Mengenal 'Kasta' di WEF Davos dari Warna Tanda Pengenal

Banyak kritik terhadap pertemuan tahunan mahal ini

Davos, IDN Times – Sudah banyak kritik kepada Forum Ekonomi Dunia (WEF), sebuah pertemuan tahunan yang diselenggarakan di Davos, desa berselimut salju, di Swiss, setiap pertengahan Januari. Klaus Schwab, kelahiran Jerman, memulai ritual ini sejak 1971, melibatkan pembuat kebijakan ekonomi dan bisnis sejagat raya.

Tahun ini, WEF 2023 digelar 16-20 Januari, melibatkan 2700-an peserta dari 130 negara, termasuk 50-an kepala pemerintah, pangeran, 1500 pemimpin bisnis, undangan penggiat sipil, pejabat tinggi setingkat menteri, seniman, dan pemimpin media. Jumlahnya disebut terbesar dalam sejarah WEF, dan setiap kali sukses membuat Davos, desa kecil yang letaknya tertinggi di Swiss itu, macet berat.

Tidak hanya macet karena seribuan kendaraan dan van mewah mondar-mandir mengangkut para elite eonomi bisnis sedunia, pekan WEF juga dijadikan ajang pameran dan promosi baik bagi korporasi maupun negara. Tidak heran, harga-harga melonjak gila-gilaan.

Semangkuk ramen dibanderol seharga Rp600 ribuan. Rasanya? Ya begitu aja sih, standar. Buat penghangat perut di udara minus derajat Celcius, lumayan. Praktis satu kali makan dengan minum di restoran harus merogoh kocek Rp 1 jutaan.

Mau lebih murah? Ada makanan termasuk roti lapis dan buah di jaringan Migros dan Coop, dua toko ritel konsumen paling top di Swiss. Sejumlah penjaja makanan dengan mobil (foodtruck) juga ada. Saat jam makan antrian cukup Panjang. Ragam makanan mulai dari siomai sampai kebab. Harganya? Sekitar Rp300 ribuan per porsi.

Buat mereka yang bisa masuk ke Gedung Congress Center, lokasi utama pertemuan WEF, bisa menikmati roti lapis, buah, biskuit, kopi, teh dan air putih setiap saat. Sejumlah “Healthy Bar” disediakan di berbagai tempat. Semua bisa mencicipi, cukup untuk menganjal perut agar tidak masuk angin saat mengikuti sesi ke sesi di WEF.

Urusan makanan, tahun ini semuanya disajikan gluten free dan vegetarian. Baik itu di gedung Congress maupun menu di berbagai acara di hotel. Mungkin untuk konsisten dengan tema berkelanjutan, pro perubahan iklim dan pas dengan beragam agama dan suku yang hadir.

Di dalam lokasi WEF juga ada beberapa ruang khusus, seperti Partner Lounge, Public Figure Lounge, Presiden Lounge. Di ruangan-ruangan ini, disediakan kursi-kursi dan meja yang nyaman untuk duduk-duduk.

Partner Lounge untuk mereka yang membayar biaya kepersertaan 300 ribu dolar AS per tahun. Berlaku untuk dua orang, dan dapat kamar menginap di Hotel Congress, bersebelahan dengan lokasi. Yang bayar separuh dari jumlah itu, gak dapat jatah menginap di sana. Harus cari sendiri di luar, dan harganya selangit.

Misalnya, harga sewa apartemen di Davos, dengan 3 kamar, bisa Rp250 juta, dan itu harus disewa sepekan meskipun ditempati cuma 3-4 hari. Apartemen dengan jarak naik mobil sekitar 30 menit dari Davos, harga sewanya Rp100-150 jutaan. Hotel? Sebagai anggota International Media Council (IMC) WEF, saya termasuk dapat tawaran harga diskon di Central Sporthotel, 10 menit jalan kaki dari Congress Center. Harganya, Rp13 jutaan per malam. Tahun 2020 saya menginap di rumah sewa bersama di sebuah bukit, 30 menit naik kereta regional dari Davos, dengan sewa Rp22 jutaan sepekan.

Public Figure Lounge untuk figure public, ada daftarnya. Mulai dari kepala negara, pembicara, menteri dan seniman top dunia yang diundang, kongkow-kongkow-nya di sini. Tapi, sejumlah tokoh juga lebih suka nongkrong di Central Lounge, yang bisa diakses semuanya. Ada tempat duduk dan meja juga. Jurnalis banyak yang duduk di sini untuk bekerja, selain di media center yang letaknya di gedung terpisah di samping Congress Center.

Tahun ini, ada 450 an sesi. Sebagian kecil diadakan di luar Gedung Congres, termasuk Davos Open Forum.

WEF juga disebut memiliki “kasta” atau “suku”, yang dibagi-bagi ke jenisnya, dan bisa dikenali lewat warna tanda pengenal (badge) yang diberikan. Media menyebutnya, status sosial di WEF ditentukan oleh warna tanda pengenal yang diberikan timnya Profesor Klaus Schwab.

Warga badge putih, adalah “kasta” tertinggi di WEF. Warna lain adalah oranye, hijau, ungu, biru dan merah (berturutan secara akses). Ada warna coklat emas yang ada di bagian terbawah. Warna putih diberikan kepada kepala pemerintahan/negara, bos Lembaga multilateral, para peserta yang membayar biaya keanggotaan, menteri dan pejabat setingkat menteri, jurnalis senior dan pemimpin redaksi yang diundang khusus dan menjadi anggota IMC.

Saya beruntung diundang khusus sebagai anggota IMC dan gratis ikut semua sesi di WEF termasuk acara pembukaan dan acara khusus lainnya. Anggota IMC juga dapat akses bertemu dengan sejumlah tokoh dan ikut sesi dengan format chatam house rule, alias gak boleh dikutip.

Buat menambah wawasan, IMC bertemu dengan Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa, kepala negara dan pemerintahan sampai tokoh seperti Bill Gates. Anggotanya ada 40-an termasuk CEO dan Pemimpin Redaksi The Washington Post, The The Wall Street Journal, Fortune Global sampai Caixin Media dari China dan media besar ekonomi di sejumlah negara.

Jurnalis yang meliput hanya sampai media center dan di luar Gedung Congress mendapatkan badge warna coklat, termasuk para staf pembicara dan pajabat tinggi. Biru untuk panitia. Warna hijau untuk staf pejabat setingkat menteri yang boleh ikut masuk ke Gedung Congress mendampingi bosnya, baik sebagai penerjemah ataupun tugas lain. Para jurnalis yang dibawa pemerintah untuk meliput kegiatan mereka atau paviliun bisa mendapatkan badge coklat atau ya tidak perlu mengurus badge jika hanya di paviliun.

WEF dikritik sebagai ajang “ngomong-ngomong saja”. Saya melihat ada sejumlah pihak dari Indonesia yang memanfaatkan WEF untuk menambah wawasan, mendapatkan ide pencerahan strategis bisnis di awal tahun. Apalagi tahun ini laporan hasil survei kepala ekonom WEF menunjukkan suasana yang muram, resesi global bakal mencekam 2023. Mereka juga menjadikan WEF sebagai ajang berjejaring, mencari mitra kolaborasi. Buat pejabat pemerintah, bisa promosi prestasi dan mengundang investasi.

Apakah biaya yang dikeluarkan untuk WEF sebanding dengan hasilnya? Itu pertanyaan mahal, direnungkan dari negara paling mahal sedunia.

Baca Juga: Fakta-Fakta soal Jambore Orang Kaya Sedunia di WEF Davos

Topik:

  • Anata Siregar

Berita Terkini Lainnya