Prancis Perketat Keamanan Masjid Selama Ramadan Usai Aksi Vandalisme 

Islamofobia di Prancis meningkat sebelum Ramadan

Jakarta, IDN Times - Menteri Dalam Negeri Prancis Gerald Darmanin menyerukan untuk memperketat keamanan rumah ibadah umat Islam, setelah aksi vandalisme yang merusak dinding masjid beberapa hari sebelum Ramadan.
 
Perintah itu berawal dari laporan pengurus masjid dan anggota komunitas muslim setempat, yang menemukan grafiti di sebuah masjid dan pusat budaya muslim di barat Kota Rennes pada Minggu pagi.
 
Grafiti tersebut termasuk tag yang menghina Islam, Nabi Muhammad, dan referensi untuk memulai kembali Perang Salib serta seruan agar Katolik dijadikan sebagai agama resmi negara. Kantor kejaksaan di Rennes telah memulai penyelidikan.

Baca Juga: Lockdown, Macron Tutup Seluruh Sekolah di Seluruh Prancis

1. Prasasti anti-muslim tidak dapat dibenarkan

Prancis Perketat Keamanan Masjid Selama Ramadan Usai Aksi Vandalisme Menteri Dalam Negeri Prancis, Gerald Darmanin, mendukung operasi untuk menangkap orang-orang yang dianggap "musuh Republik". Ilustrasi (wikimedia.org/Jacques Paquier)

Dilansir Al Jazeera, Gerald mengecam aksi vandalisme dan menyatakan solidaritasnya kepada 5,7 juta umat muslim di Prancis.
 
“Prasasti anti-Muslim yang telah ditorehkan di pusat budaya dan agama ini tidak dapat diterima. Kebebasan beribadah di Prancis adalah kebebasan fundamental,” kata Darmanin.
 
Setibanya di Rennes, Darminin telah meminta kepolisian Prancis dan gendarmerie, satuan penegak hukum untuk kota-kota kecil di daerah pedesaan, untuk mengawasi masjid-masjid di awal Ramadan. Adapun bulan suci bagi umat muslim itu jatuh pada hari Selasa (13/4/2021).

2. Khawatir soal keamanan umat Islam seiring meningkatnya islamofobia

Prancis Perketat Keamanan Masjid Selama Ramadan Usai Aksi Vandalisme Ilustrasi Stigma terhadap Cadar, Stereotip Cadar (IDN Times/Mardya Shakti)

Kekhawatiran terhadap keselamatan muslim dan kebebasan beribadah meningkat selama Ramadan, mengingat intensitas aksi yang menunjukkan islamofobia terjadi dalam beberapa hari terakhir.
 
Di bagian barat Kota Nantes, pintu masjid dibakar dengan api pada Kamis malam. Pada Jumat, seorang neo-Nazi berusia 24 tahun didakwa karena membuat ancaman terhadap sebuah masjid di Le Mans, Prancis barat.
 
Presiden National Observatory Against Islamophobia Abdallah Zekri mengatakan, segala tindakan yang dia sebut sebagai anti-Islam diperburuk oleh sikap politik sekelompok orang. "Sayangnya, deklarasi politisi tertentu hanya memperburuk keadaan," katanya kepada kantor berita AFP.

3. Paris mendorong RUU anti-separatisme yang dinilai rugikan umat Islam

Prancis Perketat Keamanan Masjid Selama Ramadan Usai Aksi Vandalisme Ilustrasi Cadar (IDN Times/Arief Rahmat)

Baru-baru ini, Senat Prancis mendukung pelarangan gadis di bawah usia 18 tahun mengenakan jilbab di depan umum. Langkah Senat merupakan tindak lanjut dari kebijakan Presiden Emmanuel Macron untuk memperkenalkan apa yang disebut sebagai RUU "anti-separatisme".
 
Dikatakan bahwa undang-undang yang diusulkan akan mendukung sistem sekuler Prancis. Tetapi, para kritikus mengecam RUU itu, dengan alasan RUU itu mendiskriminasi komunitas muslim.
 
Pembatasan pemakaian jilbab belum menjadi undang-undang. Majelis Nasional harus menandatangani setiap amandemen RUU anti-separatisme sebelum kebijakan tersebut berlaku. Majelis Nasional, yang didominasi oleh partai tengah Macron La République En Marche (LREM), telah menyetujui RUU asli.
 
Amnesty International bulan lalu mengkritik RUU tersebut yang dikhawatirkan menimbulkan serangan serius terhadap hak dan kebebasan di Prancis. RUU tersebut telah diperdebatkan dalam suasana yang sangat sengit di Prancis setelah tiga serangan pada akhir tahun lalu. Termasuk pemenggalan kepala guru Samuel Paty pada 16 Oktober, yang telah menunjukkan karikatur Nabi Muhammad kepada siswanya selama pelajaran tentang kebebasan berbicara.

Baca Juga: Sebelum positif COVID-19, Presiden Emmanuel Macron Bertemu PM Portugal

Topik:

  • Vanny El Rahman
  • Sunariyah

Berita Terkini Lainnya