[OPINI] Dilematika Driver Online di Tahun Politik

Wujudkanlah empati untuk solusi, bukan menumbuhkan emosi!

Tahun politik memang semua permasalahan menjadi semakin “seksi” dan sangat mudah menjadi masalah besar ketika dibahas oleh tokoh-tokoh yang mengikuti kontestasi politik. Seringkali permasalahan tersebut keluar dari esensinya, sehingga ia hanya dijadikan untuk menyerang lawan politik, bukan untuk dicarikan solusinya. Sehingga, kegiatan politik yang dewasa dan substantif tidak bisa dicapai, ditambah lagi dengan karakter sebagian masyarakat yang cenderung menyimpulkan sesuatu tanpa mengetahui dan memahaminya terlebih dahulu.

Persoalan yang hangat akhir-akhir ini adalah terkait dengan pernyataan Calon Presiden, Prabowo Subianto tentang pandangan dan perasaannya terhadap driver transportasi online. Kemirisan beliau terhadap kondisi tersebut karena sebagian besar driver adalah lulusan tingkat pendidikan yang cukup tinggi, yang dalam pandagannya hendaknya mendapatkan pekerjaan yang sesuai.

Pernyataan itu telah menimbulkan polemik. Pasalnya, hal tersebut langsung direspon oleh beberapa kelompok masyarakat yang menganggap bahwa Prabowo telah merendahkan sebuah profesi, dan kemudian menggelegarlah tuntutan agar Prabowo untuk meminta maaf kepada para driver, karena dipandang telah merendahkan. Meskipun, di tempat dan waktu yang sama, ada beberapa driver yang tidak mempersoalkan pernyataan beliau, dan bahkan meng-amini pernyataan tersebut karena sejatinya itu merupakan  kenyataan bahwa saat ini memang itulah jalan yang bisa ditempuh untuk menyambung hidup. Prabowo itu berempati, hanya saja arus kepentingan yang begitu kuat di tahun politik, membuat perkara yang sepatutnya dipecahkan dan ditemukan solusinya bersama-sama, malah menjadi polemik yang menimbulkan kegaduhan.

Fenomena ini sejatinya menyadarkan kita bahwa driver online memang profesi yang dilematis. Ketika seseorang telah menyelesaikan pendidikan tinggi, ia menemui kenyataan bahwa ketersediaan lapangan kerja saat ini tidak mampu menampung lulusan-lulusan siap kerja dan kemudian bertambahlah pengangguran. Sementara itu, kebutuhan hidup terus meningkat dan tekanan yang timbul baik dari dalam diri maupun dari luar, membuat seseorang harus memikirkan bagaimana caranya untuk keluar dari permasalahan tersebut. Maka pada saat itulah, kemajuan teknologi melalui ekonomi digital menawarkan solusi dari permasalahan tersebut, meskipun pada kenyataannya tidak sesuai dengan ekspektasi yang dibuat ketika lepas dari pendidikan tinggi.

Lantas, apakah hal tersebut bisa dipandang sebagai sebuah kemirisan? Jika berangkat dari kenyataan yang disebutkan di atas, maka kita bisa melihat bahwa melencengnya kenyataan dari keinginan memang sebuah kemirisan dan itu masalah. Mengapa pihak yang memiliki otoritas masih belum mampu menyediakan lapangan kerja yang layak, atau setidaknya mengkoordinir pihak-pihak terkai untuk menyediakan lapangan kerja yang sesuai?

Persoalan selanjutnya adalah mengapa fenomena tersebut tidak dipandang sebagai permasalahan serius, namun malah dijadikan sebagai isu untuk menyerang lawan politik? Bukankah sepatutnya, semua orang betul-betul harus mendudukkan pemahamannya atas persoalan ini, dan kemudian bersama-sama menawarkan solusi? Bukankah sebaiknya, dua pihak yang saling berkompetisi di kontestasi politik ini adu program yang relevan dalam memecahkan persoalan tersebut?

Dalam hal ini, saya berpandangan bahwa sepatutnya kita tidak perlu saling melemparkan isu, namun menarik diri ketika telah menjadi permasalahan yang semakin serius. Seharusnya, selalu ada solusi yang ditawarkan demi mewujudkan kepentingan politik yang katanya untuk mensejahterakan rakyat. Sekiranya persoalan ini terus berlanjut, dan para driver terus berada dalam situasi dilematis seperti saat  ini, maka kontestasi politik tak ubahnya hanya ajang untuk adu emosional, bukan adu ide dan gagasan. Pada akhirnya, politisi yang seharusnya memperkuat tatanan masyarakat, malah hanya akan merusaknya. 

Baca Juga: [OPINI] Antara Hoax dan Millennial, Apa yang Harus Ditakuti?

Mohammad Aliman Shahmi Photo Writer Mohammad Aliman Shahmi

Seorang anak bujang yang tengah berusaha untuk bertaubat demi pengokohan prinsip yang senantiasa digoyahkan oleh perubahan zaman.

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Novaya

Berita Terkini Lainnya