WHO Geram, Negara Produsen Distribusikan Vaksin di Luar Skema COVAX

Program COVAX dinilai gagal oleh Sekjen PBB

Jakarta, IDN Times - Organisasi Kesehatan Dunia atau World Health Organization (WHO) mendesak agar negara-negara produsen vaksin COVID-19, mendistribusikan vaksin mereka melalui skema COVAX. Hal itu demi mencegah ketimpangan terhadap akses vaksin.
 
Pernyataan itu disampaikan oleh Direktur Jenderal WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus setelah Tiongkok membatalkan perjanjian di Afrika, Rusia mengirimkan suntikan ke sejumlah negara di Amerika Latin, dan Uni Eropa berencana memberikan vaksin ke negara-negara miskin. Semuanya di luar skema COVAX.
 
“Yang bisa kami lakukan melalui COVAX adalah sumbangan (vaksin) yang dialokasikan ke negara-negara (anggota) dan stok COVAX bisa pergi ke negara lain. Sehingga kita bisa mencapai keseimbangan,” kata Tedros dalam konferensi pers virtual dari Markas WHO di Jenewa, Kamis (18/2/2021).

Baca Juga: Indonesia Menanti Kiriman Vaksin COVID-19 Gratis dari COVAX

1. Komitmen bilateral merusak skema COVAX

WHO Geram, Negara Produsen Distribusikan Vaksin di Luar Skema COVAXBendera berkibar di kantor pusat WHO di Jenewa, Swiss (www.who.int)

Berbagai cara telah dilakukan untuk mengamankan stok vaksin, salah satunya adalah negara menjalin komitmen pembelian dengan perusahaan produsen vaksin. Menurut Tedros, cara seperti itu mengganggu skema COVAX. Sebab, hanya negara kaya dengan sumber daya yang memadai yang mampu memperoleh vaksin.
 
Mantan Menteri Kesehatan Ethiopia itu menegaskan, produsen vaksin bisa “menitipkan” untuk mendistribusikan vaksin kepada negara-negara tertentu melalui skema COVAX.
 
"(Misalnya) lebih memilih untuk memberi sumbangan ke negara tertentu, karena mereka adalah tetangga atau karena mereka memiliki hubungan,” ungkapnya.

2. Indonesia ingin tidak ada nasionalisme vaksin

WHO Geram, Negara Produsen Distribusikan Vaksin di Luar Skema COVAX(Menteri Luar Negeri Retno Marsudi di markas PBB New York) Kementerian Luar Negeri

Dalam berbagai kesempatan, Indonesia sebagai Co-Chair COVAX AMG EG menekankan supaya tidak ada nasionalisme vaksin. Menteri Luar Negeri Indonesia Retno Marsudi menekankan, vaksin saat ini harus dipandang sebagai bantuan kemanusiaan, bukan instrumen politik atau ekonomi.
 
Dilansir dari Channel News Asia, saat ini diplomasi vaksin sedang menjadi sorotan. Rusia tengah berbicara dengan Kroasia mengenai pengiriman vaksin, sedangkan Meksiko telah menjalani vaksinasi nasional dosis pertama dengan Sputnik V.
 
Dalam beberapa pekan terakhir, Tiongkok juga telah menawarkan ratusan ribu dosis ke Namibia, Republik Demokratik Kongo, dan Guinea. Uni Eropa sedang mengerjakan mekanisme pembagian vaksinnya sendiri yang berpotensi melemahkan dorongan WHO.
 
Penasihat WHO Bruce Aylward mengatakan, negara-negara Uni Eropa yang lebih kaya bersama Kanada telah mendekati COVAX untuk berbagi dosis, meskipun sejauh ini belum membuahkan hasil.
 
"Ada banyak minat. Sayangnya, kami belum melihat keinginan dari minat itu untuk menyumbangkannya kepada COVAX,” tambah Aylward, senada dengan pernyataan Tedros.

3. Sekjen PBB kritik distribusi vaksin yang tidak merata

WHO Geram, Negara Produsen Distribusikan Vaksin di Luar Skema COVAXSekjen PBB Antonio Guterres berbicara dalam konferensi pers malam sebelum KTT Iklim PBB (COP25) di Madrid, Spanyol, pada 1 Desember 2019. ANTARA FOTO/REUTERS/Sergio Perez

Sebelumnya, Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa (Sekjen PBB) Antonio Guterres mengkritik distribusi vaksin COVID-19 yang tidak adil dan tidak merata.
 
Sebab, masih ada 130 negara yang belum menerima satu pun dosis vaksin. Pada saat yang sama, 10 negara kaya tercatat menguasai 75 persen dari ketersediaan vaksin secara global.
 
“Pada saat kritis ini, pemerataan vaksin merupakan ujian moral terbesar di hadapan masyarakat global,” kata Guterres saat berbicara dalam pertemuan tingkat tinggi Dewan Keamanan PBB, Rabu 17 Februari 2021, sebagaimana dilaporkan Al Jazeera.
 
Lelaki asal Portugal itu menyerukan rencana vaksinasi global, sebagai skema yang menyatukan ilmuwan, produsen vaksin, dan donor, untuk memastikan agar semua orang di setiap negara memperoleh inokulasi sesegera mungkin.
 
Guterres mendorong 20 negara dengan kekuatan ekonomi terbaik di dunia (G20) untuk membentuk gugus tugas darurat yang berfungsi untuk mengelola distribusi vaksin. Gagasan itu muncul karena Guterres kecewa dengan kegagalan skema distribusi vaksin yang dirancang oleh COVAX. 

Baca Juga: COVAX Segera Sebar Vaksin COVID-19 Gratis ke Negara Miskin

Topik:

  • Sunariyah

Berita Terkini Lainnya