Sebut Media Luar sebagai Ancaman, Junta Myanmar Setop Satelit Televisi

Masyarakat Myanmar semakin terisolasi

Jakarta, IDN Times - Media Myanmar yang dikendalikan oleh pemerintah mengumumkan, junta militer memutuskan melarang pengoperasian satelit televisi penerima siaran mulai Selasa (4/5/2021). Alasannya adalah tayangan yang disiarkan oleh media luar dinilai mengancam keamanan nasional dan mengganggu stabilitas negara.

Junta mengancam akan memenjarakan siapa pun yang tertangkap melanggar tindakan tersebut. Aturan terbaru itu juga melarang masyarakat untuk menggunakan parabola. Dengan begitu, masyarakat hanya menerima informasi dari satu sumber, melalui media pemerintah.

"Televisi satelit tidak lagi legal. Siapa pun yang melanggar undang-undang televisi dan video, terutama orang yang menggunakan antena parabola, akan dihukum satu tahun penjara dan denda 500.000 kyat (Rp4,6 juta)," kata televisi pemerintah MRTV, sebagaimana dikutip dari Channel News Asia, Rabu (5/5/2021).

"Media ilegal menyiarkan berita yang merusak keamanan nasional, supremasi hukum dan ketertiban umum, dan mendorong mereka yang melakukan pengkhianatan," tambahnya.

Baca Juga: Dituduh Sebar Hoaks, Jurnalis Jepang Dituntut Junta Myanmar 

1. Jurnalis Jepang dituduh sebarkan hoaks

Sebut Media Luar sebagai Ancaman, Junta Myanmar Setop Satelit TelevisiIlustrasi Jurnalis (IDN TImes/Arief Rahmat)

Sebelumnya, jurnalis asal Jepang yang berdomisili di Myanmar dituntut oleh junta atas tuduhan penyebaran berita bohong pada Selasa (4/5/2021).

Dikutip dari Reuters, jurnalis bernama Yuki Kitazumi itu dijemput oleh personel militer dari rumahnya di Yangon pada 18 April 2021 dan ditahan di penjara Insein, Yangon. Kitazumi menjadi jurnalis asing pertama yang didakwa oleh Junta sejak kudeta terjadi pada 1 Februari 2021.

Menurut laporan Japan Times, Kitazumi sempat bekerja di perusahaan Nikkei di Tokyo, sebelum menjalankan media Yangon Media Professionals. Kitazumi, junta juga telah menahan 80 jurnalis lokal Myanmar. Di antara 80 jurnalis yang ditangkap, 50 diantaranya masih ditahan dan setengahnya telah diadili.

2. Min Aung Hlaing sebut media sangat penting untuk negara

Sebut Media Luar sebagai Ancaman, Junta Myanmar Setop Satelit TelevisiKepala junta Myanmar Jenderal Senior Min Aung Hlaing, yang menggulingkan pemerintah terpilih dalam kudeta pada 1 Februari, memimpin parade militer pada Hari Angkatan Bersenjata di Naypyitaw, Myanmar, Sabtu (27/3/2021). ANTARA FOTO/REUTERS/Stringer

Ironinsya, dakwaan kepada Kitazumi diberikan satu hari setelah pemimpin de facto Jenderal Min Aung Hlaing mengatakan, kebebasan berekspresi dan kritik dari media sangat penting untuk perkembangan demokrasi.

“Media memainkan peran penting dalam meningkatkan kebebasan berekspresi untuk demokrasi dan meningkatkan transparansi pemerintah dengan mendistribusikan pengetahuan kepada masyarakat,” kata Min Aung pada Senin (3/4/2021) ketika meresmikan Pusat Media Myawady di Kota Yangon, sebagaimana dikutip dari Myanmar Now.

Pada kesempatan yang sama, Min Aung mengingatkan tugas lain media, yaitu mencegah infiltrasi ideologi budaya asing atau ideologi negara-negara maju.

Pernyataan itu sangat bertentangan tindakan faktual di lapangan. Sejumlah kelompok advokasi dan media kesulitan untuk memverifikasi jumlah korban karena pemerintah membatasi akses media. Di sisi lain, junta juga enggan memberi tanggapan terkait suatu kejadian. Belum lagi upaya junta untuk memanipulasi informasi dengan monopoli media.

Baca Juga: Seruan Militer Myanmar ke PBB: Kami Tak Takut Disanksi dan Terisolasi

3. Lebih dari 760 warga sipil meninggal

Sebut Media Luar sebagai Ancaman, Junta Myanmar Setop Satelit TelevisiPendemo memprotes kudeta militer di Yangon, Myanmar, Rabu (17/2/2021). ANTARA FOTO/REUTERS/Stringer

Sejak Min Aung melengserkan pemimpin sipil Aung San Suu Kyi, bentrokan antara warga sipil dengan aparat terus terjadi. Kelompok advokasi Asosiasi Bantuan untuk Tahanan Politik (AAPP) melaporkan, sedikitnya 760 warga meninggal dunia.

Di sisi lain, junta membantah angka tersebut karena dianggap berlebihan. Junta juga melaporkan 24 tewas dalam gelombang unjuk rasa.

Seiring akses internet yang dibatasi dan pelarangan terhadap satelit penyiaran, masyarakat Myanmar semakin terisolasi, sebuah kemunduran telak atas perkembangan demokrasi yang telah berlangsung selama satu dekade.

Baca Juga: ASEAN Capai Konsensus soal Krisis Myanmar, Ini Respons Pemimpin Junta

Topik:

  • Anata Siregar

Berita Terkini Lainnya