PBB Usul Negara G20 Buat Gugus Tugas Pemerataan Distribusi Vaksin

Sekjen PBB Guterres kritik distribusi vaksin tidak adil

Jakarta, IDN Times - Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa (Sekjen PBB) Antonio Guterres mengkritik distribusi vaksin COVID-19, yang tidak adil dan tidak merata. Sebab, masih ada 130 negara yang belum menerima satu pun dosis vaksin. Pada saat yang sama, 10 negara kaya tercatat menguasai 75 persen dari ketersediaan vaksin secara global.
 
“Pada saat kritis ini, pemerataan vaksin merupakan ujian moral terbesar di hadapan masyarakat global,” kata Guterres saat berbicara dalam pertemuan tingkat tinggi Dewan Keamanan PBB, Rabu, 17 Februari 2021, sebagaimana dilaporkan Al Jazeera.

Baca Juga: [LINIMASA] Kemajuan Vaksin COVID-19 Terkini di Dunia

1. PBB menyarankan negara G20 buat gugus tugas vaksin COVID-19

PBB Usul Negara G20 Buat Gugus Tugas Pemerataan Distribusi VaksinIlustrasi vaksin atau jarum suntik (IDN Times/Arief Rahmat)

Lelaki asal Portugal itu menyerukan rencana vaksinasi global, sebagai skema yang menyatukan ilmuwan, produsen vaksin, dan donor, untuk memastikan agar semua orang di setiap negara memperoleh inokulasi sesegera mungkin.
 
Guterres kemudian mendorong 20 negara dengan kekuatan ekonomi terbaik di dunia (G20), untuk membentuk gugus tugas darurat. “(Kapasitasnya adalah) menyatukan perusahaan farmasi, pelaku industri, dan logistik utama (vaksin),” kata dia.
 
Guterres juga meyakini pertemuan tujuh negara industri pada Jumat, 12 Februari 2021--Amerika Serikat (AS), Jerman, Jepang, Inggris, Prancis, Kanada, dan Italia--dapat menjadi momentum untuk memobilisasi sumber daya keuangan yang diperlukan demi mengejar pemerataan vaksin.

2 Konflik mempersulit distribusi vaksin

PBB Usul Negara G20 Buat Gugus Tugas Pemerataan Distribusi VaksinDesa Al-Harabia di dekat Perbatasan Lebanon-Israel yang ikut menjadi sasaran gempuran Artileri Israel, pada 27 Juli 2020. twitter.com/A7_Mirza

Koresponden Al Jazeera dari Markas Besar PBB James Bays menyampaikan, potensi permasalahan dalam memerangi pandemik COVID-19 adalah distribusi vaksin yang tidak merata. Bays menyoroti hambatan distribusi vaksin di negara-negara konflik.
 
“Kurang dari 1 persen dari vaksin COVID-19 secara global telah diberikan di 32 negara yang saat ini menghadapi krisis kemanusiaan paling parah,” ungkap dia.
 
Sementara, Menteri Luar Negeri Inggris Dominic Raab mendesak Dewan Keamanan PBB agar mengadopsi resolusi yang menyerukan gencatan senjata di zona konflik, untuk mempermudah pengiriman vaksin.
 
Inggris menyebut lebih dari 160 juta orang berisiko dikeluarkan dari vaksinasi virus corona karena mereka tinggal di negara-negara yang dilanda konflik, termasuk Yaman, Suriah, Sudan Selatan, Somalia, dan Ethiopia.
 
“Organisasi kemanusiaan dan badan-badan PBB membutuhkan dukungan penuh dari Dewan (Keamanan) untuk dapat melakukan pekerjaan yang kami ingin dilakukan oleh mereka (Dewan Keamanan),” kata Duta Besar Inggris untuk PBB, Barbara Woodward.

Woodward mencontohkan, gencatan senjata sebelumnya telah digunakan untuk vaksinasi, merujuk jeda dua hari dalam pertempuran di Afghanistan pada 2001, yang memungkinkan 35 ribu pekerja kesehatan dan sukarelawan untuk memvaksinasi polio 5,7 juta anak di bawah usia lima tahun.

3. Progam COVAX WHO juga dikritik

PBB Usul Negara G20 Buat Gugus Tugas Pemerataan Distribusi VaksinBendera berkibar di kantor pusat WHO di Jenewa, Swiss (www.who.int)

Dalam pertemuan yang dihadiri Guterres, 13 menteri diminta berpidato mengenai peningkatan akses vaksin COVID-19. Menteri Luar Negeri Meksiko Marcelo Ebrard, menyinggung soal ketimpangan vaksin di kawasan Amerika Latin. Bersamaan dengan itu, negara-negara di Amerika Utara telah memvaksinasi jutaan populasinya.  
 
Program COVAX yang digagas World Health Organization (WHO) dinilai gagal mencapai tujuannya, yaitu membeli vaksin dalam jumlah besar dan mendistribusikannya kepada negara miskin. Alhasil, beberapa negara berkembang mulai sibuk membuat kesepakatan mandiri dengan para produsen vaksin.
 
Woodward mengatakan, Inggris mendukung pencadangan 5 persen dosis COVAX sebagai penyangga atau upaya terakhir untuk memastikan bahwa populasi berisiko tinggi memiliki akses ke vaksin COVID-19.
 
Sebagai informasi, dilansir dari Worldometer, sekurangnya 110 juta orang telah terinfeksi SARS-CoV-2 dan 2,4 juta di antaranya berujung kematian.

Baca Juga: Epidemiolog Bikin Petisi Tolak Vaksinasi Mandiri, Apa Alasannya?

Topik:

  • Rochmanudin

Berita Terkini Lainnya