[Opini] Moral Hazard Pemerintah & Oposisi: Pemicu Konflik Masyarakat

Informasi yang tidak utuh, membuat konflik semakin kukuh

Tahun Politik bisa dimaknai juga sebagai tahun konflik, di mana semua pihak yang memiliki kepentingan akan kekuasaan berusaha sedemikian rupa untuk merebut pengaruh publik, demi mendapatkan dukungan di saat pemilu. Konflik yang timbul dari aksi berebut pengaruh ini, menyeret masyarakat ke dalam pusaran konflik kepentingan, dan bahkan berdampak pada stabilitas suatu negara.

Di Indonesia, konflik di antara dua kubu (Pemerintah dan Oposisi) sudah berlangsung semenjak Pemilu 2014. Aksi saling kritik dan dilanjutkan dengan tindakan saling hujat di antara para pendukung, membuat negeri ini seperti terjebak di dalam lembah suram yang jauh dari perdamaian dan persatuan. Akibatnya, masing-masing kubu ini terkesan tidak bekerja secara efektif dalam menjalankan perannya sebagai pemuka di negara ini.

Jika kita runut kembali pada konsep Negara Demokrasi,  Pemerintah dan Oposisi sejatinya memiliki tujuan yang sama, yakni bagaimana bekerja dalam memajukan negara. Jika Pemerintah fokus dalam menjalankan program pemerintahan, Oposisi juga fokus dalam mengawal kinerja pemerintah, dan bagaimana membangun pemikiran yang kritis apabila pemerintah keluar dari jalur dalam menjalankan pemerintahannya.

Namun kenyataan yang terjadi saat ini adalah Pemerintah terkesan memfokuskan diri dalam melanggengkan pemerintahannya, dengan membangun citra yang baik secara terus-menerus. Sementara oposisi berusaha bagaimana caranya untuk merebut kekuasaan pada saat periode pemerintah sekarang berakhir.

Tindakan yang dilakukan oleh dua pihak ini, sejatinya adalah bentuk moral hazard yang dipelihara oleh dua kubu ini.  Pihak pemerintah dengan mengatasnamakan rakyat berusaha membenarkan beberapa kebijakan yang sejatinya tidak mengcover kepentingan rakyat. Menyampaikan informasi yang tidak utuh kepada publik dan akibatnya, masyarakat hanya memandang bahwa pemerintah telah bekerja baik sesuai dengan keinginan mereka.

Begitu juga dengan oposisi, melakukan tindakan yang sama dengan pemerintah. Membangun opini bahwa pemerintah telah gagal dalam menjalankan pemerintahan, namun menyembunyikan informasi yang sebenarnya memiliki arti yang substansial. Akibatnya, rakyat hanya berpandangan bahwa situasi negara sudah genting, dan pemerintahan sekarang sudah saatnya untuk diganti.

Kita bisa melihat misalnya ketika kubu oposisi di Indonesia menyuarakan gerakan #2019gantipresiden. Menyampaikan informasi tentang terpuruknya perekonomian Indonesia dengan mengatakan Indonesia sudah darurat Utang yang jumlah sudah hampir Rp5000 Triliun, daya beli turun, pengangguran meningkat.

Padahal, pada saat menyampaikan informasi tersebut, ada informasi lainnya yang disembunyikan. Seperti Informasi terkait PDB yang hendaknya menjadi perbandingan dari Utang, yang jika disampaikan secara utuh. Masyarakat juga akan tahu bahwa di saat utang bertambah, PDB juga naik. Sehingga rasio utang terhadap PDB masih 29%. Terkait daya beli, ada informasi yang disembunyikan terkait fenomena shifting. Yakni peralihan masyarakat dari aktivitas ekonomi konvensional ke aktivitas berbasil digital (e-commerce).

Begitu juga halnya dengan pihak pemerintah. Bangga dengan pencapaian saat ini. Memaparkan data makro saja, sementara ada informasi terkait permasalahan di beberapa sektor lainnya yang jika disampaikan secara utuh, masyarakat juga akan tahu bahwa pemerintah tidak sepenuhnya mampu menjalankan pemerintahan secara baik.

Fenomena tersebut benar-benar membuktikan bahwa antara pihak pemerintah dan oposisi sama-sama memiliki moral hazard yang merugikan banyak pihak. Oposisi merugikan pemerintah karena menyampaikan informasi yang jelek saja, dan menyembunyikan informasi yang menjelaskan progress yang baik dari pemerintah. Pun merugikan rakyat, karena mengambil keputusan dan sikap yang keliru berdasarkan informasi yang tidak utuh.

Dengan memahami adanya moral hazard di antara Pemerintah dan Oposisi ini, masyarakat hendaknya mampu untuk lebih kritis dalam menerima dan memahami informasi. Begitu banyak sumber-sumber yang kredibel dan netral yang bisa dijadikan sebagai acuan.

Misalnya, untuk permasalahan ekonomi, ada lembaga yang kredibel seperti BI, World Bank, atau IFS yang senantiasa menyajikan informasi yang valid dan netral. Apabila masyarakat masih berpedoman pada informasi yang disampaikan oleh pihak pemerintah dan oposisi saja, maka masyarakat akan terus berada di dalam pusaran konflik kepentingan antara pemerintah dan oposisi.

Sudah sepatutnya, masyarakat memahami kembali bagaimana posisinya di dalam Negara yang menerapkan demokrasi ini.

Mohammad Aliman Shahmi Photo Writer Mohammad Aliman Shahmi

Seorang anak bujang yang tengah berusaha untuk bertaubat demi pengokohan prinsip yang senantiasa digoyahkan oleh perubahan zaman.

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Irma Yudistirani

Berita Terkini Lainnya