Janji Investasi AS Dalam Bujukan Normalisasi dengan Israel

Gerilya Israel dipandu Trump

Jakarta, IDN Times – Kejar target sampai garis akhir. Pemerintahan Presiden Donald J Trump terus membujuk normalisasi hubungan Indonesia dengan Israel sampai sebulan terakhir sebelum 20 Januari 2021. Iming-iming berupa janji dana investasi jadi pemanis.

Hari Minggu 20 Desember 2020, Kepala International Development Finance Corporation (IDFC) AS, Adam Boehler, mengatakan, Indonesia dapat menerima investasi finansial miliaran dolar AS. Syaratnya, bergabung bersama negara muslim lainnya yang telah membuka hubungan bilateral dengan Israel. Ini kode keras.

Laman Aljazeera.com melaporkan, Adam Boehler berada di Yerusalem, Israel, sebagai bagian dari delegasi tingkat tinggi yang dipimpin penasihat senior Presiden AS, Jared Kushner. Selain menjadi menantu Trump, Kushner adalah utusan khusus Trump untuk merealisasikan proposal Kesepakatan Abad Ini (Deal of the Century). Proposal ini merupakan rencana ambisius Trump untuk solusi konflik Israel-Palestina.

Faktanya, proposal itu justru diarahkan membantu Israel menormalisasi hubungannya dengan negara populasi muslim, terutama di Arab. Sejauh ini yang sudah membuka hubungan dengan Israel adalah Bahrain, Uni Emirat Arab, Maroko, Sudan, dan dengan satu pengecualian negara yang mayoritas Budha, yaitu Kerajaan Bhutan. Pekan lalu, media di Israel mengutip pejabat tinggi di sana yang mengatakan Oman dan Indonesia adalah target berikut normalisasi hubungan dengan Israel.

Janji Investasi AS Dalam Bujukan Normalisasi dengan IsraelWarga Israel melakukan protes terhadap Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu atas dugaan korupsi dan cara pemerintahannya mengatasi krisis penyakit virus korona (COVID-19), di dekat kediamannnya di Yerusalem, Sabtu (25/7/2020). ANTARA FOTO/REUTERS/Ronen Zvulun

Baca Juga: Kalah Pilpres AS, Nasib Proposal Damai Israel-Palestina Versi Trump

Boehler buka pembicaraan di AS

“Kami berbicara dengan mereka soal itu,” kata Boehler dalam wawancara dengan media di King David Hotel, di Yerusalem. Jika Indonesia bersedia membuka hubungan dengan Israel, kata Boehler, pihaknya siap mengucurkan dana lebih besar dari yang sudah ada. Boehler mengaku tidak akan terkejut jika IFDC mengucurkan satu atau dua miliar dolar AS kepada Indonesia.

Boehler, yang diangkat oleh Trump, dan besar kemungkinan kehilangan jabatan itu setelah Joe Biden dilantik sebagai Presiden AS ke-46, juga membeberkan rencana kunjungan ke Maroko. Dia akan mengumumkan pembukaan cabang pertama Prosper Africa, sebuah insiatif untuk meningkatkan bisnis antara AS dan Afrika.

Adam Boehler adalah teman kuliah Kushner di Universitas Pennsylvania. Dalam kunjungan ke AS (16-19 November 2020), Menteri Koordinator Bidang Maritim dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan, bertemu Trump, Kushner dan Boehler di Gedung Putih. Foto pertemuan yang tidak dijadwalkan dalam agenda resmi Presiden Trump itu beredar luas.

Luhut yang didampingi Duta Besar Republik Indonesia untuk AS, Muhammad Lutfi, terlibat pembicaraan intensif dengan Boehler dan sejumlah pihak di sana berkaitan dengan upaya menggaet dana investasi untuk Sovereign Wealth Fund (SWF) atau Lembaga Pengelola Investasi Indonesia. LPI dibentuk sebagai mandat dari Undang-Undang Cipta Kerja alias Omnibus Law.

Boehler beberapa kali ke Indonesia dan bertemu dengan Presiden Joko “Jokowi” Widodo dan Menko Luhut juga sebelumnya. Tak lama setelah kunjungan Luhut ke Gedung Putih, Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia membuka kembali fasilitas Calling Visa bagi delapan negara termasuk Israel. Padahal, sejak pandemik COVID-19 Indonesia masih membatasi kunjungan warga negara asing, terkecuali bagi mereka yang diatur dalam Permenkumham Nomor 26 Tahun 2020 tentang Visa dan Izin Tinggal Dalam Masa Adaptasi Kebiasaan Baru.

Pernyataan Boehler di Yerusalem ini seolah membenarkan informasi yang diperoleh IDN Times sebelumnya, bahwa dalam pertemuan di Gedung Putih antara Luhut dengan Kushner dan Boehler, usulan normalisasi hubungan dengan Israel dibahas. Dalam wawancara khusus dengan saya, Lutfi yang masih menjabat Dubes di AS saat itu membantah soal ini. “Pembicaraan hanya soal persahabatan dan ekonomi” ujar Lutfi dalam wawancara daring pada 21 November 2020.

Indonesia dijanjikan mendapatkan dana investasi senilai US$2 miliar oleh IDFC. Namun, sumber IDN Times mengatakan, belum ada kepastian atas investasi itu. IDFC menyatakan minat untuk menaruh duit di LPI. “Baru indikasi awal. Belum ada kepastian,” ujar sumber itu.

Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto pada hari Selasa (22/12/2020) mengatakan, ada dua negara yang bersedia menanamkan duitnya di LPI atau yang disebut Indonesia Investment Authority (INA). Jepang melalui Japan Bank for International Cooperation (JIBC) menjanjikan investasi senilai US$4 miliar atau sekitar Rp56,4 triliun dengan kurs rata-rata saat ini, di atas Rp14 ribu per dolar AS.

Selain Jepang, kata Airlangga, AS lewat IFDC menjanjikan US$2 miliar atau sekitar Rp 28 triliun. Jadi, sudah ada janji Rp84,6 triliun dari target modal yang ditetapkan Rp75 triliun. Tahun 2020, pemerintah menganggarkan Rp15 triliun sebagai modal awal LPI.
Masalahnya, membaca pernyataan Boehler, mungkinkan jadi atau tidaknya kucuran dana itu dikaitkan dengan sikap Indonesia terkait hubungan dengan Israel?

Proyek segitiga AS-Israel-Arab Saudi

Gerilya Israel yang didukung AS tak berhenti. Indonesia dan Arab Saudi adalah negara yang diharapkan membuka hubungan diplomatik mengingat posisinya yang strategis. Sebagaimana dimuat laman Wall Street Journal, pihak Israel membocorkan pertemuan antara Perdana Menteri Netanyahu dengan Pangeran Mahkota Muhammad bin Salman al-Saud di kota Neom, Arab Saudi pada 22 November 2020. Media Israel melaporkan Menteri Luar Negeri AS Michael “Mike” Pompeo juga hadir. Pihak Arab Saudi dan Pompeo membantah pertemuan ini.

“Kan sudah disebut oleh pejabat tinggi, nama Indonesia. Saya percaya arahnya makin dekat,” ujar seorang pengusaha Israel, yang banyak bergerak di bidang teknologi tinggi, kepada saya pada 14 Desember 2020. Dia menyodorkan berita dari Jerusalem Post tanggal 13 Desember 2020, yang memuat pernyataan Eli Cohen dalam wawancaranya dengan radio militer Israel.

Cohen disebutkan sebagai menteri intelijen. “Tapi dia juga punya portofolio menteri yang mengurusi ekonomi dan bisnis,” ujar pengusaha ini, yang juga menekankan bahwa adalah hal biasa di pemerintahan Israel membocorkan informasi seperti ini ke publik. Misalnya, negosiasi rahasia.

Tapi, kalau sudah diucapkan secara terbuka oleh pejabat tinggi, artinya itu benar. “Urusan ini ditangani langsung oleh Perdana Menteri. Dia mungkin menolak bicara terbuka, khawatir menimbulkan gejolak di negara muslim,” demikian pengusaha ini, yang pekan lalu juga terbang ke Dubai untuk urusan bisnis.

Setelah normalisasi dengan UAE, penerbangan antarnegara lancar. “Sebenarnya pesawat Israel sudah bisa mendarat pula di Arab Saudi. Saya tidak sabar ingin bertemu dengan mitra saya di sana,” ujar pengusaha yang membangun sistem pengamanan siber di sejumlah perusahaan Fortune 500 itu.

Kami pernah bertemu dalam sebuah kegiatan di AS beberapa tahun lalu. Dia sendiri tak sabar ingin berkunjung ke Indonesia dan menjajaki kemitraan bisnis.

Proposal normalisasi yang dikemas dengan “solusi damai Israel-Palestina” itu ibarat proyek segitiga AS-Israel-Arab Saudi. Analis menyebut Bahrain, UAE, Sudan, dan Maroko adalah bagian dari “Payung Saudi”. Pangeran Salman yang dikenal sebagai MBS, dikenal sangat ingin memenuhi hasrat Trump, namun dia tak berani berhadapan langsung dengan sikap ayahnya, Raja Arab Saudi yang menganggap sikap Israel terhadap Palestina tak layak diganjar normalisasi hubungan.

Dalam pembicaraan dengan Trump, bulan September 2020, Raja Salman bin Abdulaziz Al-Saud mengatakan, tidak akan ada normalisasi hubungan dengan Israel tanpa pengakuan kedaulatan negara Palestina. Pembicaraan telepon itu menyusul dicapainya Abraham Accord, normalisasi antara Israel dan UAE dan Israel dengan Bahrain, yang diteken di Gedung Putih, 15 September 2020, disaksikan Presiden Trump.

Selain syarat kemerdekaan Palestina, Raja Arab juga menginginkan agar Yerusalem menjadi ibu kota Palestina dan batas-batas wilayah ditentukan berdasarkan resolusi Perserikatan Bangsa-Bangsa, yang menginginkan penarikan mundur Israel dari wilayah yang diduduki pada perang Timur Tengah tahun 1967.

Dalam Pertemuan Tingkat Tinggi soal Keamanan, yang dikenal dengan sebutan Manama Dialogue di Bahrain, pada 6 Desember 2020, Pangeran Turki bin Faisal Al-Saud mengkritik keras Israel yang mengejar target normalisasi hubungan dengan negara-negara Arab tanpa membicarakan kemerdekaan Palestina.

Di mata Pangeran Turki bin Faisal, Israel dibantu kolonial Barat menghancurkan rumah di kawasan yang didudukinya, dan membunuh siapa saja yang mereka kehendaki. Pangeran Turki bin Faisal adalah anggota senior monarki Arab Saudi dan pernah menjadi duta besar di AS dan Inggris. Dia menegaskan kembali sikap Raja Salman, tidak ada normalisasi hubungan dengan Israel tanpa kemerdekaan Palestina.

Janji Investasi AS Dalam Bujukan Normalisasi dengan IsraelAnggota pasukan keamanan Palestina memeriksa penumpang saat masa darurat COVID-19, di wilayah pendudukan Israel, Hebron, Tepi Barat, pada 5 Mei 2020. ANTARA FOTO/REUTERS/Mussa Qawasma

Baca Juga: Mendadak! Pemerintah Indonesia Buka Visa Calling untuk Israel 

Pernyataan Boehler muncul setelah Indonesia menyatakan sikap. Setelah berminggu-minggu diselimuti kabut isu “normalisasi” hubungan diplomatik Indonesia-Israel, akhirnya penegasan datang dari Presiden. Saat berbicara dengan Presiden Jokowi lewat telepon, pada hari Rabu 16 Desember 2020, Presiden Palestina Mahmoud Abbas mendapatkan jawaban bahwa Indonesia tidak akan menormalisasi hubungan dengan Israel sampai terwujudnya perdamaian abadi dan komperehensif antara Palestina dan Israel.

Kantor berita Palestina, WAFA, menyebutkan, Presiden Abbas menelepon untuk menyatakan sikap terima kasihnya atas sikap Indonesia yang selalu mendukung hak-hak Palestina dan komitmen Indonesia untuk mencapai perdamaian berdasarkan solusi dua negara sesuai dengan resolusi-resolusi dan hukum internasional.

Telepon dari Abbas datang setelah pagi harinya Menteri Luar Negeri Retno Priansari Marsudi menggelar jumpa pers menyatakan sikap Indonesia. “Indonesia tetap memegang teguh prinsip solusi dua negara di mana baik Palestina dan Israel sama-sama mengakui keberadaan satu sama lain sebagai negara yang berdaulat. Retno juga mengatakan Kemenlu tidak ada kontak dan pembicaraan dengan Israel, apalagi membahas normalisasi.

Baca Juga: Presiden Palestina Hargai Sikap RI Tolak Normalisasi dengan Israel 

Sehari sebelumnya, mendadak pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR RI) bertemu Presiden Jokowi di Istana Presiden. Delegasi pimpinan DPR dipimpin Puan Maharani. “Yang tidak hadir cuma Pak Rachmat Gobel,” ujar Sekretaris Jenderal DPR, Indra Iskandar, saat saya kontak pada 16 Desember 2020. Dia membenarkan bahwa agenda pembicaraan soal sikap Indonesia terhadap normalisasi hubungan dengan Israel dan usulan pemberian vaksin gratis bagi seluruh rakyat.

Sumber IDN Times menyebutkan bahwa Puan dan Pimpinan DPR bersikap tidak ada normalisasi dengan Israel tanpa kemerdekaan Palestina. Sesuai janji konstitusi. Wakil Ketua DPR Muhaimin Iskandar membenarkan pertemuan itu, yang membahas soal vaksin gratis. Keesokan harinya Presiden mengumumkan vaksin gratis. Dia tidak membahas soal telepon dengan Presiden Palestina.

Sebuah stasiun televisi sempat meminta rekaman video pidato presiden soal pembicaraan terkait dukungan Indonesia ke Palestina, dan dijanjikan akan diberikan, dua hari setelah pembicaraan itu. Alasannya, Istana ingin pengumuman vaksin gratis menjadi tema utama di media. Sampai tulisan ini saya buat, rekaman itu tak kunjung diberikan.

Dukung Palestina warisan pendiri bangsa

Diplomat senior Imron Cotan menganggap posisi Indonesia harus tegas. “Posisi Indonesia terhadap solusi Israel-Palestina diwariskan oleh pendiri bangsa, Bung Karno dan Bung Hatta, sebagaimana Dasa Sila Bandung, di Konferensi Asia Afrika dulu,” ujarnya, ketika saya tanyai pada 15 Desember 2020 lalu. Imron pernah menjabat duta besar di Tiongkok dan Australia.

Sikap ini juga yang dipegang tiga tokoh Islam yang diajak Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan, Mahfud MD, berkunjung ke Arab Saudi, 5-8 Desember 2020. Mereka adalah Ketua Pengurus Harian Pengurus Besar Nahdlatul Ulama yang juga staf khusus Wakil Presiden, Robikin Emhas, Ketua Umum Hamdan Zoelva, dan Ketua Koordinasi Bidang Luar Negeri dan Pertahanan Keamanan Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI), Yasril Ananta Baharuddin.

Robikin Emhas menceritakan, dua pekan sebelum berangkat ke Arab Saudi, Menko Mahfud sowan ke kantor PBNU, bertemu dengan Ketua Umum Said Agil Siraj yang didampingi pengurus termasuk dia. Mahfud menyampaikan agenda kunjungan ke Arab Saudi yang bertujuan membahas posisi Indonesia yang turut serta mewujudkan perdamaian dunia, termasuk kestabilan Timur-Tengah dan solusi konflik Israel dan Palestina.

Baik Robikin Emhas maupun Hamdan Zoelva, saat saya kontak, mengatakan agenda membahas perdamaian Timur Tengah itu tidak terjadi. Mereka tidak bertemu dengan pejabat pemerintahan Arab Saudi membahas soal ini.

Akhirnya, agenda mereka di Riyadh bertemu dengan “Itidal” sebuah lembaga yang kampanye deradikalisasi dan Islam Washatiyah (moderasi) di Arab Saudi dan berdialog dengan sekretaris jenderal Rabithah Alam Islami.

“Gak tahu juga mengapa tidak jadi bahas agenda perdamaian,” ujar Hamdan Zoelva. Dia menegaskan sikap SI jelas. Sesuai konstitusi dan menolak normalisasi hubungan dengan Israel tanpa kemerdekaan Palestina, penetapan ibu kota Yerusalem dan batas-batas wilayah sesuai resolusi PBB.

Sementara Robikin Emhas, sependapat dengan Hamdan Zoelva, juga menyebutkan bahwa sikap NU atas Palestina sudah ada sejak tahun 1938 saat mukmatar di Menes, Pandeglang. “NU konsisten dukung Palestina merdeka dan berdaulat,” kata Robikin dalam percakapan lewat telepon tanggal 15 Desember 2020. Sikap NU itu ditegaskan kembali dalam muktamar tahun 2015 di Jombang, Jawa Timur.

Pada saat yang sama dengan kunjungan delegasi Menkopolkam, Menko Luhut juga berada di sana untuk urusan lain, agenda investasi. Media melaporkan bahwa Luhut didampingi Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Erick Thohir, berkunjung ke Arab Saudi dan UAE. Di Riyadh, Luhut bertemu Menteri Keuangan Arab Saudi yang juga Pelaksana Tugas Menteri Ekonomi dan Perencanaan Mohammed Al-Jadaan. Di UAE, Luhut bertemu Putera Mahkota Abu Dhabi Mohamed Bin Zayed Al Nahyan.

Agenda Luhut dan Erick, yang juga didampingi Yenny Wahid, adalah mencari dana untuk LPI. Erick juga menawarkan kerjasama dengan proyek BUMN termasuk bank syariah kepada UAE. Yang tidak muncul di pemberitaan adalah, Dubes Lutfi juga ada di Riyadh. Sebuah foto yang beredar menunjukkan Menko Luhut dan Menko Mahfud, Lutfi, Yenny dan tiga tokoh agama, bersama-sama di sebuah hotel di Riyadh.

Lutfi membenarkan foto itu dan keberadaan dia di Arab Saudi. Dari Arab, Lutfi ke tanah air. Rabu 23 Desember 2020, dia dilantik menjadi menteri perdagangan menggantikan Agus Suparmanto.

Janji Investasi AS Dalam Bujukan Normalisasi dengan IsraelSejumlah pengunjuk rasa dari gabungan Ormas Islam di Aceh membakar bendera Israel dan Amerika Serika saat aksi damai membela Palestina Merdeka di gedung DPR Aceh, Banda Aceh, Senin (18/12). Sebanyak 23 Ormas Islam di Aceh mengutuk presiden Amerika Serikat, Donald Trump atas pernyataan sepihak mengakui Yerussalem sebagai ibukota Israel, dan mendesak umat Islam di seluruh dunia termasuk Indonesia bersatu memperjuangkan kemerdekaan Palestina dari zionis Israel (ANTARA FOTO/Ampelsa/ama/17)

Keyakinan Israel, bahwa Indonesia bakal menggelar “karpet merah” normalisasi hubungan juga dibahas dalam tulisan berjudul,  Israel-Asia Center prepares for next big prize: Indonesia, yang dimuat di laman blog The Times of Israel pada 21 Desember 2020. Jurnalis Larry Luxner menuliskan bahwa Israel-Asia Center yang berpusat di Yerusalem akan meluncurkan program kemitraan dengan Startup Nation Central, yang diberi nama Israel-Indonesia Futures.

Artikel itu memuat bahwa sudah direkrut sejumlah figur pemimpin potensial untuk bekerja sama lewat proyek itu. Dimuat juga adanya perkembangan minat warga RI berhubungan dengan Israel.

Sebuah survei daring yang dilakukan Diaz Hedropriyono, ketua Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia dimuat juga di tulisan itu. Hasilnya, 51 persen responden setuju Indonesia buka hubungan dengan Israel. Sisanya, 49 persen menolak.

Artikel itu juga membahas bahwa negosiasi dengan Bahrain, UAE, Maroko pun awalnya dilakukan secara rahasia, sampai kemudian diumumkan ke publik setelah disepakati. Boleh jadi, hal yang sama sedang terjadi dengan Indonesia, demikian artikel itu. Apalagi jika AS terus mendesak agar RI membuka hubungan dengan Israel.

Nah, apakah ucapan Boehler soal iming-iming investasi adalah tanda ke arah sana? Mengapa Trump dan sekutunya begitu yakin Indonesia bakal masuk dalam “Payung Saudi”?

Ini yang harus kita cermati. Apa yang terjadi di balik layar negosiasi investasi?

Baca Juga: AS Tawarkan Investasi ke RI Asal Mau Buka Hubungan dengan Israel

Topik:

  • Umi Kalsum

Berita Terkini Lainnya