Pemerintah Bayangan Myanmar Ingin Dilibatkan di KTT ASEAN
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Jakarta, IDN Times - Pemerintah bayangan (shadow government) Myanmar pada Minggu (18/4/2021) mendesak para pemimpin Asia Tenggara untuk memberikan kursi selama Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ASEAN pekan depan. Mereka juga mendesak ASEAN untuk tidak mengakui pemerintahan hasil kudeta yang saat ini dipimpin oleh Jenderal Min Aung Hlaing.
Beberapa hari sebelumnya, Kementerian Luar Negeri Thailand menginformasikan, pemimpin Junta, Min Aung Hlaing, akan menghadiri KTT yang diagendakan berlangsung di Jakarta, Indonesia pada 24 April 2021. Lawatan itu akan menjadi perjalanan resmi pertamanya sejak kudeta pemimpin sipil Aung San Suu Kyi.
Baca Juga: Otak Kudeta Myanmar Min Aung Hlaing akan Hadiri KTT ASEAN di Jakarta
1. Pemerintah bayangan belum diminta kehadirannya oleh ASEAN
Moe Zaw Oo selaku Wakil Menteri Luar Negeri untuk Pemerintah Persatuan Nasional (NUG), sebutan untuk pemerintahan bayangan yang dibentuk pada Jumat (16/4/2021) oleh sebagian anggota parlemen yang digulingkan, mengatakan ASEAN belum meminta mereka menghadiri KTT.
"Jika ASEAN ingin membantu menyelesaikan situasi Myanmar, mereka tidak akan mencapai (kesepakatan) apa pun tanpa berkonsultasi dan bernegosiasi dengan NUG yang didukung oleh rakyat dan memiliki legitimasi penuh," katanya kepada Burma Voice of America, sebagaimana dilaporkan Channel News Asia.
"Penting agar dewan militertidak diakui. Ini perlu ditangani dengan hati-hati," tambah Moe Zaw.
2. Kehadiran Min Aung menuai polemik
Editor’s picks
Hingga saat ini, Brunei Darussalam sebagai Ketua ASEAN belum mengumumkan secara resmi tentang kehadiran dalang dari kudeta 1 Februari 2021. Namun, sejumlah pihak telah mengecam ASEAN karena memberi kursi kepada Min Aung.
Para demonstran di Palaw, kawasan sebelah selatan Myanmar, mengacungkan spanduk yang bertuliskan "Diktator militer seharusnya tidak diizinkan untuk memerintah. Kediktatoran akan dicabut. Dukung pemerintah persatuan nasional."
Sebagai informasi, Asosiasi Bantuan untuk Tahanan Politik melaporkan, bentrokan antara demonstran dengan aparat telah menewaskan sedikitnya 730 orang, dan lebih dari 3.100 orang ditetapkan sebagai tahanan politik, termasuk para aktivis serta jurnalis.
Angka kematian riil bisa lebih tinggi, sebab lembaga pemantau dan media kesulitan untuk melakukan verifikasi informasi yang beredar. Di sisi lain, mereka juga kesulitan mengidentifikasi orang-orang yang dihilangkan secara paksa.
3. Indonesia berharap bisa mendudukkan pihak yang bersengketa
Menteri Luar Negeri Republik Indonesia, Retno Marsudi, sedari awal telah menyatakan sikapnya sebagai pemimpin de facto dari diplomasi ulang alik pada kasus Myanmar. Indonesia tegas mendukung pemerintahan sipil yang telah memenangkan pemilu secara sah di bawah kepempininan Aung San Suu Kyi.
Tetapi, Retno mengatakan, konflik bisa berakhir dan restorasi demokrasi bisa berjalan ketika seluruh pihak yang bersengketa duduk bersama menyelesaikan permasalahan ini.
"Dalam kondisi sulit, komunikasi dengan semua pihak harus tetap dilakukan, agar pesan dapat disampaikan, kontribusi dapat ditawarkan. Sehingga situasi tidak memburuk, dan upaya penyelesaian dapat dilakukan," ujar Retno pada Februari lalu, setelah bertemu Menteri Luar Negeri Thailand, Wunna Maung Lwin.
Baca Juga: Myanmar: Pemerintahan Tandingan Junta Militer Diumumkan