[OPINI] Plato dan Kita yang Menggusur Athena Kuno Demi Keadilan

Sebab keadilan harus tumbuh lebih dulu dalam diri kita masing-masing...

(Tulisan pendek ini hanya sebuah sikap pribadi penulis untuk meminta perdamaian dan keadilan dalam artian seluas-luasnya. Penulis yakin banyak opini lain yang lebih bagus dan lebih padat secara muatan daripada tulisan pendek lagi sederhana ini.)

“Keadilan adalah melakukan hal-hal yang ingin kita alami kepada orang lain.” – Gary Haugen, Presiden Organisasi International Justice Mission

Alkisah Plato, salah satu filsuf mahsyur, berkata pada murid-muridnya bahwa keadilan sangat menentukan seberapa bagus jiwa seseorang. Plato rupanya prihatin dengan suasana kota Athena, tempatnya mencari ilham dan berdebat perihal sifat manusia, yang begitu semrawut dan kacau balau.

Kejahatan, kebencian, korupsi, asusila, penindasan, diskriminasi yang terjadi baik di gang-gang kumuh hingga seberang istana pembesar acapkali melintas di depan matanya.

Athena versi Plato rupanya masih ada hingga sekarang, bahkan meluas hingga sudut-sudut Bumi yang sempit ini. Dia menjadi parasit dalam partai politik, dalam diskusi nasib negara, dalam rancangan undang-undang terbaru, dalam berita televisi, dalam media sosial, dalam pikiran golongan pembenci dan masih banyak lagi.

Sebagian orang begitu bangga menjunjung segala keburukan Athena-nya Plato. Seperti kata sang filsuf, segala keburukan yang dia saksikan (Dan masih kita saksikan pula) disebabkan oleh kurangnya satu hal: keadilan.

1. Kita kerap meminta keadilan, tapi apakah kita sudah berbuat adil juga?

[OPINI] Plato dan Kita yang Menggusur Athena Kuno Demi KeadilanMedan Bisnis Daily

Beberapa hari lalu, seorang Biksu Buddha mendapat ultimatum dari sekelompok orang agar segera meninggalkan rumahnya di Tangerang usai diduga menggunakan rumahnya sebagai “tempat ibadah”.

Kabar dan kecaman terlanjur dilayangkan saat langkah damai sudah disepakati kedua pihak. Katanya hanya salah paham semata, tidak lebih.

Yang mengejutkan, seorang pengguna media sosial menulis sang Biksu harusnya “beruntung” karena tidak bernasib sama dengan etnis Rohingya di Myanmar. Saya kemudian mengambil kesimpulan: kita kekurangan definisi tentang keadilan.

Harusnya (Menurut saya pribadi), “keadilan”-lah yang bisa diterjemahkan dengan sebebas-bebasnya dan seluas-luasnya daripada pelaksanaan UU ITE.

Dialog antara Plato dan sang guru, Socrates, tentang keadilan tercantum dalam buku "The Republic". Mereka sepakat bahwa seseorang yang adil adalah dia yang "memberi atau melakukan hal yang sama persis dengan apa yang dia terima sebelumnya".

2. Plato kerap menekankan pada penggunaan akal budi di atas segala-galanya

[OPINI] Plato dan Kita yang Menggusur Athena Kuno Demi KeadilanLapham's Quarterly

Plato mengungkapkan bahwa manusia bisa mencapai keadilan jika mau mengorbankan hasrat pribadi. Ada tiga hal yang berperan penting membentuk makna adil dalam diri kita semua. Akal budi, kehendak dan nafsu.

Akal budi jadi motor penggerak dari sebuah proses pengendalian tindak-tanduk. Dari situ pula, akal budi bisa menjinakkan segala bentuk hawa nafsu.

Socrates kemudian memberi sebuah analogi mudah. Mari bayangkan sebuah kereta kuda, atau delman, atau andong, atau apapun sebutannya di daerah masing-masing. Sebuah kereta kuda terdiri atas kusir (akal budi), kotak penumpang (Kehendak) dan tentu si kuda sendiri (Nafsu).

Tanpa kemampuan kusir, kereta yang sudah berisi penumpang tidak akan bergerak ke mana-mana bahkan untuk mengantar penumpang yang sudah lama menunggu sekalipun. Tanpa dijinakkan oleh kusir, si kuda bisa mengamuk dan melibas apa saja yang dia lihat atau dia anggap merintangi jalannya.

3. Membedakan mana "keadilan" dana mana "balas dendam"

[OPINI] Plato dan Kita yang Menggusur Athena Kuno Demi KeadilanPinterPolitik.com

Kembali dalam kasus sang Biksu di Tangerang. Agaknya, saudara kita tersebut tidak sempat menempatkan akal budinya sebagai penggerak utama lisan atau jari-jarinya yang merupakan ciptaan Tuhan dalam menulis komentar.

Akal budi adalah sebuah karunia, maka tak menggunakannya dengan tepat sama saja mengkhianati pemberian-Nya. Akal budi mampu menjinakkan segala kebencian bertopeng muslihat dan dogma buta. Akal budi pula yang mampu membuat kita mampu berempati, dan terhindar dari lingkaran “iblis” balas dendam.

Menjustifikasi nasib etnis Rohingya untuk “mewajarkan” tindakan persekusi jelas salah besar. Maka apa bedanya kita dengan militer Myanmar yang membakar rumah, mengusir paksa, menganiaya anak-anak, dan melakukan berbagai kejahatan lain di luar batas kemanusiaan?

Jika mereka tetap bersikeras bahwa itu adalah "keadilan", maka "keadilan" yang mereka anut adalah palsu sama sekali. Itu hanyalah bungkus dari "balas dendam" dan "kebencian".

4. Kematian Socrates demi penegakan keadilan di Athena yang bobrok

[OPINI] Plato dan Kita yang Menggusur Athena Kuno Demi Keadilandiplomaticourier.com

Rasa empati yang tumbuh dari akal budi bisa mencegah kita melakukan hal-hal yang berujung pada kerusakan. Turut memahami penderitaan orang/golongan bisa mencegah kita terhindar dari proses merusak diri sendiri dengan letup benci.

Keadilan bertaut erat dengan empati, layaknya dahi seseorang dengan tempat sujudnya saat mengakui kecilnya diri di hadapan Sang Maha Adil.

Plato sendiri menekankan bahwa seseorang yang sudah mampu mengendalikan akal-kehendak-nafsu telah memberi sumbangsih terhadap penciptaan masyarakat berkeadilan. Agaknya dia masih terkesan dengan apa yang dilakukan sang guru, Socrates, yang mangkat setelah rela minum racun demi penegakan keadilan Athena.

Cara menebarkan keadilan? Plato sudah mewanti-wanti: “adillah sejak dari dalam diri”. Maka mulailah dari hal-hal kecil nan mudah. Semua demi menggusur Athena kuno penuh bau tengik dan penindasan, tempat Plato hidup, yang bisa saja telah mengokupansi setiap sisi dada kita.

Achmad Hidayat Alsair Photo Verified Writer Achmad Hidayat Alsair

Separuh penulis, separuh orang-orangan sawah.

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Irma Yudistirani

Berita Terkini Lainnya