Oposisi Israel Sepakat Depak Benjamin Netanyahu dari Perdana Menteri

Yair Lapid dan Naftali Bennet akan berbagi jabatan PM Israel

Jakarta, IDN Times - Pemimpin oposisi Israel, Yair Lapid, telah mengabarkan Presiden Reuven Rivlin bahwa dia berhasil membuat kesepakatan dengan koalisinya untuk membentuk pemerintahan. Keputusan itu akan mengakhiri 12 tahun kekuasaan Perdana Menteri Benjamin Netanyahu.

Lapid, pemimpin partai Yesh Atid, ditugasi untuk membentuk pemerintahan oleh Rivlin sebab Netanyahu kembali gagal membentuk koalisinya sendiri, setelah pemilihan umum keempat Israel terselenggara dalam waktu kurang dari dua tahun.

“Saya berhasil menyelesaikan tugas untuk membentuk pemerintahan. Saya berjanji pemerintahan ini akan bekerja untuk melayani semua warga Israel, mereka yang memilihnya dan mereka yang tidak, akan menghormati lawan-lawannya, dan melakukan segala daya untuk menyatukan serta menghubungkan semua bagian masyarakat Israel,” cuit Lapid melalui akun Twitter-nya.

“Selamat kepada Anda @yairlapid dan kepada para pemimpin partai atas kesepakatan untuk membentuk pemerintahan. Kami berharap Knesset akan menggelar sudang sesegera mungkin untuk meratifikasi pemerintah, sebagaimana disyaratkan,” tulis Rivlin melalui akun @PresidentRuvi.

Baca Juga: Ingin Jegal Netanyahu, Sayap Kanan Israel Bentuk Koalisi

1. Koalisi tenda besar berhasil dibentuk Lapid

Oposisi Israel Sepakat Depak Benjamin Netanyahu dari Perdana MenteriPemimpin opisisi Israel Yair Lapid (Twitter/@yairlapid)

Dilansir dari Al Jazeera, Lapid sukses memenangkan dukungan penting dari nasionalis agama garis keras Naftali Bennett. Di bawah perjanjian koalisi, Bennett dan Lapid akan merotasi peran perdana menteri, dengan Bennett mengambil jabatan itu untuk dua tahun pertama dan Lapid dua tahun terakhir.

Lapid juga berhasil meyakinkan Mansour Abbas yang memimpin the United Arab List untuk bergabung dengan koalisi. Satu-satunya partai yang mengatasnamakan kepentingan bangsa Arab itu menandatangani kesepakatan koalisi dua jam sebelum tenggat waktu pembentukan pemerintahan.

Kesepakatan juga tercapai dengan Partai Biru dan Putih berhaluan tengah yang dipimpin oleh Benny Gantz; Partai “sayap kiri” Meretz dan Partai Buruh; serta dengan partai “nasionalis” Yisrael Beiteinu.

Koresponden Al Jazeera, Hoda Abdel-Hamid, mengatakan banyak pertanyaan terkait berapa lama pemerintahan baru ini akan tetap bersatu.
 
“Ini adalah aliansi antara delapan partai yang bergerak dari kiri ke paling kanan. Dari pendukung aktivitas pemukiman ilegal dan ekspansi, ke pendukung solusi dua negara. Jadi (ini adalah sekumpulan) orang yang tidak benar-benar memiliki apa-apa, kecuali keinginan menggulingkan Netanyahu. Itu adalah perekatnya,” kata dia, melaporkan dari Yerussalem Barat.

2. Keputusan sulit bagi Abbas dan bangsa Arab

Oposisi Israel Sepakat Depak Benjamin Netanyahu dari Perdana MenteriPemimpin partai the United Arab List Mansour Abbas (Instagram/@mansourabbas.me)

Keputusan Abbas untuk bergabung dengan oposisi menuai kontroversi di kalangan warga Palestina. Pasalnya, Bennett merupakan penganut zionisme yang pernah melontarkan pernyataan, bahwa dia merasa bangga setelah membunuh ribuan bangsa Arab.

Dilansir dari Middle East Eye, Abbas mengatakan, dia bersedia bergabung dengan koalisi setelah semua pihak sepakat untuk melayani kepentingan masyarakat Arab.

"Kami ingin pemerintah yang dibentuk akan melayani semua warga negara, termasuk warga Arab, jadi kami membuat keputusan yang sulit. Ada banyak perbedaan pendapat dan kami memahami itu, tetapi kami harus mencapai kesepakatan keseluruhan," kata dia.

“Ini pertama kalinya partai Arab menjadi mitra dalam pemerintahan. Kami berharap seluruh proses akan berhasil dan akhirnya pemerintahan akan terbentuk setelah empat pemilihan,” tambah Abbas.

Baca Juga: [WANSUS] Zionisme, Yahudi, Israel dan Miskonsepsi di Indonesia

3. Tantangan menanti pemerintahan di masa mendatang

Oposisi Israel Sepakat Depak Benjamin Netanyahu dari Perdana MenteriIlustrasi Israel (Twitter/@yairlapid)

Yossi Beilin, mantan menteri kehakiman, menyambut baik pengumuman itu. Tetapi, dia mewanti-wanti kesulitan yang akan menghadang di masa mendatang.

“Situasi di mana delapan partai menengah dan kecil membentuk koalisi belum pernah terjadi sebelumnya. Ini tidak akan mudah. Netanyahu masih ada,” tutur dia.

“Kita harus berdoa dan berharap bahwa pemerintah ini tidak hanya akan menggulingkan Netanyahu, tetapi juga akan mampu tampil dan berkelanjutan,” kata Beilin.

Netanyahu diperkirakan akan terus berjuang untuk membuat anggota parlemen membelot, sehingga Lapid gagal memperoleh dukungan mayoritas di Knesset. Pasalnya, selain kehilangan jabatan, Netanyahu juga berurusan dengan berbagai tuntutan pidana, seperti penyuapan, korupsi, dan penyalahgunaan jabatan.

Kalau dia tidak menjadi perdana menteri, Netanyahu tidak akan bisa mendorong perubahan undang-undang yang bisa memberinya perlindungan.

Baca Juga: 5 Fakta Pemilu Israel 2021: Akankah Dominasi Netanyahu Runtuh? 

Topik:

  • Vanny El Rahman
  • Anata Siregar

Berita Terkini Lainnya