Pejabat Iran: Kami Mampu Buat Bom Nuklir, Tapi Belum Diputusakan
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Jakarta, IDN Times – Penasihat Iran untuk Ayatollah Ali Khamenei, pada Minggu (17/7/2022), mengatakan bahwa Teheran bisa saja membuat senjata nuklir. Namun, Iran belum mempertimbangkan untuk melakukannya.
Pernyataan itu disampaikan Kamal Kharrazi kepada Al Jazeera dalam sebuah wawancara sehari setelah presiden Amerika Serikat (AS), Joe Biden, meninggalkan Timur Tengah dalam tur regionalnya dari 15-17 Juli. Biden bersumpah untuk menggagalkan Iran membuat senjata nuklirnya.
Pihak Barat kerap menuduh Iran sedang berusaha mengembangkan senjata nuklir, tetapi tuduhan itu dibantah. Menurut Teheran, pengembangan nuklir di Iran dilakukan untuk tujuan damai.
1. Iran sudah perkaya nuklirnya hingga 60 persen
Dilansir Middle East Eye, komentar Kharrazi pada Minggu adalah pernyataan langka bahwa Iran mungkin memiliki kepentingan dalam senjata nuklir, yang telah lama dibantahnya.
"Dalam beberapa hari kami dapat memperkaya uranium hingga 60 persen dan dengan mudah memproduksi 90 persen uranium yang diperkaya. Iran memiliki sarana teknis untuk memproduksi bom nuklir, tetapi belum ada keputusan oleh Iran untuk membuatnya," kata Kharazzi.
Iran sudah memperkaya hingga 60 persen uraniumnya, jauh di atas batas 3,67 persen menurut kesepakatan nuklir Teheran 2015 dengan negara kekuatan dunia. Untuk diketahui, uranium yang diperkaya hingga 90 persen cocok untuk bom nuklir.
Baca Juga: Iran Jatuhkan Sanksi ke 61 Pejabat AS karena Dukung Terorisme
2. AS menarik diri dari perjanjian pada 2018
Pada 2018, mantan Presiden AS Donald Trump secara sepihak menarik diri dari perjanjian nuklir. Langkah itu disusul oleh pemberian sanksi ekonomi terhadap Iran.
Editor’s picks
Sebagai reaksi terhadap penarikan Washington dan penerapan kembali sanksi keras, Teheran mulai melanggar pembatasan nuklir pakta itu.
Tahun lalu, menteri intelijen Iran mengatakan tekanan Barat dapat mendorong Teheran untuk membuat senjata nuklir. Pengembangan nuklir sendiri telah dilarang oleh Khamenei melalui fatwa pada awal 2000-an.
Iran mengatakan, pihaknya memurnikan uranium hanya untuk penggunaan energi sipil. Negara itu juga mengatakan akan kooperatif jika AS mencabut sanksi dan kembali bergabung dalam perjanjian.
Garis besar kesepakatan yang dihidupkan kembali disepakati pada Maret setelah 11 bulan pembicaraan tidak langsung antara Teheran dan pemerintahan Biden di Wina. Namun, lagi-lagi perjanjian gagal karena permintaan Iran atas jaminan bahwa AS tidak akan keluar dari perjanjian itu lagi di masa mendatang.
Biden tidak bisa menjanjikan hal itu karena kesepakatan nuklir adalah pemahaman politik yang tidak mengikat, bukan perjanjian yang mengikat secara hukum.
"AS belum memberikan jaminan untuk melestarikan kesepakatan nuklir dan ini merusak kemungkinan kesepakatan apapun," kata Kharrazi.
3. Israel ancam serang fasilitas nuklir Iran
Di lain pihak, Israel yang juga ketakutan atas potensi senjata nuklir Iran mengancam akan menyerang fasilitas nuklir Teheran, jika negosiasi tidak dapat menahan ambisi nuklir negara tersebut.
Kharrazi mengatakan, Iran tidak akan pernah merundingkan program rudal balistik dan kebijakan regionalnya, seperti yang diminta oleh Barat dan sekutunya di Timur Tengah.
"Setiap penargetan keamanan kami dari negara-negara tetangga akan ditanggapi langsung dengan negara-negara ini dan Israel," katanya.
Baca Juga: Balas Dendam ke Hamas, Israel Luncurkan 10 Rudal ke Jalur Gaza
IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.