Polemik Larangan Burqa dan Tutup Madrasah di Sri Lanka Masih Wacana

Lebih dari 1.000 madrasah akan ditutup jika sudah disahkan

Jakarta, IDN Times - Rencana pemerintah Sri Lanka melarang penggunaan burqa dan menutup ribuan sekolah Islam atau madrasah menuai polemik. Kebijakan itu dianggap sebagai upaya yang efektif untuk menangkal penyebaran paham radikal, yang diidentikkan dengan Islam.
 
Menanggapi sorotan dari masyarakat dunia, Kementerian Luar Negeri (Kemlu) Sri Lanka menegaskan, kebijakan tersebut masih wacana. Belum ada keputusan resmi dari pemerintah untuk mengesahkan proposal yang diajukan Menteri Keamanan Publik Sarath Weerasekara itu.
 
“Itu hanyalah sebuah proposal yang sedang dalam pembahasan. Usulan ini didasarkan pada tindakan pencegahan yang diperlukan, dengan alasan keamanan nasional, menyusul penyelidikan Komisi Penyelidik Presiden (PCoI) tentang serangan pada Minggu Paskah,” kata Menlu Sri Lanka Jayanath Colombage, melalui rilis kedutaan yang diterima IDN Times, Rabu (17/3/2021). 

Baca Juga: Usai Bom, Sri Lanka Larang Burqa

1. Pemerintah akan memutuskan setelah berkomunikasi dengan berbagai pihak

Polemik Larangan Burqa dan Tutup Madrasah di Sri Lanka Masih WacanaYouTube/RedDoor Video

Dilansir dari Al Jazeera, pemerintah Sri Lanka tidak akan gegabah mengesahkan proposal yang mendiskriminasi umat Islam. Pemerintah menyadari potensi kekisruhan dari suatu larangan. Oleh sebab itu, mereka akan berkonsultasi dengan pihak terkait untuk mencapai konsensus.
 
“Itu akan dilakukan dengan konsultasi. Jadi butuh waktu,” ujar juru bicara pemerintahan Keheliya Rambukwella pada Selasa, 17 Maret 2021.
 
Paling tidak pemerintah akan menutup lebih dari 1.000 sekolah Islam jika proposal tersebut disahkan, karena tidak terdaftar dan diduga tidak mengadopsi kurikulum pendidikan nasional. Populasi umat Islam di Sri Lanka mencapai 9 persen dari total 22 juta penduduk.

2. Mendapat kecaman dari komunitas internasional

Polemik Larangan Burqa dan Tutup Madrasah di Sri Lanka Masih WacanaIlustrasi Stigma terhadap Cadar, Stereotip Cadar (IDN Times/Mardya Shakti)

Seorang diplomat asal Pakistan Saad Khattak mengatakan, pelarangan tersebut hanya akan menyakiti perasaan umat Islam di seluruh dunia, terkhusus Muslim Sri Lanka.
 
Pelapor khusus Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk kebebasan beragama atau berkeyakinan Ahmed Shaheed menuturkan melalui akun Twitter-nya, larangan itu tidak sesuai dengan hukum internasional dan melanggar hak kebebasan beragama serta berekspresi.
 
Pemakaian burqa di Sri Lanka sempat dilarang pada 2019, tidak lama setelah serangan bom pada Minggu Paskah di gereja dan hotel yang menewaskan lebih dari 260 orang.

Dua kelompok ekstremis Islam lokal berbaiat kepada Islamic State of Iraq and Syria (ISIS) disebut-sebut sebagai dalang atas serangan yang merusak dua gereja Katolik Roma dan satu gereja Protestan.

3. Burqa dianggap sebagai ancaman terhadap keamanan nasional

Polemik Larangan Burqa dan Tutup Madrasah di Sri Lanka Masih WacanaANTARA FOTO/AMAQ via SITE INTEL GROUP/Handout via REUTERS TV

Melansir dari laman The Guardian, Sarath Weerasekara mengatakan dalam sebuah video ketika ia berada di kuil Buddha, "burqa berdampak langsung pada keamanan nasional." Selain itu, ia juga mengatakan, “itu adalah tanda ekstremisme agama yang muncul baru-baru ini. Kami pasti akan melarangnya."
 
Sri Lanka selama bertahun-tahun dilanda perang saudara yang telah menyebabkan sekitar 100 ribu orang meninggal dunia. Letnan Kolonel Gotabaya Rajapaksa yang saat ini menjadi Presiden Sri Lanka dianggap sebagai orang yang berpengaruh dalam memadamkan konflik tersebut.

Ketika ia terpilih menjadi Presiden ke-8 Sri Lanka, ia menjanjikan tindakan keras kepada para ekstremis di negaranya. Melansir dari laman Al Jazeera, dengan aturan Undang-Undang Pencegahan Terorisme, dia mengizinkan penahanan terhadap siapa pun yang diduga menyebabkan “tindakan kekerasan atau ketidakharmonisan agama, ras atau komunal atau perasaan niat buruk atau permusuhan antara komunitas yang berbeda.”

Aturan pelarangan burqa dan penutupan madrasah tersebut juga akan berada di bawah Undang-Undang Pencegahan Terorisme. Meski begitu, komunitas pembela hak asasi dan komunitas internasional mengecam dan meminta undang-undang itu dicabut, karena dianggap banyak melanggar hak asasi manusia.

Dikutip dari BBC, wakil presiden Dewan Muslim Sri Lanka Hilmi Ahmed mengatakan, jika pejabat memiliki masalah dalam mengidentifikasi orang-orang dengan burqa "tidak akan ada keberatan dari siapa pun untuk melepas penutup wajah demi tujuan (identifikasi) identitas.”

Namun, dia mengatakan, "itu (burqa) harus dilihat dari sudut pandang hak, dan bukan hanya dari sudut pandang agama."

Selain itu, sebagian besar madrasah juga telah terdaftar di pemerintah. “Mungkin ada sekitar 5 persen yang belum patuh dan tentu saja bisa ditindak,” tutup Ahmed.

Baca Juga: Sri Lanka akan Larang Burqa dan Tutup Ribuan Madrasah

Topik:

  • Rochmanudin

Berita Terkini Lainnya