Tanpa Dukungan Internasional, KTT ASEAN untuk Myanmar Akan Sia-sia

Lebih dari 760 warga Myanmar tewas di tangan aparat

Jakarta, IDN Times - Utusan khusus Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk Myanmar khawatir ASEAN Leaders Summit (ALM) akan sia-sia. Apabila, komunitas internasional tidak memberi tanggapan kolektif terhadap krisis politik yang terjadi di negara tersebut.

Dilansir Reuters, bukan hanya korban nyawa yang bertambah akibat kekerasan berlarut. Krisis pascakudeta juga berpotensi melumpuhkan administrasi pemerintahan yang berujung terhentinya fungsi negara.

“Administrasi negara dapat terhenti karena gerakan pro-demokrasi terus berlanjut, meskipun terus (dilawan dengan) kekuatan mematikan, penangkapan sewenang-wenang, dan penyiksaan sebagai bagian dari penindasan militer,” kata Utusan khusus PBB untuk Myanmar, Christine Schraner Burgener, menurut penuturan sejumlah diplomat, ketika memberi pengarahan kepada 15 anggota Dewan Keamanan dari Thailand pada Jumat (30/4/2021). 

1. Kekerasan akan terus berlanjut tanpa dukungan kolektif komunitas internasional

Tanpa Dukungan Internasional, KTT ASEAN untuk Myanmar Akan Sia-siaPengunjuk rasa memprotes kudeta militer di Yangon, Myanmar, Rabu (17/2/2021). ANTARA FOTO/REUTERS/Stringer

Baca Juga: Junta Militer Myanmar Berjanji Hentikan Kekerasan, Tapi Ada Syaratnya

Kepada para diplomat, Christine yang aktif melakukan shuttle diplomacy di kawasan Asia Tenggara mengungkap, tindakan represif aparat berisiko merusak momentum untuk mengakhiri krisis sebagaimana konsensus hasil ALM.

ALM pada Sabtu (24/4/2021) yang dihelat di Sekretariat ASEAN, Jakarta, Indonesia, menghasilkan konsensus lima poin. Para pemimpin Asia Tenggara, termasuk Jenderal Min Aung Hlaing selaku dalang kudeta yang saat ini menjadi pemimpin de facto Myanmar, mendesak agar aparat segera menyudahi kekerasan serta membebaskan para tahanan politik.  

Christine mewanti-wanti dampak jangka panjang dari krisis yang berlarut. Kekhawatiran itu semakin relevan usai dia memperoleh laporan, sejumlah warga sipil dilatih menggunakan senjata oleh kelompok pemberontak.

"Dengan tidak adanya tanggapan internasional, telah terjadi peningkatan kekerasan dan penggunaan alat peledak. Seruan untuk menahan diri secara maksimal oleh semua pihak telah ditanggapi dengan tanggapan dari beberapa pengunjuk rasa. Mereka bertanya siapa yang dapat disalahkan atas pembelaan diri?" tutur Christine.

2. Dewan Keamanan PBB serukan dukungan kepada konsensus ASEAN

Tanpa Dukungan Internasional, KTT ASEAN untuk Myanmar Akan Sia-siaPendemo memprotes kudeta militer di Yangon, Myanmar, Rabu (17/2/2021). ANTARA FOTO/REUTERS/Stringer

Dikutip dari The Straits Times, pascapengarahan Christine, Dewan Keamanan (DK) PBB merilis pernyataan yang berisi dukungan kepada konsensus lima poin ASEAN. Mereka meminta Myanmar supaya merealisasikan kesepakatan tanpa penundaan.

Namun, tidak ada hal signifikan terbaru dari pernyataan DK PBB. Tiongkok dan Rusia merupakan dua negara yang mencegah klausul bernada ofensif dari pernyataan dewan tersebut.

Menurut pengamat hubungan internasional Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, Mutiara Pertiwi, resolusi DK PBB berpotensi menjadi bumerang bagi negara-negara dengan catatan hak asasi manusia yang buruk (HAM), seperti Tiongkok dan Rusia.

Hal itu menjelaskan mengapa dua negara tersebut sangat selektif terhadap pemilahan kata dan klausul atas pernyataan dewan.

“Kalau DK PBB mengutuk, dengan segala konsekuensinya, apa yang terjadi di Myanmar, berarti pernyataan itu juga bisa digunakan untuk mengutuk Tiongkok dan Rusia, yang penanganan HAM-nya dipertanyakan,” tutur Muti, sapaan hangatnya, kepada IDN Times.

3. Kondisi di Myanmar semakin mengkhawatirkan

Tanpa Dukungan Internasional, KTT ASEAN untuk Myanmar Akan Sia-siaWarga menginjak poster yang memperlihatkan foto yang diduga sebagai penembak jitu Tentara Myanmar saat protes terhadap kup militer di Yangon, Myanmar, Senin (22/2/2021). ANTARA FOTO/REUTERS/Stringer

Di tengah konflik yang memanas, Christine hingga hari ini belum memperoleh akses masuk ke Myanmar. Brunei Darussalam selaku Ketua ASEAN juga mengupayakan agar Christine bisa bekerja bersama Utusan khusus ASEAN.

Data terbaru yang dihimpun oleh Asosiasi Bantuan untuk Tahanan Politik, sedikitnya 760 warga sipil yang tergabung dalam gerakan anti-kudeta meninggal dunia akibat bentrokan dengan aparat. Kemudian, lebih dari 3.400 pengunuk rasa ditetapkan sebagai tahanan politik.

Ribuan penduduk desa Myanmar berusaha menyelamatkan diri dengan melintasi Thailand.

"Kami memperkirakan sekitar 20 ribu pengungsi dalam negeri dan hampir 10.000 mengungsi ke negara tetangga sejak Februari. Implikasi regional memerlukan tindakan segera," kata Christine.
 
"Aspirasi untuk demokrasi telah mempersatukan rakyat Myanmar melintasi perbedaan agama, etnis, dan komunal yang belum pernah terjadi sebelumnya. Persatuan yang kuat seperti itu telah menciptakan kesulitan tak terduga bagi militer dalam mengkonsolidasikan kekuasaan dan menstabilkan kudeta," tutup dia, menerangkan dinamika aktual Myanmar kepada diplomat yang menghadiri pertemuan.

Baca Juga: 25 Juta Warga Myanmar Diprediksi Jatuh Miskin Pada 2022  

Topik:

  • Jihad Akbar

Berita Terkini Lainnya