PBB: Malnutrisi Ancam Puluhan Ribu Nyawa di Ethiopia

Ada banyak anak-anak yang kelaparan hingga rentan mati

Jakarta, IDN Times - Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) memperingatkan soal situasi malnutrisi yang sangat akut di wilayah Tigray, Ethiopia. Perseteruan antara pemerintah dengan kelompok pemberontak menjadi penyebab sulitnya bantuan kemanusiaan memasuki wilayah yang sudah berkonflik lebih dari 100 hari itu.
 
"Meskipun ada beberapa kemajuan, respons kemanusiaan sangat tidak sebanding dengan besarnya kebutuhan di wilayah tersebut,” demikian tertulis dalam laporan UN’s Office for the Coordination of Humanitarian Affairs (OHCA), sebagaimana dilansir Al Jazeera, Minggu (21/2/2021).
 
“Bantuan terbatas khususnya di daerah pedesaan karena kendala akses dan ketidakstabilan keamanan, ada kesenjangan dan tantangan yang akut di semua sektor.” 

Baca Juga: Ethiopia Kembali Memanas, Eks Menlu Diserang Militer

1. Malnutrisi mengancam nyawa manusia

PBB: Malnutrisi Ancam Puluhan Ribu Nyawa di EthiopiaDokumentasi - Anggota Pasukan Khusus Amhara kembali ke pangkalan Militer Divisi 5 Mekanis Dansha setelah bertempur melawan Front Pembebasan Rakyat Tigray (TPLF), di Danasha, wilayah Amhara dekat perbatasan dengan Tigray, Ethiopia (9/11/2020). ANTARA/REUTERS/Tiksa Negeri/aa. (REUTERS/TIKSA NEGERI)

Sejak awal Februari, Palang Merah Ethiopia telah memperingatkan bahwa bantuan kemanusiaan belum menjangkau 80 persen dari enam juta penduduk yang mendiami wilayah konflik. Jika dalam dua bulan hal ini terus berlanjut, maka puluhan ribu orang akan mati kelaparan.
 
Dokumen OCHA juga menjelaskan, pencatatan awal terhadap 227 anak di bawah usia lima tahun menunjukkan, kekurangan gizi pada usia anak memasuki fase yang mengkhawatirkan.
 
Pemeriksaan lain terhadap  3.500 anak menemukan 109 di antaranya mengalami kekurangan gizi parah. PBB menggolongkan mereka dalam kategori orang sangat kurus yang berisiko meninggal dunia.
 
“Malnutrisi (di Tigray) diperkirakan memburuk karena rumah tangga dibatasi makan lebih sedikit setiap hari,” kata laporan itu.
 

2. Ada pula berbagai bentuk kekerasan lainnya

PBB: Malnutrisi Ancam Puluhan Ribu Nyawa di EthiopiaPengungsi asal Ethiopia yang menyelamatkan diri dari peperangan di wilayah Tigray, membawa air di jerigen di kamp Fashaga, perbatasan Sudan-Ethiopia, daerah Kassala, Sudan, Selasa (24/11/2020). REUTERS/Mohamed Nureldin Abdallah/HP/djo (REUTERS/MOHAMED NURELDIN ABDALLAH)

Baca Juga: Diduga Konflik Etnis, Ratusan Orang Dibunuh di Ethiopia

Selain kelaparan dan gizi buruk, OCHA juga memaparkan bentuk kejahatan lain yang terjadi di wilayah konflik, seperti pembunuhan terhadap warga sipil dan kekerasan berbasis gender.
 
“Perempuan dan anak-anak yang mengungsi berada pada risiko tinggi pelecehan dan eksploitasi. Sementara, penilaian di pusat-pusat pengungsian di Mekelle, Adigrat dan Shire menunjukkan bahwa kurangnya infrastruktur yang parah membuat perempuan dan anak perempuan terkena kekerasan seksual dan berbasis gender,” laporan itu mencatat.
 
Ribuan orang diyakini telah tewas sejak pertempuran dimulai. Ratusan ribu orang telah mengungsi, sekitar 60 ribu di antaranya mengungsi ke Sudan.

3. Konflik terjadi di wilayah Tigray

PBB: Malnutrisi Ancam Puluhan Ribu Nyawa di EthiopiaPengungsi Ethiopia yang melarikan diri dari perseteruan yang sedang terjadi di daerah Tigray, menunggu untuk mendapatkan makanan di kamp Um-Rakoba, di perbatasan Sudan-Ethiopia, di negara bagian Al-Qadarif, Sudan, Senin (23/11/2020). ANTARA FOTO/REUTERS/Mohamed Nureldin Abdallah/foc/cfo/aa.

Sebagai informasi, Perdana Menteri Ethiopia Abiy Ahmed mengerahkan pasukan ke wilayah utara pada 4 November 2020. Operasi itu merupakan tanggapan pemerintah atas dugaan serangan di kamp tentara federal oleh Front Pembebasan Rakyat Tigray (TPLF), partai yang sempat menguasai pemerintah federal negara itu.
 
Pada 28 November 2020, Abiy mengumumkan kemenangan setelah TPLF menarik diri dari Mekelle dan kota-kota besar lainnya. Namun, pertempuran dalam skala rendah terus berlanjut. Beberapa anggota senior TPLF masih buron, meskipun pemerintah federal telah menangkap atau membunuh sejumlah mantan pejabat.
 
Pemerintah merespons ketegangan dengan menerapkan penguncian wilayah dan pemadaman akses komunikasi, sehingga menghambat distribusi bantuan kemanusiaan. Media bahkan tidak bisa masuk ke wilayah konflik untuk mewartakan bagaimana kekerasan hak asasi manusia (HAM) terjadi di sana.
 
Ironisnya, bantuan tak kunjung didistribusikan secara masif, meski Presiden Ethiopia Sahle-Work Zewde mengetahui dampak dari keputusan yang dia ambil.
 
"Penundaan (akibat penguncian wilayah dan pemutusan akses komunikasi) sangat signifikan dalam mengantarkan (bantuan) kepada orang yang membutuhkan. Kebutuhannya sangat besar, tetapi kami tidak dapat berpura-pura bahwa kami tidak melihat atau mendengar apa yang sedang berlangsung,” katanya setelah kunjungan ke Mekelle.
 

Baca Juga: PBB dan Ethiopia Setuju Izinkan Penyaluran Bantuan ke Wilayah Tigray

Topik:

  • Hana Adi Perdana

Berita Terkini Lainnya