Profil Tsai Ing-wen, Presiden Taiwan yang Berani Lawan Tiongkok

Dia adalah presiden perempuan pertama di Taiwan

Jakarta, IDN Times - Tsai Ing-wen adalah presiden perempuan pertama Taiwan yang lahir di Taipei pada 31 Agustus 1956. Dia merupakan putri bungsu dari 11 bersaudara. Ing-wen dibesarkan oleh orang tuanya yang bekerja sebagai pengusaha bengkel mobil kecil-kecilan di Kota Fungshan, Kabupaten Pingtung, wilayah selatan Taiwan.
 
Dilansir dari laman resmi pemerintahan Taiwan, Ing-wen lulus dari National Taiwan University pada 1978 sebagai sarjana hukum. Dia kemudian melanjutkan studi master hukum di Cornell University Law School, Amerika Serikat (AS), pada 1980 dan berhasil memperoleh gelar Ph.D bidang hukum dari London School of Economics and Political Science, Inggris, pada 1984. Spesialisasi yang dia ambil adalah perdagangan internasional dan hukum persaingan.
 
Setelah mengenyam pendidikan di berbagai negara, dia kemudian dianugerahkan gelar profesor dan sempat mengajar mata kuliah hukum di berbagai perguruan tinggi, antara lain National Chengchi University (1984-1990 dan 1993-2000) serta Soochow University School of Law (1991-1993).
 
Ing-wen berhasil mencapai puncak dari karier politiknya pada 2016 ketika dia terpilih sebagai presiden perempuan Taiwan pertama. Meski tidak mudah dan kebijakannya sarat kontroversi, perempuan yang juga Ketua Democratic Progressive Party (DPP) ini masih dipercaya warga Taiwan untuk periode keduanya saat memenangkan Pemilu 2020.

Kebijakan Ing-wen yang menjadi sorotan adalah penegasan kedaulatan Taiwan, bahwa negara kepulauan tersebut bukan wilayah yang memberontak dari Tiongkok. Sikap itu disambut oleh Presiden Xi Jinping dengan rektorika perang. Otoritas Tirai Bambu rutin mengirim pesawat tempur untuk berpatroli di wilayah udara Taiwan, sebagai ancaman supaya Ing-wen mengurungkan minatnya untuk mengumumkan kemerdekaan Taiwan.
 

1. Mengawali karier politiknya dari kancah internasional

Profil Tsai Ing-wen, Presiden Taiwan yang Berani Lawan TiongkokPresiden Taiwan Tsai Ing-wen saat meninjau latihan Angkatan Bersenjata Taiwan pada 4 Februari 2021. (Facebook.com/蔡英文 Tsai Ing-wen)

Selain menjadi dosen hukum, Ing-wen sudah terlibat dalam berbagai negosiasi perdagangan Taiwan sejak akhir 1980-an. Sejak 1990, dia berperan penting sebagai kepala penasihat hukum dalam negosiasi Taiwan untuk bergabung dengan General Agreement on Tariffs and Trade (GATT), hingga akhirnya berhasil menjadi anggta World Trade Organization (WTO) pada 2002.
 
Mulai akhir 1990-an, di tengah dinamika hubungan lintas selat (istilah lain untuk hubungan Tiongkok-Taiwan), Ing-wen dipercaya sebagai Penasihat Senior untuk Dewan Urusan Daratan (1994-1998), kemudian diangkat menjadi Penasihat Senior untuk Dewan Keamanan Nasional (1999-2000), dan Ketua Dewan Urusan Daratan (2000-2004).
 
Ing-wen bergabung dengan DPP pada 2004, selanjutnya terpilih sebagai anggota legislatif untuk periode 2005-2006. Setelah itu, ia diangkat menjadi Wakil Perdana Menteri untuk perideo 2006-2007. Saat DPP kembali ke oposisi, Ing-wen terpilih sebagai Ketua DPP untuk dua periode berturut-turut (2008-2012 dan 2014-2018), dinobatkan sebagai perempuan pertama yang memimpin partai politik terbesar di Taiwan.
 

Baca Juga: Pesan Imlek Presiden Taiwan: Hong Kong Harus Percaya Demokrasi

2. Bukan berasal dari keluarga politisi

Profil Tsai Ing-wen, Presiden Taiwan yang Berani Lawan TiongkokPresiden Taiwan Tsai Ing-wen memberikan keterangan kepada media setelah pidato langsung kebijakan kedua menjelang pemilu pada Januari mendatang di Taipei, Taiwan, pada 25 Desember 2020. ANTARA FOTO/REUTERS/Ann Wang

Ing-wen sempat gagal dalam hajatan politik empat tahunan pada 2012, namun kala itu dia tercatat sebagai kandidat presiden perempuan pertama. Dia mencalonkan diri kembali sebagai kandidat dari DPP pada 2016 dan terpilih sebagai Presiden Taiwan ke-14. Ing-wen juga tercatat sebagai presiden pertama yang tidak lahir dari keluarga politisi.
 
Sebagai pemimpin partai yang mengusung nilai-nilai progresif, kebijakan-kebijakan yang dicetuskan Ing-wen kerap menuai polemik. Ketika mempromosikan energi terbarukan, dia dituduh sedang menghadapi krisis daya kelistrikan. Kemudian, dia juga tidak menyetujui tawaran libur dua hari dalam sepekan bagi pekerja, yang dianggap menyakiti para buruh.
 
Kemenangan Ing-wen tidak lepas dari kemampuannya mereformasi DPP. Di bawah kepemimpinannya, kinerja mereka jauh lebih baik dalam pemilihan kepala daerah. Pada periode pertama, dia meningkatkan pelayanan sosial, termasuk untuk perawatan anak-anak dan lansia. Upah minimum dan saham Taiwan juga meningkat.  
 
Tetapi, ekspor mengalami penurunan dan pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) rata-rata dalam empat tahun pertamanya sekitar 2,7 persen, lebih rendah dari presiden sebelumnya. Tingkat gaji bulanan karyawan sedikit meningkat, tetapi sama dengan 16 tahun yang lalu karena inflasi, angkanya masih yang terendah di antara Four Asian Tigers, julukan untuk empat negara Asia kecil yaitu Singapura, Hong Kong, Korea Selatan, dan Taiwan.  

3. Ing-wen dan janji kedaulatan

Profil Tsai Ing-wen, Presiden Taiwan yang Berani Lawan TiongkokPresiden Tsai Ing-wen saat pidato di acara ICF Top7 2020 (Twitter/@iingwen)

Dia juga pemimpin pertama di Asia yang melegalkan pernikahan sesama jenis. Meski langkah itu diapresiasi komunitas internasional, tapi citranya anjlok di dalam negeri. Karier politiknya bahkan hampir hancur jika dilihat dari angka penerimaan yang sangat rendah yaitu 15 persen.
 
Momen politik yang justru memutarbalikkan citranya narasi perlawanan terhadap Tiongkok. Dalam sebuah wawancara dengan awak media, Ing-wen menyebut dirinya sebagai simbol demokrasi dan masa depan Taiwan.
 
"Memilih Tsai Ing-wen berarti kita memilih masa depan kita dan memilih untuk berdiri dengan demokrasi dan berdiri dengan kebebasan," kata perempuan berusia 64 tahun itu, sehari sebelum pemungutan suara pada periode keduanya.
 
Berhadapan dengan saingan utamanya Han Kuo-yu, dari Partai Kuomintang (KMT) yang berkeinginan memperbaiki hubungan dengan Tiongkok, Ing-wen berhasil meraih memperoleh 57 persen suara, mengalahkan Kuo-yu dengan 38 persen suara.
 
Menanggapi keterlibatan Tiongkok dalam kerusuhan di Hong Kong, Ing-wen mewanti-wanti jika Taiwan bisa saja menjadi korban berikutnya dari klaim Beijing atas kebijakan One China Policy. Dia kemudian meminta warga Hong Kong untuk tetap percaya dengan nilai-nilai demokrasi meski sulit untuk mengawalnya.
 
“Saya memohon, percayalah dengan sistem demokrasi sekalipun itu tidak sempurna, tapi itu adalah sistem terbaik untuk masyarakat. Teruslah percaya dan jangan menyerah,” kata Ing-wen dalam perayaan Tahun Baru Imlek.  
 
 
 
 

Baca Juga: Tiongkok Marah Gara-gara Kapal AS Melewati Selat Taiwan

Topik:

  • Dwifantya Aquina

Berita Terkini Lainnya