Tiongkok Terbitkan UU Antisanksi Asing untuk Lawan AS dan Eropa

Undang-undang dibahas dengan cepat dan tidak transparan

Jakarta, IDN Times - Tiongkok menerbitkan undang-undang baru yang bertujuan untuk melawan sanksi asing. Hal ini sebagai tanggapan atas upaya Amerika Serikat (AS) dan Eropa yang menekan Beijing atas permasalahan hak asasi manusia, perdagangan, dan teknologi.

Dilansir The Wall Street Journal, pemimpin Tiiongkok Xi Jinping telah menandatangani undang-undang (UU) tersebut pada Kamis (10/6/2021), yang mulai berlaku saat diterbitkan. Teks lengkap belum dirilis hingga Kamis malam waktu Beijing.

Baca Juga: Tiongkok Tegaskan Dukung Junta Militer Myanmar Cari Solusinya Sendiri

1. Dibahas cepat dan dianggap tidak transparan

Tiongkok Terbitkan UU Antisanksi Asing untuk Lawan AS dan EropaANTARA FOTO/REUTERS/Thomas Peter

UU Anti-Sanksi Asing menuai polemik karena dibahas secara serampangan dan tidak transparan. The National People’s Congress (NPC) menjalani pembacaan pertama secara rahasia pada April. Kemudian, RUU disahkan dua hari setelah NPC mengumumkan bahwa mereka memulai pembacaan kedua. Umumnya, NPC melakukan pembacaan sebanyak tiga kali.

Selain itu, pengesahan RUU ini juga menerabas proses konsultasi publik. Para pengamat mengatakan, pengesahan yang cepat merupakan puncak dari pernyataan Xi, yang disampaikan pada November, mengenai perbaikan kerangka hukum Tiongkok demi menjaga kedaulatan, keamanan, dan kepentingan dalam berurusan dengan pihak asing.

“China sebelumnya tidak memiliki kekuatan ekonomi maupun kemauan politik untuk menggunakan cara hukum untuk membalas sanksi AS. Sekarang memiliki keduanya,” kata Wang Jiangyu, seorang profesor hukum di City University of Hong Kong, dikutip dari Al Jazeera.

2. Tidak baik bagi iklim investasi dan ekonomi

Tiongkok Terbitkan UU Antisanksi Asing untuk Lawan AS dan EropaIlustrasi kegiatan ekonomi di Tiongkok (IDN Times/Dwifantya Aquina)

Eksekutif bisnis asing menyuarakan keprihatinan atas apa yang mereka sebut sebagai kerahasiaan yang tidak biasa.

“Perusahaan-perusahaan Eropa di China khawatir dengan kurangnya transparansi dalam proses ini, pembacaan pertama tidak pernah diumumkan, dan tidak ada rancangan untuk diperiksa,” kata Joerg Wuttke, presiden Kamar Dagang Uni Eropa di Tiongkok.

“Tindakan seperti itu tidak kondusif untuk menarik investasi asing atau meyakinkan perusahaan yang semakin merasa bahwa mereka akan digunakan sebagai pion pengorbanan dalam permainan catur politik,” tambah Wuttke.

Baca Juga: Luhut dan Menlu Tiongkok Bertemu di Guiyang Bahas Isu Ini

3. Kerja sama AS-Tiongkok jauh lebih baik daripada rivalitas

Tiongkok Terbitkan UU Antisanksi Asing untuk Lawan AS dan EropaXi Jinping dan Joe Biden (Instagram.com/chinaxinhuanews/facebook.com/Joe Biden)

Sementara itu, Ketua Kamar Dagang AS di Tiongkok Greg Gilligan menolak berkomentar hingga dia membaca isi undang-undang tersebut. Tetapi, dia memberi catatan terkait regulasi yang dibahas secara rahasia.

“Di mana ada ketidaksepakatan lintas batas, pemerintah perlu bersatu untuk mendamaikan ini dengan cara yang memungkinkan bisnis untuk tetap patuh secara hukum, dalam yurisdiksi tempat mereka beroperasi,” ujarnya.

Pemerintahan Donald Trump dan Joe Biden memberlakukan sanksi yang menargetkan pejabat senior, termasuk 25 anggota Politbiro Partai Komunis, wakil ketua komite tetap legislatif Tiongkok, dan sejumlah pejabat yang terlibat dalam kebijakan Hong Kong. Inggris, Kanada, dan Uni Eropa juga telah mengumumkan tindakan serupa, termasuk pada isu diskriminasi etnis muslim Uighur.

“Kerja sama adalah pilihan terbaik, tetapi AS tidak menginginkannya. Jadi pembalasan, seperti dengan undang-undang baru ini, adalah pilihan terbaik kedua,” tutup Jiangyu, menanggapi hubungan Tiongkok-AS dalam kerangka UU Antisanksi Asing.

Baca Juga: Tiongkok Nilai Sidang Genosida Uighur di Inggris Tak Sah

Topik:

  • Vanny El Rahman
  • Anata Siregar

Berita Terkini Lainnya