Presiden Iran Minta AS Setop Sanksi demi Capai Kesepakatan Nuklir 

Raisi pertanyakan ketulusan AS atas perjanjian nuklir 2015

Jakarta, IDN Times – Pembicaraan nuklir antara barat dan Iran tak kunjung mencapai titik terang. Presiden Iran, Ebrahim Raisi, mengatakan Amerika Serikat (AS) harus mencabut sanksi ekonomi dan memberikan jaminan guna mencapai kesepakatan.

Raisi juga pesimistis bahwa belum saatnya untuk berbicara tatap muka langsung dengan pihak AS. Dia mempertanyakan ketulusan Washington untuk menyepakati kembali kesepakatan nuklir 2015 dengan Teheran.

“Penghapusan sanksi harus dibarengi dengan resolusi pengamanan. Ada beberapa tuduhan politik dan tidak berdasar terhadap Republik Islam Iran ketika datang untuk menjaga isu. Jadi, kita harus menyelesaikan masalah pengamanan ini,” kata Raisi.

Komentar Raisi dilontarkan kepada Al Jazeera pada Jumat (16/9/2022) ketika berada di Samarkand, Uzbekistan. Ia menghadiri pertemuan Organisasi Kerjasama Shanghai pada Kamis di kota itu.

1. China sebut pihak barat melakukan standar ganda terhadap Iran 

Presiden Iran Minta AS Setop Sanksi demi Capai Kesepakatan Nuklir Dutas Besar China untuk Badan Energi Atom Internasional, Wang Qun. (Dok. Kementerian Luar Negeri China)

Terkait dengan jaminan yang disediakan oleh Iran, Raisi menekankan bahwa Teheran bersiap memberikan “jaminan yang dapat dipercaya” jika memang AS berniat mencapai kesepakatan.

“Jika ada solusi jangka panjang untuk masalah pengamanan, pasti dimungkinkan untuk mencapai kesepakatan,” katanya.

Sementara itu, dari lain pihak, yakni China, melihat apa yang dilakukan oleh AS terhadap Iran merupakan praktik standar ganda.

Beijing menyoroti langkah Washington atas upaya pembatasan kepemilikan nuklir untuk bahan bakar di Teheran. Sementara itu, AS dan Inggris berencana untuk mentransfer ratusan kilogram uranium yang diperkaya tinggi ke Australia sebagai bagian dari kesepakatan untuk menjual kapal selam nuklir.

“Dengan Australia mereka berbicara tentang pengadaan berton-ton bahan tingkat senjata ke negara yang tidak memiliki senjata nuklir. Pengecualian ini berisiko meruntuhkan bendungan yang menahan proliferasi,” ungkap Wang Qun, Duta Besar China untuk Badan Energi Atom Internasional (IAEA), dilansir Bloomberg.

Baca Juga: Albania Tuding Iran Lancarkan Serangan Siber Kedua

2. Belum ada manfaat atas pembicaraan dengan AS sejauh ini 

Presiden Iran Minta AS Setop Sanksi demi Capai Kesepakatan Nuklir Para menteri luar negeri China, Prancis, Jerman, Rusia, Inggris, Amerika Serikat dan Uni Eropa berdebat dengan tim perunding nuklir Iran, 14 Juli 2015. (Dok. Wikipedia/Bundesministerium für Europa)

Jurnalis Al Jazeera, Resul Serdar, menjelaskan bahwa Presiden Raisi belum melihat manfaat apapun dalam pertemuan secara langsung dengan para pejabat AS.

“Dia juga mempertanyakan ketulusan Amerika, ketulusan pendekatan Amerika terhadap masalah ini. Dia mengatakan bahwa jika Amerika ingin menyelesaikan kesepakatan, mengapa mereka menjatuhkan sanksi baru terhadap Iran di tengah negosiasi?” katanya.

AS baru-baru ini menjatuhkan sanksi terhadap perusahaan Iran karena membantu upaya transfer drone Iran ke Rusia untuk digunakan di Ukraina. Kementerian Iran juga dituduh terlibat dalam serangan siber di Albania. Tuduhan itu telah dibantah oleh Teheran.

3. Sanksi ekonomi yang melumpuhkan Iran 

Presiden Iran Minta AS Setop Sanksi demi Capai Kesepakatan Nuklir Ilustrasi bendera Iran (unsplash.com/mostafa meraji)

IAEA pada 7 September mengatakan, pihaknya kurang yakin bahwa pengembangan nuklir Iran digunakan untuk tujuan damai.

Sementara itu, Teheran sejak lama telah menyatakan bahwa program nuklirnya difokuskan pada energi nuklir, dan bukan senjata.

Dampak yang dirasakan Iran akibat tuduhan itu tidak main-main. Ekonomi dan rakyat Iran telah terpukul keras dalam beberapa dekade akibat sanksi internasional.

PBB pada minggu ini menerbitkan sebuah laporan yag merinci dampak embargo selama puluhan tahun terhadap Iran. Penulis laporan, Alena Douhan, mengatakan sanksi telah berdampak ke segala lini kehidupan di negara itu.

Sanksi telah dijatuhkan pada Iran sejak 1979 ketika revolusi Islam negara itu terjadi. Sanksi sempat dihentikan ketika kesepakatan nuklir 2015 tercapai. Namun, pada 2018, AS secara sepihak menarik diri dari perjanjian itu, di mana sanksi kembali diberlakukan. 

Zidan Patrio Photo Verified Writer Zidan Patrio

patrio.zidan@gmail.com

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Dwi Agustiar

Berita Terkini Lainnya