Selain Korupsi, Perubahan Iklim Jadi Momok bagi Milenial dan Gen Z

Haruskan kami pindah ke Mars bersama Elon Musk?

Baru-baru ini, hampir semua media massa Indonesia ramai-ramai memberitakan polusi udara di Jakarta yang semakin membahayakan kesehatan. Saking parahnya, kualitas udara di Jakarta termasuk yang terburuk di dunia. Dilansir IDN Times, menurut Piotr Jakubowski, Co founder penyedia aplikasi pengukur kualitas udara, mengatakan bahwa menghirup udara di DKI Jakarta ibarat menghirup 4–9 batang rokok.

Dalam Laporan Pembaruan Tahunan Indeks Kehidupan Kualitas Udara AQLI yang dirilis pada Selasa, 14 Juni 2022 lalu, dijelaskan bahwa 99,9 persen wilayah Asia Tenggara memiliki tingkat polusi yang tidak aman. Namun, yang paling menghebohkan dari polusi udara ini adalah warga DKI Jakarta terancam kehilangan harapan hidup rata-rata 3–4 tahun.

Isu polusi udara di Jakarta ini sebenarnya sudah lama terjadi, bahkan sebenarnya belum pernah terselesaikan. Hanya saja, akhir-akhir ini mungkin semakin viral karena kualitas udara yang semakin gak layak untuk dihirup paru-paru manusia. 

Saat membaca berita maupun thread di Twitter tentang ini, sejenak pikiranku melayang, membayangkan hidupku beberapa tahun ke depan akan seperti apa. Terbayang masa depanku nanti akan hidup seperti Song Joong Ki dalam film Space Sweepers, di mana kondisi bumi sudah tak layak huni lagi akibat rusaknya lingkungan sehingga ia harus meninggalkan bumi dan hidup di luar angkasa. Terbersit pertanyaan, "Apakah aku sebaiknya ikut Elon Musk saja agar nanti bisa pindah dan hidup di planet Mars?"

Mengapa aku begitu khawatir tentang hal ini? Perubahan iklim adalah isu yang begitu penting bagi generasi muda sepertiku. Mendengar kabar polusi udara di DKI Jakarta yang semakin parah hanyalah salah satu tanda kecil bahwa ibu pertiwi mulai tidak baik-baik saja. 

Selain korupsi, perubahan iklim adalah isu yang paling dikhawatirkan Milenial dan Gen Z

Generasi kami, Milenial dan Gen Z kerap dilabeli sebagai generasi lembek dan hanya suka main TikTok. Jangan salah, diam-diam generasi Milenial dan Gen Z adalah generasi yang paling peduli dengan isu-isu penting yang menyangkut masa depan mereka. 

Pada tahun 2021 lalu, menjelang momentum 92 tahun Sumpah Pemuda dan COP26 Glasgow, Indikator Politik bersama Yayasan Indonesia cerah melakukan survey yang menyasar anak muda berusia 17–35 tahun.

Dari hasil survey tersebut, sebanyak 85 persen responden menyebutkan bahwa korupsi adalah isu yang paling mereka khawatirkan, lalu diikuti sebanyak 82 persen responden mengatakan bahwa kerusakan lingkungan adalah isu yang juga mereka khawatirkan. Isu polusi udara dan perubahan iklim termasuk kedelepan besar isu yang paling dikhawatirkan oleh anak muda.

Climate change is real! Naluri kami kuat dan perasaan kami sangat sensitif atas perubahan-perubahan alam dan cuaca apa yang sering kami alami. Saat musim kemarau, cuaca jadi lebih panas dari biasanya, bahkan rasanya bisa sangat menyakiti kepala dan kulit. 

Perubahan cuaca yang sangat mendadak dan ekstrem juga kerap terjadi. Di satu wilayah bisa hujan lebat hingga banjir, namun di wilayah lain bisa kemarau berkepanjangan. Hari ini panas, lalu keesokan harinya hujan badai. Ditambah lagi hujan dan banjir sekarang jadi sangat sering terjadi di hampir semua wilayah Indonesia. Cuaca sungguh di luar prediksi dan terasa seperti menakutkan.

Apa dampak terburuk dari perubahan iklim? Membayangkannya saja aku gak sanggup

Banjir dan gelombang panas yang kita rasakan saat ini sepertinya hanyalah permulaan saja. Apabila isu perubahan iklim ini tidak segera ditangani dengan serius, nantinya akan ada beberapa bahaya besar yang sudah menanti.

Dilansir ditjenppi.menlhk.go.id, ada beberapa dampak negatif yang akan terjadi apabila perubahan iklim dibiarkan begitu saja. Di antaranya adalah menurunnya kualitas dan kuantitas hutan, berkurangnya area pertanian sehingga berkutangnya produksi pertanian, menurunnya kualitas dan kuantitas air, perubahan habitan, punahnya spesies, meningkatnya wabah penyakit, tenggelamnya daerah pesisr dan pulau-pulau kecil, dan ancaman penyakit kanker kulit, katarak dan penurunan daya tubuh.

Sepertinya kita semua terlalu jemawa karena hidup di negara yang kaya akan sumber daya alam. Kita gak hanya memanfaatkan, namun telah mengeksploitasi habis-habisa untuk kepentingan pribadi atau segelintir kelompok. Kita gak sadar bahwa hutan-hutan yang seharusnya menjadi paru-paru dunia sudah banyak yang rusak.

Deforestasi besar-besaran terjadi tiap tahunnya. Pembukaan lahan tambang batu bara, sawit, dan sebagainya dialkukan tanpa memperhatikan lingkungan sekitar. Di kota sendiri, polusi udara semakin menghantui karena emisi dari kendaraan transportasi dan industri yang masif.

Baik di desa maupun di kota, kita semua sama-sama terancam. Baru saja kita bangkit dari bencana pandemik COVID-19, sekarang kita harus dihadapkan dengan kerusakan lingkungan dan isu perubahan iklim yang mengancam masa depan dan anak cucu kita. Bagaimana kita semua bisa bertahan di masa depan?

Sudah saatnya krisis perubahan iklim menjadi isu yang populer dalam politik dan masyarakat

Rusaknya lingkungan dan perubahan iklim yang sudah mulai terjadi saat ini adalah buah dari perilaku manusia di masa lalu. Rasanya percuma jika generasi muda hanya berteriak-teriak meminta pertanggungjawaban generasi sebelumnya atas apa yang terjadi saat ini. Oleh karena itu, saatnya kita mulai menyadari bahwa kita harus segera bergerak dan bertindak secara nyata. 

Tentu saja para pemimpin di Indonesia bahkan dunia adalah orang-orang yang paling berpengaruh untuk bisa segera memberlakukan kebijakan-kebijakan tegas agar isu ini bisa segera tertangani. Pemerintah juga menjadi garda terdepan yang harus bertanggung jawab. Salah satu bentuk tanggung jawabnya adalah dengan segera melakukan proses transisi energi terbarukan yang jauh lebih ramah lingkungan. 

Sejenak kita menengok pencapaian Indonesia dalam pengembangan Energi Baru terbarukan (EBT). Bila dibandingkan dengan negara-negara lainnya, Indonesia termasuk jauh tertinggal. Hingga saat ini Indonesia baru bisa memproduksi listrik dari sumber energi baru terbarukan hanya sebesar 11 persen. Sedangkan negara yang lain bisa sampai 40–60 persen.

Pada Presidensi G20 Indonesia, terdapat tiga isu prioritas yakni arsitektur kesehatan global, transformasi digital, serta transisi energi berkelanjutan. KTT G20 yang diselenggarakan di Bali pada November 2022 mendatang mengusung tema "Recover Together, Recover Stronger", yang mana akan membahas isu perubahan iklim dan juga energi berkelanjutan secara serius bersama-sama dengan para pemimpin negara anggota G20.

Aspirasi tentang harapan terciptanya bumi yang lebih sehat dan lingkungan yang kembali bersih adalah cita-cita semua generasi baik di Indonesia maupun seluruh dunia. Di atas itu, semua warga dunia berhak untuk bisa hidup nyaman di bumi ini. 

Sebenarnya pemerintah sendiri sudah mulai menerapkan berbagai kebijakan dan regulasi ketat untuk para pelaku industri yang menimbulkan pencemaran lingkungan, seperti mengenakan denda uang yang besar. Namun sayangnya, pada kenyataannya masih banyak industri-industri yang mencari cara licik untuk bisa menghindar dari kewajiban mengelola limbah agar lebih hemat.

Para pemimpin dunia harus serius saling bahu membahu untuk bisa mengentaskan permasalahan lingkungan ini. Saling membukakan jalan investasi kepada negara-negara yang serius dalam melakukan transisi energi terbarukan. Adanya kerja sama yang saling terintegrasi antar negara dan pemimpin, bukan tidak mungkin dunia ini bisa perlahan kembali pulih. 

Selain itu, sudah saatnya isu-isu mengenai perubahan iklim dan juga energi baru terbarukan ini menjadi isu prioritas dan populer dalam politik, agar sistem dalam pemerintahan dan negara dapat serius menyukseskan segala proses dan usaha membuat bumi lebih berkelanjutan.

Adanya pembahasan mengenai isu-isu lingkungan dan perubahan iklim dalam Presidensi G20 ini memberikanku secercah harapan tentang masa depan ibu pertiwi. Sebagai masyarakat, kita harus mendukung dengan menerapkan hidup yang lebih ramah lingkunan agar bumi kita ini tidak rusak.

Mari kira jaga bersama bumi ini, sehingga kita semua tak perlu pusing memikirkan bagaimana cara agar bisa ikut Elon Musk pindah ke Mars tahun 2026 nanti. 

Erventina Santoso Photo Verified Writer Erventina Santoso

Member IDN Times Community ini masih malu-malu menulis tentang dirinya

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Ananda Zaura
  • Cynthia Kirana Dewi

Berita Terkini Lainnya