Seruan Militer Myanmar ke PBB: Kami Tak Takut Disanksi dan Terisolasi

Gak worry walau menjadi musuh satu dunia

Jakarta, IDN Times - Utusan Khusus Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk Myanmar, Christine Schraner Burgener, mengungkap hasil diskusi dengan para jenderal. Fraksi militer yang dipimpin oleh Jenderal Min Aung Hlaing mengaku tidak takut dengan sanksi atau tidak khawatir jika terisolasi dari pergaulan global.

Christine sempat memperingatkan bahwa Dewan Keamanan dan PBB kemungkinan besar akan memberi tindakan tegas, pasca bentrokan antara aparat dengan massa telah merenggut puluhan nyawa. Kerusuhan yang terjadi pada Rabu (3/3/2021) disebut sebagai hari paling berdarah sejak kudeta dilancarkan, karena menewaskan 38 orang dalam sehari.

“Jawaban mereka adalah kami terbiasa dengan sanksi dan kami selamat dari sanksi itu di masa lalu,” kata Christine meniru pernyataan militer, melalui cuplikan video dari Swiss sebagaimana dilansir dari Channel News Asia, Kamis (4/3/2021).

“Kami harus belajar hanya dengan beberapa teman,” tambah Christine, mencontohkan jawaban ketika diperingatkan soal ancaman terisolir dari komunitas internasional.

Baca Juga: Buntut Kudeta Militer, Perusahaan Asing Ramai-ramai Tinggalkan Myanmar

1. Militer terkejut kudeta tidak berjalan lancar meski hanya sedikit oposisi

Seruan Militer Myanmar ke PBB: Kami Tak Takut Disanksi dan TerisolasiTwitter.com/Myanmar Now

Militer melancarkan kudeta pada Senin, 1 Februari 2021. Mereka berdalih kudeta adalah satu-satunya cara untuk menyelamatkan negara, setelah Partai Liga Nasional Demokrasi (NLD) yang dipimpin oleh Aung San Suu Kyi dituduh merebut kemenangan pada kontestasi pemilihan umum 2020 dengan kecurangan.

Menurut Christine, mereka sangat terkejut karena perebutan kekuasaan tidak berjalan lancar. Terlebih, mereka tetap gagal membendung gelombang demonstrasi, sekalipun berbagai pembatasan dan pendekatan-pendekatan represif telah dilakukan.

Sejauh pengamatannya, unjuk rasa di Burma dipelopori oleh aktivis dan kelompok muda yang telah menikmati kebebasan dalam 10 tahun terakhir. Kata Christine, mereka enggan hidup di bawah kekangan dan kembali terisolasi dari dunia. Adapun kelompok tua juga ikut turun ke jalan karena takut dan tidak ingin merasakan hidup terkekang di bawah rezim militer.

“Saya pikir tentara sangat terkejut bahwa (strategi kudeta) itu tidak berhasil, karena di masa lalu pada 1988 dan 2007 dan 2008, itu berhasil,” jelas dia, mencatat bagaimana pada tahun-tahun itu militer berhasil meredam gerakan sipil dengan senjata. 

2. Rencana utama junta militer, bentuk komisi pemilihan baru

Seruan Militer Myanmar ke PBB: Kami Tak Takut Disanksi dan TerisolasiWarga menginjak poster yang memperlihatkan foto yang diduga sebagai penembak jitu Tentara Myanmar saat protes terhadap kup militer di Yangon, Myanmar, Senin (22/2/2021). ANTARA FOTO/REUTERS/Stringer

Pada Kamis (4/3/2021), Christine mengatakan bahwa dia sempat berkomunikasi dengan Dewan Administrasi Negara, istilah untuk pemerintahan di bawah rezim darurat yang berlaku setahun ke depan. Junta militer memiliki beberapa tahapan dalam pemulihan stabilitas domestik.

Agenda utama adalah membentuk komisi pemilihan yang baru. Sebab, komisi yang lama dituduh berkomplot Suu Kyi sehingga NLD berhasil memenangkan 82 persen suara. Hal ini sudah mereka lakukan.

Kemudian, mereka akan menjalin perjanjian gencatan senjata dengan 21 kelompok etnis bersenjata di Myanmar. Tapi, menurut Christine, hal ini sulit terealisasi karena 10 kelompok di antaranya tegas menolak kudeta. Setelah itu, militer akan fokus untuk penanganan pandemik dan memulihkan aktivitas bisnis. Terakhir, mereka akan mengakhiri masa darurat dengan pemilihan umum.

Menanggapi roadmap itu, Christine menilai militer akan berusaha untuk membuktikan bahwa Suu Kyi telah melakukan berbagai pelanggaran hukum. Sehingga, perempuan berusia 75 tahun itu, untu yang kesekian kalinya, tidak akan bisa berpartisipasi dalam pemilihan umum. Bahkan, tidak menutup kemungkinan Partai NLD dibubarkan.

"Kemudian mereka akan mengadakan pemilihan baru, di mana mereka ingin menang, dan kemudian mereka dapat terus berkuasa. Tentara telah memberi tahu rencananya, untuk mengancam orang-orang, melakukan penangkapan, kemudian mayoritas orang akan pulang karena takut. Akhirnya militer memiliki kendali kembali,” terang dia.  

Baca Juga: Profil Aung San Suu Kyi, Pemimpin Myanmar yang Jadi Tahanan Politik

3. Kunjungan ke Myanmar ditolak

Seruan Militer Myanmar ke PBB: Kami Tak Takut Disanksi dan TerisolasiPendukung pemimpin Myanmar Aung San Suu Kyi melakukan protes di luar Pengadilan Internasional (ICJ), sebelum kedatangannya pada sidang hari kedua untuk kasus yang dilaporkan oleh Gambia terhadap Myanmar atas dugaan genosida terhadap minoritas populasi Muslim Rohingya, di Den Haag, Belanda, pada 11 Desember 2019. ANTARA FOTO/REUTERS/Yves Herman

Christine memiliki kantor yang berlokasi di Naypyidaw. Dia telah mengajukan permohonan untuk kembali ke Myanmar agar dapat berbicara dengan pemimpin militer, sekaligus bertemu dengan perwakilan anggota parlemen yang digulingkan, termasuk Suu Kyi dan Presiden Win Myint.

Christine mengaku memiliki beberapa ide yang akan didiskusikan dengan militer, namun dia tidak merinci apa ide tersebut. Sayangnya, militer belum mengizinkan Christine kembali ke Burma, karena momen yang dirasa belum tepat.  

“Saya sangat berharap bisa mengunjungi Myanmar secepat mungkin. Saya tidak memiliki solusi untuk masalah ini, tapi saya punya beberapa ide yang ingin saya diskusikan," ucap dia.

Selama tiga tahun menjadi utusan khusus PBB, Christine mengatakan kepada Dewan Keamanan dan Majelis Umum PBB bahwa kudeta dapat terjadi kapan saja di Naypyidaw. Hal itu disebabkan konstitusi Myanmar yang dirancang oleh Tatmadaw, sebutan untuk militer Myanmar, sehingga memberi mereka kendali luar biasa atas pemerintahan.

Selain memiliki hak atas 25 parlemen, militer juga memiliki wewenang untuk mengangkat beberapa menteri. "Saya selalu merasa dia berada di ujung tanduk berurusan dengan tentara," kata Christine, menyinggung pemimpin yang pernah meraih Nobel Perdamaian itu.

Baca Juga: Dubes Myanmar untuk PBB Menentang Kudeta Militer

Topik:

  • Anata Siregar

Berita Terkini Lainnya