PBB: Myanmar dalam Kondisi Paling Berdarah, 38 Orang Tewas Sehari
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Jakarta, IDN Times - Utusan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk Myanmar Christine Schraner Burgener melaporkan, sedikitnya 38 orang tewas di tengah bentrokan antara aparat dengan masyarakat sipil, yang menolak kudeta militer pada Rabu (3/3/2021). PBB menyebutnya sebagai hari “paling berdarah” sejak demonstrasi meletus di Burma.
"Hanya hari ini (3 Maret 2021), 38 orang tewas. Hari ini adalah hari paling berdarah sejak kudeta terjadi,” kata Christine sebagaimana dilaporkan Channel News Asia, Kamis (4/3/2021).
Dia juga menambahkan, sudah lebih dari 50 orang tewas secara total sejak militer mengambil alih kekuasaan.
Baca Juga: 18 Orang Tewas, AS Janji Jatuhkan Sanksi Tambahan pada Myanmar
1. Mendesak PBB agar mengambil tindakan tegas
Pada kesempatan yang sama, Christine meminta PBB mengambil tindakan tegas kepada para jenderal. Sebab, kecaman dari komunitas internasional saja belum cukup untuk membuat fraksi militer yang dipimpin Jenderal Min Aung Hlaing melunak kepada para demonstran.
Sebagai informasi, bentrokan terjadi satu hari setelah pertemuan informal menteri luar negeri (Menlu) negara-negara Asia Tenggara. Dalam pertemuan tersebut, Myanmar diminta menahan diri dari respons represif supaya korban tidak bertambah banyak.
"Saya akan terus maju, kami tidak akan menyerah," ujar Christine.
2. Amerika Serikat mendesak Tiongkok turut mengambil tindakan tegas
Editor’s picks
Amerika Serikat (AS) menyebut kejadian di Burma sebagai peristiwa yang menjijikkan. Juru bicara Departemen Luar Negeri Ned Price mendesak, agar semua negara bisa duduk bersama untuk mengutuk dan menjatuhkan sanksi atas perbuatan yang dilakukan militer Burma kepada rakyatnya.
AS juga berharap Tiongkok yang sebelumnya menjalin relasi baik dengan Naypyidaw, memanfaatkan kedekatannya untuk menyudahi kerusuhan dengan jalan konstruktif.
"Tiongkok memiliki pengaruh di kawasan itu, memiliki pengaruh dengan Junta militer. Kami telah meminta Tiongkok untuk menggunakan pengaruh itu dengan cara yang konstruktif, dengan cara yang memperhatikan kepentingan rakyat Burma," terang Price.
3. Demonstrasi masih berlanjut
Puluhan korban nyawa, ratusan orang terluka, deretan mobil meriam air, hingga puluhan selongsong gas air mata tidak melemahkan minat jutaan warga Myanmar turun ke jalan. Mereka menuntut pembebasan atas pemimpin de facto sekaligus penasihat negara Aung San Suu Kyi, Presiden Win Myint, serta tahanan politik lainnya.
Kelompok pemantau dari Asosiasi Bantuan Tahanan Politik (AAPP) melaporkan, lebih dari 1.200 orang telah ditangkap dan ditetapkan sebagai tahanan politik sejak kudeta. Diperkirakan masih ada 900 orang berada di balik jeruji besi menanti dakwaan.
"Kami tahu bahwa kami selalu bisa ditembak dan dibunuh dengan peluru tajam, tapi tidak ada artinya tetap hidup di bawah junta, jadi kami memilih jalan berbahaya ini untuk melarikan diri," kata aktivis Maung Saungkha kepada Reuters.
"Kami akan melawan junta dengan cara apapun yang kami bisa. Tujuan akhir kami adalah untuk menghilangkan sistem junta dari akarnya," sambung Saungkha, seraya menambahkan bahwa protes di sejumlah kota masih akan berlangsung hari ini, Kamis (4/3/2021).
Baca Juga: Indonesia Desak Militer Myanmar Lepaskan Tahanan Politik