PBB: Myanmar Bisa Jadi Negara Gagal karena Kejahatan Kemanusiaan Junta

Hampir 900 warga sipil meninggal akibat represivitas junta

Jakarta, IDN Times - Pakar hak asasi manusia (HAM) Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menyebut junta militer Myanmar telah melakukan kejahatan terhadap kemanusiaan. Atas dasar itulah, kata dia, masyarakat internasional tidak lagi memiliki alasan untuk diam dan sekadar menyaksikan apa yang terjadi di Burma.

Thomas Andrews, pakar HAM PBB yang juga merangkap sebagai pelapor khusus PBB untuk Myanmar, mengungkapkan hal itu di hadapan Dewan HAM PBB pada Rabu (7/7/2021). Dia mengecam represivitas junta yang dilakukan secara meluas dan sistematis terhadap rakyat sejak kudeta 1 Februari 2021.

"Pasukan junta militer telah membunuh sekitar 900 orang, memaksa ratusan ribu orang mengungsi, menyiksa banyak orang, termasuk menyiksa orang dalam tahanan sampai mati, menghilangkan jumlah yang tak terhitung; dan secara sewenang-wenang menahan hampir 6.000 orang," kata Andrews sebagaimana diwartakan Channel News Asia.

1. Komunitas internasional gagal menekan junta meski sederet kejahatan kemanusiaan terjadi

PBB: Myanmar Bisa Jadi Negara Gagal karena Kejahatan Kemanusiaan JuntaKepala junta Myanmar Jenderal Senior Min Aung Hlaing, yang menggulingkan pemerintah terpilih dalam kudeta pada 1 Februari, memimpin parade militer pada Hari Angkatan Bersenjata di Naypyitaw, Myanmar, Sabtu (27/3/2021). ANTARA FOTO/REUTERS/Stringer

Kendati berbagai fakta telah dibeberkan, Andrews menyayangkan karena masyarakat internasional tidak tegas merespons kekerasan junta.

"Komunitas internasional mengecewakan rakyat Myanmar," ujar dia.

Selain pembunuhan dan penyiksaan, junta juga telah memotong distribusi makanan, air, dan obat-obatan bagi mereka yang mengungsi akibat serangan di desa-desa.

Menurut Andrews, junta bahkan menyandera anggota keluarga ketika pasukannya tidak dapat menemukan seseorang yang ditetapkan sebagai buronan. Baru-baru ini, mereka bahkan menangkap anak berusia empat tahun.

Baca Juga: PBB Khawatir Krisis Kudeta Myanmar Berujung Kekacauan Asia Tenggara

2. Masyarakat Myanmar mulai kehilangan harapan dengan komunitas internasional

PBB: Myanmar Bisa Jadi Negara Gagal karena Kejahatan Kemanusiaan JuntaPengunjuk rasa menggelar aksi protes terhadap kudeta militer di Kota Yangon, Myanmar, Sabtu (6/2/2021). Mereka menuntut pembebasan pemimpin terpilih Myanmar Aung San Suu Kyi. ANTARA FOTO/REUTERS/Stringer/wsj.

Respons komunitas internasional, mulai dari embargo senjata di Majelis Umum PBB, kecaman dari Dewan Keamanan PBB, tekanan dari ASEAN, hingga sanksi dari berbagai negara Barat belum mampu menundukkan junta.

Pemimpin junta sekaligus dalang kudeta, Jenderal Min Aung Hlaing, masih berdiri kokoh sebagai pemimpin de facto Myanmar.

"Beberapa di Myanmar telah kehilangan harapan bahwa bantuan dari komunitas internasional akan datang dan malah berusaha membela diri melalui pembentukan pasukan pertahanan dan tindakan sabotase," tambahnya, mewanti-wanti skala kekerasan yang berpotensi meluas.

"Tren ini bisa meningkat dengan cepat dan pola junta yang menggunakan kekuatan yang sangat tidak proporsional sebagai tanggapan kemungkinan akan menyebabkan hilangnya nyawa yang lebih besar," sambung dia.

3. Myanmar terancam menjadi negara gagal

PBB: Myanmar Bisa Jadi Negara Gagal karena Kejahatan Kemanusiaan JuntaRibuan warga Myanmar menuntut militer Myanmar untuk segera menghentikan tindakan kekerasan setelah kudeta. (Twitter.com/PamelaFalk)

Andrews mengulangi seruan untuk pembentukan Koalisi Darurat Internasional untuk Rakyat Myanmar, yang dapat menjatuhkan sanksi dan secara signifikan mengurangi pendapatan yang dibutuhkan junta untuk melanjutkan terornya.

"Potong pendapatan mereka dan Anda akan memotong kapasitas mereka untuk melanjutkan serangan tanpa henti terhadap rakyat Myanmar," papar dia.

Komunitas internasional juga harus melarang penjualan senjata ke militer Myanmar dan meluncurkan penyelidikan atas pelanggaran yang dilakukan.

“Negara-negara juga harus menolak klaim legitimasi apapun yang coba ditegaskan oleh junta. Tidak ada jaminan bahwa pendekatan ini akan berhasil. Tetapi, ada banyak bukti bahwa yang terjadi saat ini mengarah pada impunitas, bencana kemanusiaan, dan negara gagal,” tutup Andrews.

Baca Juga: Singapura Kecewa Kinerja ASEAN Tangani Krisis Myanmar Lambat

Topik:

  • Dwifantya Aquina

Berita Terkini Lainnya