Berburu Vaksin untuk Rakyat, Prioritas Diplomasi RI

Target Kemlu dukung pemulihan ekonomi

Jakarta, IDN Times – Bahkan pada hari pertama 2022, 1 Januari, vaksin COVID-19 terus datang ke Tanah Air. Dirjen Informasi dan Komunikasi Publik Kementerian Informasi dan Komunikasi Usman Kansong rajin memberikan pemutakhiran data soal kedatangan vaksin ini.

“Per hari ini, total vaksin yang sudah kita terima adalah 469.326.345 dalam bentuk bulk dan jadi,” jawab Usman, ketika saya tanyai, Sabtu sore ini.

Juru bicara vaksinasi Kementerian Kesehatan, Siti Nadia Tarmidzi, mengumumkan pada pertengahan November 2021, Indonesia telah melampaui target vaksinasi yang direkomendasikan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), yakni 40 persen dari populasi mendapatkan vaksinasi dosis lengkap pada akhir 2021.

Per Minggu (14/11/2021), sebanyak 215,6 juta dosis vaksin sudah diberikan kepada 130,3 juta orang, atau 62,5 persen dari sasaran dosis pertama dari target 208,2 juta.

“Lebih dari 84,1 juta di antaranya atau 40,4 persen sudah mendapatkan dosis kedua,” ujar Nadia lewat keterangan tertulisnya.

Mulai Januari 2022, Presiden Joko “Jokowi” Widodo sudah memerintah vaksinasi penguat (booster) atau dosis ketiga, untuk membentengi masyarakat dari serangan varian Omicron. Per 1 Januari 2022 sudah ada 136 kasus positif COVID-19 varian Omicron di Indonesia. 

Baca Juga: [LINIMASA-4] Perkembangan Vaksinasi COVID-19 di Indonesia

Jika ada yang bisa diberikan apresiasi dalam penanganan pandemik COVID-19 di Indonesia, adalah pengadaan vaksinasi dengan segala drama dan kontroversi, termasuk sentimen antiasing di awal.

Dalam beberapa kesempatan, saya mendengarkan sejumlah kisah di balik layar diplomasi publik, untuk mendapatkan vaksinasi yang sampai detik ini pun jumlahnya masih jauh dari mencukupi. Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menceritakan bagaimana duet Menteri Luar Negeri Retno Marsudi dan Menteri Keuangan begitu efektif membuka jalan diplomasi vaksin ini.

Tentu kita juga mengikuti perjalanan Menteri Koordinator Bidang Maritim dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan, dan Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir ke negara dan korporasi penghasil vaksin COVID-19.

Sesudah Sinovac dari China, akhirnya diplomasi vaksin lewat jalur multilateral berhasil dengan datangnya 1,1 juta dosis vaksin Astra Zeneca, lewat skema Vaccines Global Accesss Facility (COVAX) pada 8 Maret 2021. Stok Astra Zeneca itu menggenapi persediaan vaksin Indonesia menjadi 40 jutaan saat itu.

Kita ingat, program vaksinasi diluncurkan saat itu juga, dimulai dengan vaksinasi tenaga kesehatan dan kelompok masyarakat yang harus bertugas dekat dengan publik, termasuk pegawai negeri sipil, TNI, Polri dan jurnalis.

Menlu Retno, yang duduk di COVAX AMC Engagement sebagai co-chair juga memastikan komitmen untuk Indonesia mendapatkan vaksinasi 20 persen dari populasi. Diplomasi jalur multilateral ini dimulai sejak Oktober 2020, melibatkan Kemenlu, Kemenkes dan Kementerian BUMN.

“Diplomasi untuk mendapatkan alokasi vaksin kami lakukan untuk membantu pemerintah membangun resiliensi kesehatan dan pemulihan ekonomi,” ujar Retno. 

COVAX menargetkan mengirimkan dua miliar dosis vaksin ke seluruh dunia sebelum akhir 2021.

Perwakilan UNICEF di Indonesia, Debora Comini, mengapresiasi Indonesia yang aktif dalam inisiatif COVAX dan menjadi salah satu negara yang pertama kali bergabung. 

“Indonesia juga terdepan memastikan untuk membuat kesepakatan suplai vaksin.  Kita semua ingin vaksinasi menjangkau sebanyak-banyaknya orang dalam waktu secepatnya untuk mengatasi pandemik dan anak-anak bisa kembali ke kehidupan normal, membuka sekolah kembali dan memastikan layanan kesehatan kembali bisa melayani dengan normal,” ujar Debora, Maret 2021.

Pada Maret pula, Menlu Retno menyampaikan tantangan yang dialami dalam memperjuangkan kesetaraan akses terhadap vaksin COVID-19. Menjawab pertanyaan saya di program “Ngobrol Seru” by IDN Times, Sabtu (6/3/2021), Menlu Retno menyampaikan vaksin menimbulkan harapan baru. Saat itu, sudah ada 112 negara yang sudah memulai vaksinasi.

“Tetapi menarik sekali untuk dilihat angkanya dan dari 112 ini 44 berada di benua Eropa. Kalau 44 dari 112 itu sepertiga lebih kemudian 22-nya adalah negara di benua Amerika, 37 di benua Asia, dan baru sembilan negara yang melakukan vaksinasi di benua Afrika,” kata diplomat karier ini.

Baca Juga: [Kaleidoskop 2021] Buka Tutup Pintu Umrah, Jemaah RI Belum Berangkat

Pandemik memang mengubah semua prioritas, termasuk dalam program utama diplomasi publik. Saat menyampaikan Pidato Tahunan pada awal Januari 2021, Menlu Retno mengatakan pandemik COVID-19 memberikan pelajaran berharga tentang pentingnya kerja sama global untuk memperkuat infrastruktur dan tata kelola kesehatan, ketahanan ekonomi, serta pentingnya multilateralisme. Untuk tetap dapat berkontribusi pada perubahan dunia, diplomasi Indonesia harus antisipatif, adaptif, dan gesit.

Pada 2020, prioritas diplomasi Indonesia mengalami refocusing menjadi:​

Penguatan upaya perlindungan Warga Negara Indonesia,
dukungan terhadap upaya penanggulangan pandemik baik dari aspek kesehatan maupun dampak sosial ekonomi, dan terus berkontribusi pada perdamaian dan stabilitas dunia. Pada 2021, diplomasi Indonesia difokuskan pada lima prioritas, yaitu:

Membangun kemandirian dan ketahanan kesehatan nasional atau Jaminan Kesehatan Nasional; Mendukung pemulihan ekonomi dan pembangunan hijau/berkelanjutan; Penguatan sistem perlindungan warga negara Indonesia; Terus berkontribusi dalam memajukan berbagai isu di kawasan dan dunia; dan Melindungi kedaulatan dan keutuhan wilayah NKRI dengan dua fokus utama, yaitu mengintensifkan perundingan perbatasan darat dan laut serta memperkuat upaya perlindungan keutuhan dan kedaulatan Indonesia.

Di tengah tahun banyak tantangan, termasuk merebaknya varian Delta yang mengerikan dan memakan banyak korban jiwa. Perebutan akan akses vaksin makin sengit. Tetapi langkah cekatan di awal, membuat pasokan vaksin COVID-19 bagi Indonesia terjaga, sementara banyak negara lain yang tingkat vaksinasinya jauh dari harapan WHO.

Direktur Jenderal WHO Tedros A. Ghebreyesus menyebutkan istilah “nasionalisme vaksin” dalam sebuah artikel yang dimuat di Foreign Policy (2/2/2021). Ini merujuk ke sikap politik “saya lebih duluan” dalam hal vaksinasi, ketimbang peduli akan distribusi vaksin secara adil ke semua negara. 

Padahal, kalau hanya sebagian negara mendapatkan kekebalan komunal (herd immunity), karena lebih baik aksesnya ke vaksin, sementara banyak negara lain kekurangan vaksin, maka dunia ini jauh dari sehat dan aman dari pandemik. Padahal berkembangnya varian baru masih terbuka lebar. Ketidakpastian atas pandemik masih besar, bahkan saat kita memasuki 2022.

Saya pikir, dalam konteks ini, kita berikan apresiasi tinggi atas diplomasi publik Indonesia untuk memastikan vaksin tersedia, untuk semua rakyat Indonesia.

Bagaimana persisnya hasil dari program 2021, kita menunggu pernyataan tahunan Menlu, pekan depan. Tahun 2022, kerja diplomasi kian berat dengan posisi Indonesia sebagai G20 Presidensi, dengan tema Recover Together, Recover Stronger. Tentu saja, setiap tantangan, menciptakan peluang.

Menkes Budi Sadikin berbagi kabar gembira pada awal 2022 ini. “Kita menutup 2021 dengan 280 juta dosis vaksin sudah disuntikkan.  Sedikit lebih tinggi dari estimasi sebesar 277 juta,” katanya. 

Baca Juga: [LINIMASA-9] Perkembangan Terkini Pandemik COVID-19 di Indonesia

Topik:

  • Rochmanudin

Berita Terkini Lainnya