Militer Sudan: Keluar dari Politik Usai Pemilu 2023

Kelompok pro-demokrasi menolak militer dalam politik

Jakarta, IDN Times – Pimpinan militer Sudan, Jenderal Abdel Fattah Al-Burhan, mengatakan bahwa pihak militer akan keluar dari politik usai pemilihan umum yang dijadwalkan pada 2023 mendatang. Dia juga menambahkan bahwa partai sebelumnya yang berkuasa di era Omar Al-Bashir tidak akan berpartisipasi dalam pemerintahan transisi.

Burhan telah terlibat dalam upaya kudeta militer pada akhir Oktober lalu. Namun pada 21 November, dia mengembalikan kekuasaan kepada perdana menteri interim yang dikudeta, Abdalla Hamdok, yang akan memimpin kabinet teknokratis hingga pemilihan pada Juli 2023.

"Ketika pemerintah terpilih, saya tidak berpikir tentara, angkatan bersenjata, atau pasukan keamanan mana pun akan berpartisipasi dalam politik. Inilah yang kami sepakati dan ini adalah situasi alami," kata Burhan, Sabtu (4/12/2021), dikutip dari Reuters.

1. Menjawab tuntutan dari kelompok pro-demokrasi 

Militer Sudan: Keluar dari Politik Usai Pemilu 2023Rakyat Sudan turun ke jalan memprotes aksi kudeta militer. (twitter.com/African Narratives)

Keputusan pihak militer untuk keluar dari kekuasaan politik Sudan sebelumnya diserukan oleh partai politik yang pro-demokrasi. Setelah perjanjian November disepakati, mereka terus melakukan unjuk rasa dan tidak mengakui kesepakatan itu karena kurang percaya akan keterlibatan militer dalam politik setelah apa yang mereka saksikan dalam upaya kudeta.

Para demonstran hanya ingin mengakhiri ketidakstabilan politik dengan transisi sipil sepenuhnya tanpa adanya campur tangan dari pihak militer sama sekali. Mereka menginginkan pihak militer mundur dari kekuasaan secara penuh dan kembali ke posisi mereka sebagaimana fungsi militer pada umumnya.

2. Penyelidikan terhadap pembunuhan pengunjuk rasa dimulai 

Militer Sudan: Keluar dari Politik Usai Pemilu 2023Militer Sudan di kota Khartoum untuk berjaga-jaga terhadap gelombang aksi protes terhadap kudeta yang dilakukan pihak militer. (twitter.com/AJ+)

Baca Juga: 15 Demonstran Anti-Kudeta di Sudan Tewas Ditembak Peluru Tajam

Melansir Al Jazeera, setidaknya ada sekitar 44 orang tewas dalam demonstrasi sejak kudeta pada 25 Oktober lalu. Petugas medis menuturkan bahwa kebanyakan dari mereka mengalami luka tembak dari pasukan keamanan akibat penggunaan peluru tajam dan gas air mata dalam menghalau massa.

“Investigasi mengenai para korban protes telah mulai mengidentifikasi siapa yang melakukan ini … dan untuk menghukum para penjahat,” kata Burhan, seraya menambahkan bahwa pasukan keamanan hanya membubarkan protes yang rusuh.

3. Penyerahan Al-Basir ke ICC belum disetujui oleh militer 

Militer Sudan: Keluar dari Politik Usai Pemilu 2023Omar Al-Bashir, mantan presiden Sudan yang digulingkan pada kudeta 2019. (twitter.com/Facts East Africa)

Al-Basir telah dipenjara sejak penggulingannya pada 2019 lalu. Dia dituduh telah melakukan korupsi dan saat ini sudah dicari oleh Pengadilan Kriminal Internasional (ICC) dengan beberapa tahanan Sudan lainnya yang terlibat dalam kejahatan perang di Dafur. Pemerintah sipil telah setuju penyerahan Basir namun militer belum menyetujuinya.

“Kami memiliki pemahaman dengan Pengadilan Kriminal Internasional untuk kemunculan (tersangka) di depan pengadilan. Kami tetap berdialog dengan pengadilan tentang bagaimana melakukan yang benar bagi para korban,” kata Burhan. 

Sebagai informasi, Omar Al-Basir merupakan mantan perdana menteri Sudan yang pada 2019 lalu digulingkan akibat tindakan otoriternya. Dia memimpin Sudan sejak tahun 1989, dan meraik kursi kekuasaan dengan jalan kudeta terhadap pemerintah yang sah saat itu.

Baca Juga: Kepala Biro Al Jazeera di Sudan Ditangkap Pihak Militer

Zidan Patrio Photo Verified Writer Zidan Patrio

patrio.zidan@gmail.com

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Novaya

Berita Terkini Lainnya