Paus Fransiskus: Rakyat Myanmar Jangan Menyerah atas Kejahatan

Lebih dari 790 warga meninggal sejak kudeta 1 Februari 2021

Jakarta, IDN Times - Paus Fransiskus mendukung warga Myanmar untuk terus berjuang dan tidak menyerah atas kejahatan yang dilakukan oleh junta militer. Beberapa saat lalu, Paus sempat menuturkan bila dia rela bersujud di jalan jika hal itu bisa menghentikan kekerasan di Burma.

“Negara Myanmar yang Anda cintai sedang mengalami kekerasan, konflik, dan penindasan,” kata Paus ketika sesi Misa khusus untuk komunitas Myanmar di Italia, Minggu (16/5/2021), sebagaimana diberitakan Reuters.

“Dia (masyarakat Myanmar) tidak boleh pasrah pada kejahatan, tidak boleh membiarkan dirinya diliputi kesedihan, tidak boleh mundur dalam kepahitan akan kekalahan dan kecewaan,” tambah Paus.

Baca Juga: Paus Fransiskus Minta Kekerasan di Yerusalem Timur Segera Dihentikan

1. Tidak boleh menyerah meski dalam situasi gelap

Paus Fransiskus: Rakyat Myanmar Jangan Menyerah atas Kejahatan(Paus Fransiskus ketika memberikan pesan Natal 2019 di Lapangan Santo Petrus) vaticannews.va

Paus Fransiskus termasuk salah satu pemimpin global yang paling blak-blakan bicara soal krisis Myanmar, sekalipun mayoritas umat menganut ajaran Buddha atau hanya 800 ribu umat Katolik Roma di sana.

Paus beharap masyarakat Myanmar tidak kehilangan harapan, “bahkan di malam gelap dengan kesedihan, bahkan ketika kejahatan tampaknya telah menguasai,” ungkapnya.

Selain itu, Paus juga meminta agar warga Myanmar tidak menyerah dengan logika kebencian dan balas dendam. Salah satu pesan tegas Paus adalah persatuan merupakan nilai penting yang tidak dapat ditoleransi.

Paus menyoroti kejadian di Myanmar sejak kudeta terjadi pada 1 Februari 2021. Pemimpin junta Jenderal Min Aung Hlaing mengerahkan seluruh kekuatan, termasuk menembaki warga sipil, demi mempertahankan kekuasaannya.

2. PBB dekati Thailand untuk menekan Myanmar

Paus Fransiskus: Rakyat Myanmar Jangan Menyerah atas KejahatanPendemo memprotes kudeta militer di Yangon, Myanmar, Rabu (17/2/2021). ANTARA FOTO/REUTERS/Stringer

Dilansir dari Channel News Asia, Utusan khusus Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk Myanmar, Christine Schraner Burgener, bertemu dengan Perdana Menteri (PM) Thailand, Prayut Chan-o-cha, pada Jumat, 14 Mei 2021.

Pada pertemuan yang berlangsung di Bangkok, Thailand, Burgener meminta Chan-o-cha agar Thailand memainkan peran yang lebih konstruktif dan kooperatif demi menyudahi krisis berkepanjangan di Myanmar. Sejak lama, Burgener khawatir situasi di Myanmar akan memburuk dan menjadikannya sebagai negara gagal.

Kepada Burgener, Chan-o-cha manyampaikan bahwa pemerintahnya siap untuk mendengarkan dan bertukar informasi dalam upaya menyusun strategi terkait isu kudeta Myanmar.

Burgener juga sempat membahas tentang bantuan kemanusiaan dan upaya perlindungan kepada rakyat Myanmar yang melintasi perbatasan untuk menyelamatkan diri dari kejaran junta. 

Baca Juga: Penyair Myanmar Tewas dalam Tahanan, Organ Tubuhnya Diambil

3. Perlawanan bergeser ke daerah minoritas

Paus Fransiskus: Rakyat Myanmar Jangan Menyerah atas KejahatanPengunjuk rasa memprotes kudeta militer di Yangon, Myanmar, Rabu (17/2/2021). ANTARA FOTO/REUTERS/Stringer

Pertemuan pemimpin Asia Tenggara yang berlangsung di Sekretariat ASEAN, Jakarta, Indonesia belum membuahkan hasil. Meski pertemuan mencapai suatu konsensus, termasuk Min Aung yang hadir mewakili pemimpin de facto Myanmar, tetapi junta sepertinya tidak memiliki komitmen untuk merealisasikan kesepakatan tersebut.

Tatmadaw, julukan untuk militer Myanmar, tetap menggunakan kekerasan untuk melawan gerakan anti-kudeta. Beberapa pekan terakhir, militer sibuk untuk memerangi etnis pemberontak bersenjata yang tidak mendukung kudeta.

Pada Kamis (13/5/2021), junta mengumumkan darurat militer di kotapraja Mindat di negara bagian barat Chin, yang berbatasan dengan India. Daerah terpencil itu menjadi salah satu yang paling militan melawan pasukan bersenjata.

National Unity Government (NUG) tengah mengumpulkan pasukan dan amunisi untuk membentuk Angkatan Pertahanan Rakyat.

Berdasarkan laporan Asosiasi Bantuan untuk Tahanan Politik, sedikitnya 790 orang meninggal dunia akibat bentrokan dengan aparat, sejak pemerintahan sipil Aung San Suu Kyi dilengserkan secara inkonstitusional.

Baca Juga: Negaranya Masih Kacau, Junta Myanmar Setujui Investasi Rp40 Triliun

Topik:

  • Anata Siregar

Berita Terkini Lainnya