[OPINI] Pentingnya Partisipasi Perempuan dalam Politik

Keterwakilan perempuan di lembaga legislatif telah diatur

Berbagai persoalan yang dialami perempuan pada sektor politik tentu tidak lepas dari proses politik tersebut. Berbagai lembaga yang terkait dengan politik seperti partai politik, pemerintah, lembaga perwakilan rakyat, maupun lembaga penyelenggara pemilu sangat didominasi laki-laki. Sehingga tidak heran berbagai kepentingan, aspirasi, maupun prioritas yang menentukan agenda politik terlalu mendominasi proses politik dan kebijakan publik yang dihasilkan. Padahal kaum perempuan memiliki nilai, kepentingan, dan kebutuhan yang berbeda dengan kaum laki-laki. Perbedaan ini sangat penting dalam lembaga politik terutama untuk memberikan perubahan terhadap proses politik ke arah yang demokratis.

Dalam sejarah, berbagai organisasi perempuan pra dan pasca kemerdekaan seperti Poetri Mardika di Jakarta, Purborini, Aisyiyah di Yogyakarta, Wanita Susilo di Pemalang, Wanita Hadi di Jepara, dan Poetri Boedi Sejati di Surabaya memiliki kontribusi yang signifikan dalam gerakan perempuan. Namun, di era orde baru berbagai gerakan perempuan menjadi tidak menonjol karena rezim di era orde baru yang sangat represif terhadap kebebasan berpendapat. Setelah jatuhnya era orde baru pada 1998, gerakan perempuan kembali muncul dalam bentuk organisasi-organisasi masyarakat sipil. Selain itu, dibentuk juga komisi independen bernama Komnas Perempuan yang berfokus pada isu-isu perempuan pada 15 Oktober 1998.

Tantangan berat yang dihadapi kaum perempuan pada saat ini diantaranya masih adanya keraguan pada kalangan masyarakat tertentu terhadap kesiapan perempuan dalam menjalankan fungsi dan peran perempuan dalam kancah politik. Persoalan yang dihadapi perempuan tersebut disebabkan kendala nilai sosial budaya yang tidak memberikan akses kepada mereka serta kesempatan dalam menduduki posisi-posisi strategis di berbagai lembaga politik. Meskipun kemampuan intelegensi, manajerial dan kemampuan kepemimpinan perempuan Indonesia memiliki kualitas yang memadai.

Padahal jika melihat aturannya, persamaan hak antara laki-laki dan perempuan terutama dalam pemerintahan diatur dalam pasal 27 ayat (1) UUD 1945 yang menyebutkan bahwa "Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya." Sehingga telah sewajarnya perempuan harus mendapat perlakuan yang sama di dalam pemerintahan maupun hukum. Namun bila dilihat pada realitanya, keterwakilan perempuan di berbagai lembaga politik formal masih terbilang sedikit dibandingkan dengan laki-laki. Hal ini menjadi wajar karena dunia politik lebih diasosiasikan relatif dekat dengan laki-laki serta budaya patriarki yang tumbuh dan berkembang di tengah masyarakat.

Budaya patriarki membuat perempuan ditempatkan pada peran-peran domestik atau di dalam rumah sedangkan laki-laki berperan sebagai kepala rumah tangga, pencari nafkah, dan pengambil keputusan dalam rumah tangga. Sehingga apabila perempuan masuk ke dalam dunia politik dianggap kurang pantas. Bahkan, arena politik sarat dengan persaingan yang ketat. Sehingga peran perempuan menjadi terbatas dan pada akhirnya berbagai kepentingan politik terhadap perempuan menjadi berkurang.

Keterwakilan perempuan di lembaga legislatif telah diatur melalui UU No. 2003 tentang Pemilu dimana anggota DPR, DPD, maupun DPRD menetapkan kuota keterwakilan perempuan minimal 30 persen. Namun, pada kenyataanya keterwakilan perempuan tersebut tidak pernah sesuai dengan aturan yang telah diundangkan tersebut. Jika kita melihat hasil dari Pemilu 2019, keterwakilan perempuan di lembaga legislatif berada pada 20,8 persen. Hal ini masih jauh dari angka minimal keterwakilan perempuan yang telah diatur dalam UU No. 2003. Bahkan, menurut data World Bank pada 2019, Indonesia berada pada peringkat ke-7 untuk keterwakilan perempuan di parlemen se-asia tenggara.

Keberadaan perempuan di parlemen menjadi satu hal yang sangat penting karena perempuan memiliki kepentingan tersendiri yang hanya bisa dikemukakan oleh kaum perempuan itu sendiri dan akan susah bagi kaum laki-laki untuk bisa memahami apa yang dibutuhkan perempuan. Sehingga perempuan sendirilah yang bisa memberikan kebijakan yang adil bagi mereka. Terlebih dari segi cara pandang, laki-laki dan perempuan memiliki cara pandang yang berbeda sehingga hal ini juga yang pada akhirnya berbagai kebijakan terkadang tidak berpihak pada kaum perempuan. Keberadaan perempuan dalam parlemen yang memadai bisa menjadi harapan bagi kaum perempuan agar ke depannya kepentingan perempuan bisa terwakili.

Baca Juga: [OPINI] Stop Merendahkan Perempuan Melalui Humor!

Fadil Khamsya Photo Writer Fadil Khamsya

Member IDN Times Community ini masih malu-malu menulis tentang dirinya

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Novaya

Berita Terkini Lainnya