Cerita Setahun Pandemik, Klise tapi Bermakna

#SatuTahunPandemik COVID-19

Tak terasa, pandemik COVID-19 tepat setahun. Aku ingin berbagi cerita lewat tulisan ini terkait pandemik. Mungkin terdengar klise, tapi secara pribadi, cerita ini bermakna dalam hidupku.

Kasus COVID-19 pertama di Indonesia diumumkan pemerintah 2 Maret 2020. Saat itu Presiden Joko Widodo mengumumkan dua kasus positif di Tanah Air yakni ibu dan anak warga Depok, Jawa Barat.

Pengumuman itu tepat sehari menjelang hari lahir aku. Respons pertamaku saat pemerintah mengumumkan resmi kasus Corona pertama adalah, akhirnya “Indonesia kena juga”. Alasan aku merespons seperti itu lantaran profesi yang saya geluti intens mengikuti informasi seputar COVID-19.

Kebetulan sebelum bekerja di IDN Times, di tempat kerja sebelumnya aku diberi tanggung jawab sebagai redaktur internasional dan kota. Update seputar fenomena penyakit itu aku ikuti sejak Januari 2020 sebagai bahan informasi untuk halaman internasional. Kala itu belum ada nama penyakit resmi dilabeli WHO terkait virus corona, hingga pertengahan Februari badan PBB itu mengumumkan nama resmi dan pertengahan Maret penyakit tersebut dinyatakan sebagai pandemik.

Usai pemerintah mengumumkan kasus pertama COVID-19, sehari setelah hari lahir, aku, papaku dan adikku melakukan perjalanan darat mengendarai kendaraan roda empat menuju Kota Palembang. Perjalanan itu direncanakan jauh hari sebelum pengumuman resmi pemerintah tentang COVID-19.

Selain itu, aku semangat melakukan perjalanan ke luar kota karena untuk pertama kalinya dapat merasakan Jalan Tol Trans Sumatera ruas Lampung-Palembang, hehehe. Seingatku selama di Palembang, 4-5 Maret 2020, kami hanya berkunjung ke rumah kerabat, melihat rumah orangtuaku yang kebetulan disewakan ke orang lain, ke tempat makan, dan membeli oleh-oleh.

Apakah aku langsung menerapkan protokol kesehatan memakai masker, mencuci tangan gunakan air mengalir, hindari kerumunan saat melakukan perjalanan luar kota tersebut? Jawabannya tidak. Tapi terkait masker, sejak tiga tahun terakhir sudah terbiasa memakai masker medis saat berkendara. Tetapi saat tiba di tempat kerja atau berkunjung ke lokasi tertentu masker itu kulepas dan disimpan di kantong jaket.

Bahkan, anak aku pun sejak usia batita sudah terbiasa memakai masker saat berkendara. Kami rutin membeli satu kotak masker medis (isi 50 helai) di apotek. Waktu itu aku ingat betul harga masker merek S (inisial) itu Rp 27.500 di apotek. Bagaimana dengan sekarang? Harganya di apotek dan sejumlah minimarket kisaran Rp 120ribu-Rp135 ribu per kotak. Alamak!

Sedikit kilas balik, awal pandemik COVID-19, kasus pertama di Provinsi Lampung yang diumumkan resmi oleh pemerintah daerah setempat 18 Maret 2020 (tepat HUT ke-56 Provinsi Lampung). Kasus pertama itu menimpa warga Bandar Lampung. Kesanku, saat mengamati respons masyarakat di Bandar Lampung terkait pengumuman itu, ada yang panik, tapi ada juga yang biasa saja. Bahkan, dua bulan pertama, menurut pendapatku masyarakat bak setengah hati menerapkan protokol kesehatan.

Beragam alasan disampaikan publik Lampung, dan kadang pendapat yang kerap kudengar dari masyarakat, “Tenang, masih sedikit kasusnya di Lampung”. Mungkin pendapat itu merujuk update data kasus positif COVID-19 di provinsi setempat 18 Maret-30 Mei 2020 kumulatifnya 105. Kepanikan masyarakat mulai muncul pasca libur panjang nasional Idul Adha 2020, kasus positif di Lampung melejit. Update per 21 Februari 2021, jumlah kumulatif positif COVID-19 di Lampung 11.995 kasus

Rentang Maret-19 Mei 2020, sebelum bergabung di IDN Times, aku wajib ke kantor untuk bekerja dari sore hingga malam hari. Tanggung jawab pekerjaanku sebagai redaktur koran cetak mewajibkan seluruh staf redaksi datang ke kantor. Terhitung sejak 18 Maret 2020 itu, kami diwajibkan memakai masker.

Terhitung 6 Juli 2020, aku bergabung ke IDN Times untuk regional Lampung. Dari pertama bergabung hingga saat ini, aku bekerja dari rumah dan memang sempat beberapa kali melakukan tugas jurnalistik liputan langsung. Ke lapangan menjadi kesempatanku berkenalan dengan narasumber dan menyampaikan seputar media baruku

Aku juga ingin menyampaikan soal COVID-19 terhadap kehidupan kami kepada keluarga kecilku. Semua mungkin merasakan hal yang sama. Jika semula bebas bepergian kemana pun, khususnya tempat wisata atau perbelanjaan, sejak ada pandemik, aktivitas itu sama sekali tak kami lakukan. Jujur, hingga saat ini, kami tak pernah pergi bertiga bersama jalan-jalan ke objek wisata, rumah makan, dan sebagainya. Aku dan istri pun biasanya bergantian sekadar membeli kebutuhan rumah tangga dan anak tetap berada di rumah.

Kami bersyukur, anak kami di usia yang keenam tahun bisa memahami saat kami menyampaikan dengan bahasa sederhana apa itu virus corona, dan bagaimana kami harus menerapkan protokol kesehatan. Dia pun senang menerapkannya. Saat anak kami dilanda jenuh karena terus-menerus berada di rumah, kami bertiga mengendarai motor berkeliling lingkungan rumah (tentunya memakai helm, jaket dan masker) atau pergi ke rumah orangtua kami.

Satu hal mungkin kami sayangkan sebagai orangtua adalah, saat anak kami masuk TK B sejak Juli 2020-Februari 2021, kegiatan belajar mengajar dilakukan secara daring di rumah. Sebagai orangtua, jauh sebelum ada pandemik ini, momentum mengantar anak ke sekolah, melihat kegiatan belajar mengajar anak di kelas menjadi keinginan kami. Meski keinginan itu belum bisa terwujud. Bahkan, Juli 2021 saat anak kami masuk Sekolah Dasar, belum dapat dipastikan apakah siswa sudah bisa mengikuti kegiatan belajar mengajar tatap muka di sekolah.

Tentu kita semua berharap pandemik ini segera berakhir, vaksinasi ke sasaran penerima merata di seluruh Indonesia. Tak dapat dipungkiri, kita semua belum mengetahui kapan pandemik ini berakhir. Peradaban dunia dan cara berpikir kita pun banyak berubah terkait pandemik ini. Terpenting saat ini harus dan selalu kita lakukan adalah berdoa, hidup sehat, disiplin menerapkan protokol kesehatan. Tabik….

#SatuTahunPandemik adalah refleksi dari personel IDN Times soal satu tahun virus corona menghantam kehidupan di Indonesia. Baca semua opini mereka di sini.

Baca Juga: Pandemik dan Interaksi yang Terasa Kosong

Topik:

  • Umi Kalsum
  • Martin Tobing

Berita Terkini Lainnya