[WANSUS] Dubes Edi Yusup Bicara Potensi Ekonomi Indonesia-Brasil

Kami bahas sektor perikanan, kopi, hingga roket

Jakarta, IDN Times - Edi Yusup dilantik Presiden Joko “Jokowi” Widodo sebagai Duta Besar (Dubes) Republik Indonesia untuk Republik Federasi Brasil pada Januari 2019. Dua bulan berselang, tepatnya pada 11 Maret 2019, ia mulai berkantor di Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) yang berkedudukan di Brasilia.
 
Salah satu tugas berat yang menanti Edi, sebagaimana amanat Jokowi, adalah meningkatkan nilai perdagangan dan investasi. Dubes berlatar akuntan ini menghitung potensi ekonomi dua negara tersebut mencapai 5 miliar dolar Amerika Serikat, setara dengan Rp72,3 triliun.   
Bukan tanpa alasan, sebagai sesama anggota G20 atau 20 negara dengan pertumbuhan ekonomi terbesar di dunia, potensi ekonomi kedua negara sangatlah menjanjikan. Brasil merupakan satu-satunya mitra strategis Indonesia di Amerika Latin.
 
Lebih dari itu, Brasil juga memiliki nilai historis bagi Indonesia. “Kalau balik ke sejarah, pada 1959 Sukarno sudah berkunjung ke Brasilia. Dia adalah pemimpin pertama dari Asia Pasifik yang melakukan kunjungan resmi ke Brasil. Jadi bisa dibayangkan, Sukarno sudah melihat bahwa Brasil akan jadi negara yang sangat besar,” kata Edi dalam acara Ambassador Talk by IDN Times, Rabu, 10 Maret 2021.
 
Namun, Indonesia belum berhasil menyentuh angka optimal. Nilai perdagangan kedua negara baru mencapai 3,2 miliar dolar Amerika Serikat, senilai dengan Rp46,2 triliun. Ada berbagai macam tantangan untuk mewujudkannya, mulai dari jarak tempuh yang jauh, hambatan regulasi, kurangnya informasi, hingga yang terbaru pukulan pandemik COVID-19.
 
Nah, bagaimana strategi Dubes Edi untuk menyiasati segala macam tantangan untuk menuntaskan tugas yang diberikan Jokowi? Yuk simak hasil wawancara IDN Times selengkapnya di bawah ini.

Sejak Anda dilantik menjadi Dubes, apakah ada pesan khusus dari Presiden atau Menlu terkait tugas Anda di Brasil?

[WANSUS] Dubes Edi Yusup Bicara Potensi Ekonomi Indonesia-BrasilDuta Besar Republik Indonesia untuk Brasil Edi Yusup (Twitter/KBRI_Brasilia)

Yang paling pokok, di samping meningkatkan kerja sama politik, sosial, dan budaya, kita juga diharapkan menjadi marketer. Fokusnya adalah bagaimana meningkatkan kerja sama ekonomi. Karena Brasil kalau kita cermati merupakan negara terbesar di Amerika Selatan.

Dan Brasil ekonominya terbesar ke-9 di dunia, kemudian sama-sama anggota G20 dengan Indonesia. Kalau kita lihat GDP-nya (Produk Domestik Bruto) cukup besar, 1,8 triliun dolar Amerika Serikat (Rp26 ribu triliun), hampir dua kali lipat dari Indonesia. Hanya saja karena jaraknya yang jauh, belum banyak pengusaha kita yang melirik Brasil. Jadi ke depan memang pertumbuhan ekonominya akan besar.

Baca Juga: Brasil Luncurkan Satelit Amazonia-1 untuk Pantau Hutan Amazon

Apa tantangan yang menyebabkan Brasil kurang dilirik pengusaha Indonesia?

Yang pertama jarak ya, sangat jauh. Penerbangan langsung juga belum ada. Selama ini penerbangan Brasil bisa lewat Dubai, Qatar, Turki, Belanda, atau Pasifik. Karena jauh ya jadinya tiket agak mahal. Naik pesawat saja butuh waktu 36 jam. Tetapi, dengan teknologi sekarang jarak bukan jadi masalah.

Kalau kita cermati, partner dagang utama Brasil adalah Tiongkok. Hampir 40 persen total perdagangan Brasil dengan Tiongkok. Jaraknya jauh juga. Jadi sebetulnya hambatan jarak bukan lagi masalah. Apalagi ada fasilitas digital platform sekarang, kita bisa adakan business to business virtual meeting.

Alhamdulillah, kalau dua tahun lalu saya sangat sulit mendatangkan pengusaha Indonesia Brasil, sekarang selama pandemik saya sudah bisa mengadakan business to business virtual meeting. Itu yang hadir hampir 20 pengusaha Indonesia dan Brasil di berbagai sektor.

Seberapa strategis Brasil bagi Indonesia?

Balik ke sejarah ya, pada 1959 Sukarno sudah berkunjung ke Brasilia. Dia adalah pemimpin pertama dari Asia Pasifik yang melakukan kunjungan resmi ke Brasil. Jadi bisa dibayangkan, Sukarno sudah melihat bahwa Brasil akan jadi negara yang sangat besar.

Dan kalau dicermati, Brasil merupakan satu-satunya negara mitra strategis Indonesia di Amerika Latin. Dan memang faktanya Brasil negara besar. Brasil hampir sama seperti Indonesia, masyarakatnya friendly, diversity, senang dengan kegiatan sosial. Saya di sini tidak merasa asing karena masyarakatnya sangat terbuka.

Pasca-pandemik fokus setiap negara adalah pemulihan ekonomi. Adakah strategi khusus untuk mengoptimalkan hubungan Indonesia-Brasil untuk menopang ekonomi kita?

[WANSUS] Dubes Edi Yusup Bicara Potensi Ekonomi Indonesia-BrasilDuta Besar Republik Indonesia untuk Brasil Edi Yusup (Twitter/KBRI_Brasilia)

Jadi selama pandemik, kita ini sedang mencoba meningkatkan tidak hanya government to government context tapi juga business to business context. Pemerintah Indonesia memberi perhatian yang sangat tinggi terhadap Amerika Latin.

Pada 2018 kita sudah membangun Indonesia-Latin America and the Carribean (INA-LAC) Business Forum yang diadakan setiap tahun. Karena pandemik, pada 2020 kita buat digital platform. Jadi bisa diakses setiap saat dan pengusaha Brasil bisa berkomunikasi dengan pengusaha Indonesia melalui platform digital secara virtual.
 
Yang kedua, saat ini kita sedang mengupayakan menyelesaikan perjanjian perdagangan bebas dengan Mercosur (Brasil, Argentina, Uruguay, dan Paraguay), kita sudah dua kali pertemuan. Harapannya mereka bisa bertemu secara langsung, tapi karena pandemik akhirnya virtual. Tapi kalau memungkinkan akan diadakan di Indonesia tahun ini paling tidak. Itu di tingkat pemerintah.
 
Kami juga mengadakan (pertemuan) business to business. Tahun lalu kita fokus pada makanan dan minuman (mamin), karena salah satu produk yang masih punya potensi dikembangkan adalah produk mamin. Melalui business to business yang cukup aktif, khususnya biskuit produk Mayora sudah masuk.

Sekarang mereka sedang mengejar memasukkan Indomie. Banyak perusahaan Brasil yang ingin memasukkan (Indomie), walaupun harganya tidak kompetitif, tapi cita rasa dari Indomie ini memiliki kekhususan. Nanti akan kita jajaki dengan Indofood, moga-moga bisa segera melakukan pertemuan dengan jaringan supermarket di Brasil.

Komoditas apa yang paling banyak masuk dari Indonesia dan berapa nilai perdagangan kedua negara?

Yang paling tinggi minyak kelapa sawit, karet, gear box kendaraan, spare part kendaraan roda empat, benang, alas kaki, ban mobil, coklat, dan produk-produk elektrik. Ada lebih dari 20 komoditi sebenarnya. Dari Brasil kita juga impor pakan ternak yang paling tinggi, tembakau, kapas, kadang-kadang kita impor gandum, gula, kacang kedelai.
 
Untuk total perdagangan kedua negara mencapai 3,2 miliar dolar Amerika Serikat (Rp46,2 triliun), cukup besar dibanding negara Amerika Latin lainnya. Sayangnya, tahun ini ekspor kita turun, sekitar 1,2 miliar dolar Amerika Serikat (Rp17,3 triliun), jadi ekspor Brasil meningkat. Pertama karena kinerja ekspor kita menurun. Kedua nilai mata uang Brasil melemah, jadi mereka menunda impor sehingga ekspor agak turun.
 
Kalau potensinya, itung-itungan saya ditambah dengan investasi dan produk mamin yang masuk, semoga produk ikan juga masuk, dan Brasil membuka pasar daging, mungkin bisa sampai 5 miliar dolar Amerika Serikat (Rp72,3 triliun). Semoga nanti setelah ada comprehensive economic agreement diharapkan bisa meningkatkan perdagangan sampai 5 miliar (dolar Amerika Serikat).

Bagaimana potensi perdagangan dari sektor perikanan?

[WANSUS] Dubes Edi Yusup Bicara Potensi Ekonomi Indonesia-BrasilDuta Besar Republik Indonesia untuk Brasil Edi Yusup (Twitter/KBRI_Brasilia)

Permintaannya cukup tinggi, tapi (regulasinya) seperti di Indonesia, untuk produk hewan ada berbagai prosesnya. Sekarang kita dengan kementerian Brasil sedang mereview dokumen untuk bisa mengekspor (perikanan). Ini sudah satu tahun dan sekarang bolanya ada di Indonesia. Kita harus melengkapi beberapa dokumen, untuk direview, apakah produk perikanan kita bisa masuk.

Secara logika harusnya bisa masuk, karena kita sudah ekspor ke Eropa dan Amerika. Jadi tidak ada alasan untuk tidak bisa masuk. Tapi Brasil juga mengaitkan dengan ekspornya ke Indonesia. Karena kita melarang impor ayam dari Brasil. Kita tidak memberikan kebebasan yang cukup luas untuk (produk) daging. Jadi ikan juga mereka tahan-tahan, padahal potensinya besar.

Indonesia punya potensi di pengembangan baterai mobil listrik. Apakah ini bisa menjadi sektor yang menjanjikan buat kita?

Tentulah, karena memang permintaan mobil listrik sudah mulai meningkat di Brasil. Kalau kita bisa jadi produsen baterai litium terbesar, Insyaallah bisa jadi salah satu andalan ekspor kita.

Dan sebetulnya Brasil juga akan investasi di bidang nikel, kan ada perusahaan Brasil yang ikut investasi pada pengembangan nikel di Indonesia. Tapi (regulasi pengembangan mobil listrik) di Brasil belum seperti di Indonesia, karena produksi nikelnya kecil, sehingga peluang mengembangkan litium tidak terlalu besar.

Indonesia-Brasil memainkan peran sebagai paru-paru bumi. Bagaimana dengan potensi green economy kedua negara?

[WANSUS] Dubes Edi Yusup Bicara Potensi Ekonomi Indonesia-BrasilANTARA FOTO/Basri Marzuki

Saya akan sedikit tambahkan, prioritas pemerintah kita dan Brasil adalah kerja sama di bidang green economy. Di Brasil yang jadi perhatian utama adalah bagaimana mengembangkan alternatif teknologi dari biodiesel dan biofuel.

Jadi kendaraan di Brasil itu harus mencampur bensin dengan etanol. Kalau ke pom bensin, ada dua tempat (pengisian), satu etanol 100 persen dan satu bensin. Tapi bensin ini sudah dicampur etanol 15 persen. Akan terus ditingkatkan hingga 30 persen. Mereka sekarang sedang mengembangkan biodiesel dari kacang kedelai. Jadi etanol dari gula dan biodiesel dari kacang kedelai.

Untuk green economy saat ini sedang dijajaki kerja sama saling tukar pengalaman dan pengetahuan terkait penggunaan biodiesel dan etanol. Kita cukup kuat mengembangkan biodiesel di kelapa sawit, Brasil cukup kuat buat etanol dari gula.

Jadi saat ini BPPT (Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi) dengan kementerian Brasil sedang menjajaki kerja sama, pertama di bidang ilmuwan dulu, kemudian kita kembangkan kerja sama agar ke depan Brasil-Indonesia bisa pionir untuk green economy, terutama untuk energi yang ramah lingkungan dan affordable. Saya kira ini kekuatan Brasil dan Indonesia.

Bagaimana kerja sama di bidang pengembangan teknologi lainnya?

Di Brasil industri pertahanan, penerbangan, dan pertanian cukup maju, jadi kita bisa banyak belajar dari Brasil. Di bidang industri pertahanan, kami sedang bekerja sama untuk transfer teknologi di bidang pengembangan roket. Kita membeli multilaunching rocket system dari Brasil.

Pada saat yang sama, Brasil akan meningkatkan (kemampuan) LAPAN (Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional) untuk membangun roket. Dan ini masih berlangsung, karena selama pandemik tertunda akhirnya pengiriman tenaga ahli kita ke Brasil. Pada 2019 sempat ada kunjungan, tapi karena COVID-19 akhirnya tertunda.

Komoditas andalan Brasil adalah kopi. Tapi banyak petani mengeluh karena harga kopi Brasil lebih murah sehingga merugikan mereka. Bagaimana Anda menghadapi situasi ini?

[WANSUS] Dubes Edi Yusup Bicara Potensi Ekonomi Indonesia-BrasilIDN Times/Indiana Malia

Harus dicatat bahwa Brasil adalah produsen kopi terbesar di dunia. Kita juga sebetulnya ekspor kopi ke Brasil. Kopi luwak kita banyak peminatnya di Brasil. Jadi memang kopi kualitas premium yang kita kirim. Kopi itu ada aspek cita rasa, kalau pun Brasil adalah produsen kopi terbesar di dunia, mereka tetap mau coba kopi buatan Indonesia.

Tapi ya sebenarnya impor itu bukan masalah. Hanya karena impor, tidak berarti selalu menjadi tantangan bagi pengusaha kopi kita. Karena kebanyakan yang mengimpor adalah industri kopi yang dicampur. Jadi tidak murni kopi yang langsung ditawarkan ke masyarakat.

Dari sektor kopi, apa yang bisa kita pelajari untuk meningkatkan kualitas dan produksi kopi kita?

Petani di Brasil itu beda karakternya dengan petani Indonesia. Kalau di sini yang mengerjakan adalah industri. Kalau pun individu selalu ada koperasinya. Jadi dari bibit sampai penjualan mereka harus lewat koperasi. Sehingga mereka bisa menjaga kualitas, harga, dan suplai.

Harus dipahami juga, karena Brasil ini kan luas lahannya, penduduknya juga lebih sedikit dari Indonesia. Jadi petani yang kategori sederhana saja tanahnya sampai 500 hektare, ada yang punya sampai 10 ribu hektare. Kemarin saya ke pengusaha gula, tanahnya 130 ribu hektare, itu per orangan lho.

Kalau petani kita mau bersaing, susah. Dan mereka sudah pakai mekanisasi. Saya kemarin lihat di pertanian gula, mulai dari menanam, memanen itu sudah pakai mesin. Dan itu dikontrol pakai HP. Jadi orang yang mau manen gula, dia bisa tahu per jamnya berapa luas panen yang terdeteksi karena pakai satelit. Dari rumahnya mereka bahkan tahu kalau ada hama di lahannya.

Apakah sektor periwisata kita juga menjanjikan bagi pelancong dari Brasil?

Orang Brasil sebetulnya senang ke Bali. Memang jumlahnya gak banyak ya, sekitar 30 ribu per tahun. Tapi, perbedaan dengan turis lainnya adalah mereka kalau sudah berangkat bisa lebih dari satu bulan, bahkan bisa sampai enam bulan, jadi mereka tinggal di Indonesia berbulan-bulan.

Mereka itu suka selancar dan diving. Kalau ke Bali, secara biaya satu bulan di pantai di Brasil sama seperti di Bali. Permintaan visa bukan saja untuk turis, tapi juga visa tinggal, sebenarnya banyak tapi kita batasi karena pandemik.
 
Kalau (wisatawan) Indonesia ke Brasil gak tercatat, tapi sekitar 2 ribu orang per tahun. Umumnya mereka ke Rio atau ke Iguazu waterfall yang seperti Niagara. Di sini ada waterfall kayak Niagara yang jumlah air terjunnya lebih dari 100 karena terletak di tiga negara, Brasil, Argentina, dan Paraguay. Orang Indonesia biasanya datang ke situ.

Baca Juga: Profil Jair Bolsonaro, Presiden Brasil Ahli Terjun Payung dan Menyelam

Topik:

  • Vanny El Rahman
  • Rochmanudin

Berita Terkini Lainnya