/2021).

"Perlu sedikit waktu untuk meninjau data," tambah WHO.

1. Penundaan pengiriman vaksin ke Eropa

Muncul Kasus Pembekuan Darah, J&J Setop Pengiriman Vaksin ke EropaIlustrasi vaksin atau jarum suntik (IDN Times/Arief Rahmat)

Baca Juga: WHO Tegaskan Pandemik COVID-19 Masih Jauh Dari Akhir

Menyusul rekomendasi FDA, J&J pun memutuskan menunda pengiriman vaksin COVID-19 buatannya ke Eropa, tepat seminggu setelah regulator obat Benua Biru meninjau kasus gumpalan darah yang langkah pada empat penerima vaksin di AS. Afrika Selatan juga menangguhkan penggunaan vaksin J&J.

Komisioner Badan Pengawas Obat dan Makanan AS Janet Woodcock mengatakan, jeda penyuntikkan J&J hanya beberapa hari, sekadar bertujuan untuk memberi informasi kepada penyedia layanan kesehatan tentang cara mendiagnosis dan mengobati gumpalan darah.

Langkah itu dilakukan setelah regulator Eropa pada awal bulan ini telah menemukan kemungkinan hubungan antara vaksin COVID-19 AstraZeneca dan masalah pembekuan darah.

Pejabat FDA Peter Marks menyampaikan, kasus pembekuan darah setelah disuntukkan vaksin J&J dengan AstraZeneca sangat mirip. Dia juga menyinggung tidak ditemukannya kasus pembekuan darah serupa di antara penerima Moderna atau Pfizer-BioNTech, yang menggunakan teknologi berbeda dan sebagian besar digunakan bakal vaksinasi di AS.

2. Risiko pembekuan darah sangat rendah

Muncul Kasus Pembekuan Darah, J&J Setop Pengiriman Vaksin ke EropaIlustrasi vaksinasi COVID-19. ANTARA FOTO/Jojon

Penundaan vaksinasi berarti memperlambat akhir dari pandemik COVID-19. Sejumlah epidemiolog dan pakar kesehatan menyayangkan langkah mundur tersebut. Penghentian sementara juga dapat meningkatakan keraguan masyarakat terhadap program vaksinasi.

Pakar penyakit menular di Pusat Keamanan Kesehatan Johns Hopkins di Baltimore, Amesh Adalja, mengutarakan risiko pembekuan darah yang ditimbulkan oleh vaksin J&J sangat rendah. Dengan kata lain, vaksin tersebut masih tergolong aman untuk digunakan.
 
"Bahkan jika secara kausal dikaitkan dengan vaksin, enam kasus dengan sekitar tujuh juta dosis (yang telah disuntikkan) bukanlah sesuatu yang perlu dikhawatirkan," kata Adalja dikutip dari Channel News Asia.

"Untuk menempatkan ini dalam perspektif, ini mirip dengan kemungkinan tersambar petir pada tahun tertentu di Inggris. Di sisi lain, risiko dari COVID-19 sangat besar," tambah Ian Douglas dari London School of Hygiene & Pengobatan Tropis.

3. AS pastikan penundaan tidak mengganggu kecepatan vaksinasi

Muncul Kasus Pembekuan Darah, J&J Setop Pengiriman Vaksin ke EropaProses pembuatan vaksin COVID-19 oleh Pfizer (Facebook.com/Pfizer)

Gedung Putih berjanji jeda atas penggunaan J&J tidak akan mengganggu akselerasi vaksinasi COVID-19. Koordinator Penanganan COVID-19 AS, Jeff Zients, mengatakan negara masih memiliki stok vaksin dari Pfizer dan Moderna.
 
"Kami memiliki lebih dari cukup pasokan vaksin Pfizer dan Moderna untuk melanjutkan kecepatan saat ini, sekitar 3 juta suntikan per hari, dan itu menempatkan kami pada kecepatan yang baik untuk memenuhi target Presiden 200 juta suntikan dalam 100 hari pertamanya," ungkap Jeff dalam sebuah pengarahan.

Komite penasihat untuk Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit AS akan bertemu pada Rabu (14/4/2021) untuk meninjau kasus pembekuan dan memberikan rekomendasi terkait penggunaan suntikan di masa depan. FDA kemudian akan meninjau analisis tersebut.

Keenam kasus pembekuan darah melibatkan wanita berusia antara 18 dan 48 tahun, dengan gejala yang muncul enam hingga 13 hari setelah vaksinasi. FDA mengatakan pasien harus memperhatikan hingga tiga minggu untuk gejala termasuk sakit kepala parah, sakit perut, sakit kaki atau sesak napas.

J&J, yang sahamnya turun 1,6 persen, mengatakan pihaknya bekerja sama dengan regulator dan mencatat tidak ada hubungan sebab-akibat yang jelas antara pembekuan dengan vaksinnya.

Vaksin J&J dan AstraZeneca sama-sama menggunakan adenovirus, virus flu yang tidak berbahaya, sebagai vektor untuk menyampaikan instruksi bagi sel manusia agar menghasilkan protein yang memacu sistem kekebalan terhadap virus corona.

Pengembang vaksin COVID-19 Tiongkok dan Rusia CanSino Biological dan Gamaleya Institute juga mengandalkan pendekatan ini. Vaksin Pfizer-BioNTech dan Moderna menggunakan teknologi messenger RNA (mRNA).

EMA merekomendasikan AstraZeneca dengan mengatakan manfaatnya lebih besar daripada risikonya. Namun, beberapa negara UE telah membatasi penggunaannya untuk kelompok usia tertentu.

Baca Juga: WHO: 87 Persen Lebih Pasokan Vaksin COVID-19 Masuk ke Negara Kaya

Topik:

  • Jihad Akbar

Berita Terkini Lainnya