Tiga Dubes Kita Bicara Soal New Normal di Pandemik Virus Corona 

Catatan Uni Lubis

Jakarta, IDN Times – Senin malam (27/4) saya melakukan obrolan jarak jauh lewat aplikasi video dengan tiga duta besar Indonesia. Mereka adalah Dubes Esti Andayani yang bertugas untuk Italia, Malta, Siprus, San Marino serta FAO, IFAD, WFP dan UNINDROIT. Kemudian Dubes Djauhari Oratmangun yang bertugas di Republik Rakyat Tiongkok dan Dubes Umar Hadi yang bertugas di Korea Selatan.

Tema obrolan dengan tajuk Ramadan di Era Pandemik Virus Corona, Kabar dari Seberang memang didominasi oleh kabar terkini kondisi pandemik COVID-19 di negara-negara itu, yang menjadi negara dengan fokus perhatian besar dengan alasan masing-masing yang kita ketahui bersama.

Di Tiongkok, tepatnya di Wuhan, Provinsi Hubei, adalah awal mula merebaknya virus corona. Italia sempat menjadi negara yang paling parah terdampak pandemik ini, khususnya di kawasan Eropa. Korea Selatan dipuji sebagai negara yang menunjukkan standar baik dalam menangani pandemik ini, tanpa melakukan karantina negara atau lockdown.

Di ketiga negara ini, jaga jarak fisik (physical distancing) masih dilakukan. Protokol kesehatan COVID-19 masih jalan. Setelah melakukan upaya ketat dalam memutus mata rantai penularan virus corona (Tiongkok dan Italia melakukan lockdown, Italia melakukannya secara nasional), Korsel melakukan tes massal dan penelurusan ketat (tracing), kini ketiga negara sedang memulai upaya relaksasi, terutama untuk memulai kegiatan ekonomi. “Tapi di sini sedang bersiap juga untuk second wave atau gelombang kedua,” kata Umar Hadi.

Hal yang sama berlaku di Italia dan Tiongkok.

Pertanyaan terakhir saya dalam obrolan jarak jauh ini adalah bagaimana situasi new normal pasca pandemik ini, dengan perspektif ketiga negara tersebut?

Dubes Djauhari yang biasa disebut sebagai “dekan” di kalangan dubes, mengatakan, “Saya kira, khususnya di Tiongkok, orang akan mulai memperhatikan aspek kesehatan, jadi lebih menonjol. Belajar dari pandemik ini, awareness atau kesadaran timbul dengan social distancing, termasuk di tempat umum, restoran, bahkan di rumah-rumah warga.”

Orang juga makin memperhatikan kebersihan. Industri obat-obatan dan makanan sehat akan menonjol. “Di sini ada peluang bagi kita,” ujar Djauhari. Itu hal pertama.

Kedua, digital ekonomi bakal booming. Lihat saja kekayaan bos aplikasi Zoom naik nilainya Rp 67 Triliun, dari periode Januari sampai sekarang. Belum lagi platform digital yang lain. Ini new normal. “Online business akan booming, kita harus adaptasi juga,“ ujar Djauhari.

Yang ketiga, menurutnya, orang akan semakin memberikan perhatian serius kepada aspek lingkungan. “Kita menikmati bersihnya udara, dan lingkungan selama periode sekian bulan ini, di Jakarta, anak-anak muda, khususnya millennial, menikmati Jakarta indah yang biru langitnya. Ini terjadi juga di Beijing dan berbagai kota,” kata Djauhari.

Baca juga: Tiongkok umumkan zero death COVID-19

Menurutnya akan ada perhatian yang lebih dari generasi yang baru, terhadap sustainable development, pembangunan berkelanjutan. Keempat, industri kreatif bakal berkembang ke arah digital. Dalam situasi yang sulit ini muncul berbagai industri yang tak terbayangkan sebelumnya, baik itu di Tiongkok maupun di Indonesia. Tawaran-tawaran produk online, misalnya, akan berkembang ke depan. “Pertemuan-pertemuan virtual, maka akan ada EO (event organizer) virtual, fotografi virtual dan lain-lain. Kelima, family ties, ikatan kekeluargaan akan menguat. “Keakraban, hubungan emosional, ikatan-ikatan yang menguat saat ini, satu yang saya kira akan menonjol di masa-masa yang akan datang. Keenam, akan menonjol juga nasionalisme. “Kita lihat perkembangan dalam situasi ini, rasa cinta bangsa di kalangan muda, muncul lagu-lagu ciptaan yang menonjolkan hal ini, mungkin akan berkembang juga di industri perfilman,” tutur Djauhari.

Baca juga: Zoom ngetren saat wabah COVID-19, Eric Yuan masuk daftar orang terkaya 


Dubes Umar Hadi sepakat soal bisnis digital bakal berkembang. Merujuk kepada kondisi di Korsel, new normal yang akan terjadi adalah, “Digital berkembang, juga bio farmasi, alat kesehatan, booming di Korsel, Industri bio farmasinya menghasilkan diagnostic kit COVID-19 yang sangat laku di pasaran saat ini,” kata Umar Hadi. Industri kreatif juga akan menyesuaikan diri dengan new normal.

Tapi, Umar Hadi juga melihat hal yang perlu diperhatikan,. “Saya lihat begini, kalau kita baca referensi, tahun ini kita pasti alami resesi global bahkan depresi. Kompensasinya kita lihat, kalau saya baca great depression tahun 1929-1939 itu kan seperti U turn atau V Curve, ada exuberant, luapan kegembiraan kalau sudah lewat, itu juga harus kita lihat, sifat manusia kalau sudah lewat dari masa sulit, eforia, spending barang mewah, pengin liburan ke tempat yang enak, gitu kan,” kata dia.

Umar memperkirakan, awal tahun depan, semester pertama, kalau sekarang di Pulau Bali, sepi turis, justru persiapan harus dilakukan saat ini, untuk jaga-jaga kembalinya pada masa orang yang euphoria, ingin belanja lebih tinggi.

“Jadi, saya tidak pesimistis ke depan. Sekarang memang berat, tapi di titik tertentu , begitu masalah terlampaui, (ekonomi) akan kembali. Kalau wabah penyakitnya, ini bukan wabah pertama kan, bedanya karena ini ada faktor ketidaktahuan, unknown,” kata Umar.

Riset di berbagai negara sedang dilakukan, akan ada vaksin, yang mungkin menjelang musim dingin tahun ini sudah ada vaksin. “Riset terkoordinasi di antara negara-negara paling maju di dunia akan menghasilkan vaksin ini. Virus bermutasi terus, tapi manusia akan terus mampu beradaptasi. Kuncinya fokus kepada meringankan beban penderitaan rakyat kita saat ini, tapi kita harus optimistis setelah ini kondisi membaik,” kata Umar.

Esti Andayani juga menggarisbawahi akselerasi digital. “Tidak jauh beda dari dua sahabat saya, Bang Djo dan Mas Umar. Tapi melihat di Italia ini, yang jelas industri kreatif akan semakin berubah lebih digital. Saat ini menarik sekali, banyak platform digital untuk pelatihan opera, kemudian termasuk museum, ini melukis, meniru lukisan dengan gaya-gaya pantomim, itu sekarang bisa dilihat di YouTube, dikembangkan ke seluruh dunia,” ujarnya.

Baca juga: Meski kasus COVID-19 masih tinggi, RS di Italia mulai bisa bernafas 

Esti yakin sektor pariwisata Italia juga akan cepat pulih, didukung oleh industri kreatifnya. “Yang menarik, orang Italia itu kalau ketemu kan peluk-peluk, cipika-cipiki, nah, sebelum lockdown nasional, mereka hampir semua bilang, we have to learn from Asia, jadi menyapa dengan menangkupkan tangan di depan dada. Ini new normal, social distancing masih lama, karena ada fase dua, fase tiga, fase empat social distancing. Bakal berubah memang,” ujar Esti.

Baca juga: Sesudah pandemik virus corona, masih mau salaman, gak? 

https://www.youtube.com/embed/97cs9K9yWLw

Topik:

  • Dwi Agustiar

Berita Terkini Lainnya