Sempat Dilarang Trump, Pentagon Kini Izinkan Transgender Masuk Militer

Mereka diizinkan untuk terbuka dengan preferensi gendernya

Jakarta, IDN Times - Departemen Pertahanan Amerika Serikat (AS) mengumumkan kebijakan terbaru, yaitu mengizinkan transgender yang memenuhi standar militer untuk menjalani ikatan dinas sesuai preferensi gender mereka. Kebijakan ini menandakan berakhirnya diskriminasi gender terhadap kelompok LGBTQ yang berlaku pada era kepemimpinan Donald Trump selama empat tahun.
 
Kebijakan ini tentu melegakan bagi sekitar 15 ribu anggota militer yang teridentifikasi sebagai transgender. Kebijakan baru juga memungkinkan pasukan transgender untuk menerima perawatan medis terkait transisi yang dibutuhkan.  
 
"Menteri pertahanan sangat percaya bahwa pasukan akan berkembang ketika terdiri dari beragam orang Amerika yang dapat memenuhi standar tinggi untuk dinas militer, dan kekuatan inklusif yang memperkuat postur keamanan nasional kita," kata juru bicara Pentagon John Kirby dilansir dari Vox, Kamis (1/4/2021).

1. Diskriminasi terhadap transgender pada era Trump

Sempat Dilarang Trump, Pentagon Kini Izinkan Transgender Masuk MiliterMantan Presiden Donald J. Trump (Instagram.com/whitehouse)

Dikutip dari Al Jazeera, Presiden Trump menangguhkan keputusan Pentagon pada 2016 yang mengizinkan anggota LGBTQ terbuka dengan preferensi gendernya. Politikus Partai Republik itu menunda tanggal pendaftaran dan meminta studi tambahan terkait isu transgender.
 
Beberapa pekan kemudian, Trump mengejutkan para pemimpin militer melalui cuitan yang menegaskan, pemerintah tidak akan menerima atau mengizinkan transgender untuk mengabdi sebagai anggota militer.
 
Setelah digugat secara hukum, Departemen Pertahanan pada April 2019 menyetujui kebijakan yang tidak melarang secara total, tapi melarang pasukan transgender untuk beralih ke jenis kelamin lain dan harus menerima tugas sesuai jenis kelamin kelahirannya.  
 Kebijakan itu juga melarang mereka yang mengalami disforia gender dengan mengambil hormon atau telah beralih jenis kelamin untuk mendaftar militer.

Baca Juga: Adik Donald Trump, Robert Trump Meninggal Dunia

2. Sambutan hangat untuk kebijakan baru

Sempat Dilarang Trump, Pentagon Kini Izinkan Transgender Masuk MiliterIlustrasi LGBT (IDN Times/Arief Rahmat)

Aktivis yang telah menanti-nanti datangnya hari ini menyambut senang keputusan Pentagon. Menghapus larangan LGBTQ untuk bergabung dengan militer merupakan bagian dari strategi memperkuat pertahanan negara.
 
"Kami sangat senang militer meninggalkan bagian yang buruk dan memalukan ini dalam sejarah bangsa kami. Dan sekali lagi, merangkul cita-cita tertinggi bangsa kami tentang kesempatan yang sama untuk semua," kata Direktur Hukum di Pusat Nasional untuk Hak Lesbian Shannon Minter.
 
"Penghapusan larangan, mengakui kontribusi berharga yang telah dilakukan oleh anggota layanan transgender, akan meningkatkan kekuatan dan stabilitas bangsa kita," tambah Minter.
 
Seiring pemberlakuan kebijakan ini, Menteri Pertahanan Lloyd Austin menyerukan pemeriksaan ulang terhadap anggota yang sempat diberhentikan atau para transgender yang ditolak ketika mendaftar.

3. Perintah Eksekutif Biden batalkan kebijakan Trump

Sempat Dilarang Trump, Pentagon Kini Izinkan Transgender Masuk MiliterPresiden Amerika Serikat Joe Biden dalam sebuah konferensi pers di Gedung Pentagon pada Kamis 11 Februari 2021. (Facebook.com/President Joe Biden)

Keputusan ini lahir ketika Presiden Joe Biden mengeluarkan Perintah Eksekutif, lima hari setelah berkantor di Gedung Putih, yang membatalkan kebijakan Trump terkait diskriminasi gender pada kedinasan militer.
 
Dia menandatangani dua perintah eksekutif yang melarang "pemisahan paksa, pemecatan, dan penolakan pendaftaran ulang atau kelanjutan layanan atas dasar identitas gender atau dalam keadaan yang berkaitan dengan identitas gender."
 
"Ini adalah keyakinan saya sebagai Panglima Angkatan Bersenjata bahwa identitas gender tidak boleh menjadi penghalang bagi dinas militer," kata Biden dalam sebuah pernyataan saat itu.

Pada 2019, diperkirakan 14.700 tentara yang bertugas aktif dan di cadangan diidentifikasi sebagai transgender, tetapi tidak semua mencari perawatan. Sejak Juli 2016, lebih dari 1.500 anggota layanan didiagnosis dengan disforia gender. Per 1 Februari 2019, ada 1.071 orang yang saat ini menjalani pelayanan kesehatan.

 Salah satu alasan Trump melarang transgender menjalani ikatan dinas adalah tingginya biaya perawatan medis. Menurut laporan RAND Corporation pada 2016, setiap tahunnya militer membutuhkan anggaran sekitar 2,4 juta dollar AS hingga 8,4 juta dollar AS (Rp34,8 miliar hingga Rp121,9 miliar) untuk membayar perawatan terkait perubahan gender.
 
Terjadi peningkatan sebesar 0,4 persen hingga 0,13 persen untuk perawatan kesehatan. Sebagai perbandingan, militer menghabiskan lima kali lipat dari biaya perawatan kesehatan untuk viagra saja.

Baca Juga: Biden Undang Putin dan Jinping di KTT Perubahan Iklim

Topik:

  • Dwi Agustiar

Berita Terkini Lainnya