WHO: COVID-19 di Afrika Fenomena Pandemik yang Tak Terbayangkan

WHO sebut pandemik di Afrika memasuki babak baru

Jakarta, IDN Times - Pemerintah Liberia terpaksa untuk merombak bekas pangkalan militer Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menjadi pusat perawatan pasien COVID-19. Otoritas kesehatan melaporkan lonjakan kasus lebih dari 300 persen dalam dua minggu terakhir.

“Sejak awal Juni, kami memiliki 21 kematian. Fasilitas (kesehatan) kami di sini sedang berjuang. Hanya sebagai gambaran, apa yang kita hadapi saat ini lebih dari (yang dihadapi) saat Maret hingga Desember tahun lalu,” kata coordinator klinis unit, Richard Doe, kepada Al Jazeera.

“Kami membutuhkan masyarakat untuk membantu kami dalam perang melawan COVID. Selama orang-orang di luar sana tidak mempraktikkan hal-hal dasar, memakai masker, mencuci tangan, menjaga jarak, dan mendapatkan vaksinasi jika tersedia, COVID-19 akan seperti perlombaan yang tidak dapat kita ikuti,” tambah dia.

1. Varian delta memperparah situasi pandemik Afrika

WHO: COVID-19 di Afrika Fenomena Pandemik yang Tak TerbayangkanIlustrasi virus corona (IDN Times/Arief Rahmat)

Liberia hanya satu dari sekian negara di Afrika yan mengalami peningkatan kasus COVID-19. Lebih dari 12 negara telah melaporkan angka terburuknya, dengan 650 ribu kasus baru tercatat di Afrika untuk periode 3 Mei hingga 27 Juni. Afrika saat ini dilandang gelombang ketiga pandemik.

Direktur Afrika World Health Organization (WHO) Matshidiso Moeti menyampaikan, kecepatan dan skala gelombang ketiga Afrika merupakan hal yang sama sekali tidak terbayangkan.

“Kasus COVID-19 berlipat ganda setiap tiga minggu, dibandingkan dengan setiap empat minggu pada awal gelombang kedua. Hampir 202 ribu kasus dilaporkan dalam seminggu terakhir dan benua itu hampir melampaui minggu terburuknya dalam pandemik ini,” papar dia.

Lebih lanjut, Moeti memaparkan, dari 14 negara yang sedang menghadapi gelombang ketiga, 12 negara telah mendeteksi mutasi yang tergolong sebagai variants of concern, termasuk 9 negara telah mendeteksi kemunculan varian delta.

“Dengan varian yang lebih menular merajalela, ancaman terhadap Afrika meningkat ke tingkat yang sama sekali baru,” tambah dia.

Baca Juga: Bantu Afrika Bangkit dari Pandemik, Menlu Retno Sarankan Ini di G20

2. Kasus infeksi di Afrika terus berlipat ganda

WHO: COVID-19 di Afrika Fenomena Pandemik yang Tak TerbayangkanWarga lokal memotong kayu dengan kapak saat penyebaran penyakit virus corona (COVID-19) saat negara tersebut menghadapi pembatasan penguncian lebih disiplin di Soweto, Afrika Selatan, Senin (28/6/2021) (ANTARA FOTO/REUTERS/Siphiwe Sibeko)

Laporan situasional yang diterbitkan oleh Pusat Keamanan Kesehatan Johns Hopkins menyatakan, Afrika telah menunjukkan peningkatan kasus harian secara signfikan sejak pertengahan Mei.

Ketidakpatuhan terhadap protokol kesehatan dan mobilitas serta interaksi yang tinggi diyakini menjadi penyebab lonjakan kasus belakangan ini.

“Situasi COVID-19 di Afrika mengkhawatirkan. Jumlah kasus dan kematian (14-20 Juni) hampir 20 persen lebih tinggi daripada minggu sebelumnya,” kata Dirjen WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus melalui akun Twitter-nya.

Seminggu kemudian, rawat inap karena COVID-19 meningkat lagi hingga 42 persen.

Sejumlah negara memutuskan untuk memberlakukan kembali karantina wilayah dan jam malam, termasuk Afrika Selatan dan Uganda.

Uganda juga telah memasuki hari ke-40 sejak penguncian ketat dimulai pada 18 Juni, sebagai respons terhadap varian delta. Sekitar 45 persen dari total 75 ribu kasus yang dilaporkan di Uganda terjadi hanya dalam dua bulan terakhir.

3. Rendahnya distribusi vaksin ke Afrika jadi penyebab pandemik semakin parah

WHO: COVID-19 di Afrika Fenomena Pandemik yang Tak TerbayangkanDirektur Jenderal WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus. Foto diambil dari media sosial. twitter.com/DrTedros

Rendahnya angka vaksinasi di Afrika menjadi ancaman lain yang harus dihadapi. Populasi Afrika yang sudah diinokulasi penuh baru mencapai 1 persen, atau hanya 1,5 persen dari 2,7 miliar dosis yang terdistribusi hingga Afrika.

WHO telah memperingatkan, hampir 90 persen negara-negara Afrika diperkirakan gagal mencapai target vaksinasi sepersepuluh dari populasi mereka pada September, kecuali 225 juta dosis lebih lanjut mereka terima.

Beberapa negara, termasuk Liberia, awalnya mengalami keragu-raguan vaksin tingkat tinggi di tengah kekhawatiran seputar laporan pembekuan darah setelah disntuk AstraZeneca. Tetapi sejak awal Juni, antrean di tempat vaksinasi di Monrovia, ibu kota Liberaia, telah diperpanjang secara signifikan karena jumlah korban virus semakin terlihat di antara penduduk.

Tedros menanggapi kelangkaan vaksin yang sedang dihadapi Afrika. Menurut dia, keraguan terhadap vaksin bukan masalah bagi Afrika, masalahnya adalah distribusi vaksin yang tidak merata.

 “Tidak ada vaksin, jadi mengapa kita berbicara tentang keraguan vaksin? Masalahnya adalah pasokan vaksin dan kita membutuhkan vaksin sekarang,” tutup Tedros.
 

Baca Juga: WHO Geram Ada Negara Izinkan Masyarakat Beraktivitas Tanpa Masker

Topik:

  • Dwifantya Aquina

Berita Terkini Lainnya