Menkes Budi: 5 Hal Menonjol Selama 2 Tahun COVID-19 di Indonesia

Kisah dibalik minat lansia divaksinasi

Jakarta, IDN Times – Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin, sebagaimana sering dia sampaikan ke publik, tidak pernah terbayang bakal duduk di “kursi panas” jabatan publik saat terjadi pandemik COVID-19. Sejak diangkat sebagai menteri kesehatan, 23 Desember 2020, lulusan Teknik Fisika Nuklir Institut Teknologi Bandung yang punya rekam jejak panjang sebagai bankir swasta maupun pemerintah itu langsung disambut sejuta persoalan.

Budi mengalami masa-masa berat saat varian Delta menyerang Indonesia dan ribuan pasien meninggal dunia setiap hari. Krisis oksigen dan sulitnya kamar perawatan luar biasa parahnya Juli 2021. “Itu adalah momen paling menyedihkan bagi saya,” tuturnya, dalam wawancara kami untuk program spesial #SuaraMilenial by IDN Times, Kamis 24 Februari 2022 lalu, di kantornya, Kementerian Kesehatan.

2 Maret 2020 adalah tanggal resmi versi pemerintah soal kehadiran pandemik COVID-19 di Indonesia. Pada tanggal itu, Presiden Joko “Jokowi” Widodo mengumumkan dua kasus positif pertama di Indonesia. Per hari ini, hampir dua tahun pandemik di negeri ini, ada 5,56 juta kasus COVID-19, 148 ribuan meninggal dunia, angka kesembuhan terus meningkat hingga sekitar 4,8 juta orang.

Indonesia menunjukkan tingkat vaksinasi yang membaik, termasuk yang terbaik di antara negara di dunia, dan menyiapkan diri memasuki fase endemik, ketika masyarakat bersiap hidup bersamaa virus.

Setelah dua tahun pandemik di Indonesia dan selama menjabat menteri kesehatan, apa lima hal yang menonjol yang dirasakan dan dilakukan Menkes Budi?

Berikut cuplikan jawabannya.

Baca Juga: Ada Arahan dari Jokowi, Menkes Akan Ubah Status Pandemik Jadi Endemik

Pertama, kita gak pernah berhenti belajar dan gak boleh sok tahu. Karena banyak sekali yang kita gak tahu di sini. Jadi kita dengerin semua orang, siapa tahu punya ide bagus.
Kedua, kita gak bisa jalan sendiri. Kita harus selesaikan bersama-sama. Jadi jangan eksklusif, harus inklusif. Jangan pendekatannya program ... program vaksinasi, jangan gitu. Ini harus jadi kayak movement. Jadi vaksinasi kan, ditanya sama Bapak Presiden, kita vaksinasi udah lumayan juga ya, The Economist bilangnya kita cepat juga ya, Pak Menkes lakukan apa? Saya jawab, sebenarnya saya gak lakukan apa-apa (Beliau tertawa). Kenapa? Karena yang melakukan paling banyak kan polisi, TNI, alumni SMA (sebut beberapa nama), mungkin juga partai politik merah, kuning, biru dan lainnya, semua melakukan dan mereka senang melakukannya sendiri tanpa kita suruh-suruh.

Saya bilang, keberhasilan kita karena semua orang mau melakukannya, influencer membantu, media membantu, pemred membantu juga , ya kita diomelin juga, tapi kita dengerin. Bantu juga. Membangun suatu gerakan untuk membantu menyelesaikan problem besar bangsa ini salah satu yang key, kunci, menurut saya, kok bisa jadi akhirnya bergerak jalan ke depan.

Ketiga, ini pandemik, medical, yang benar-benar dihadapi dengan science. Bahwa saya sadar ada faktor ekonomi, politik, budaya pada saat kita mau maju ke depan, tapi sebenarnya medical itu medical science. Itu alasannya mengapa masuk ke kedokteran harus dari jurusan IPA. Ini basisnya science. Karena itu debat kusirnya harusnya lebih kurang sih. Karena seemosi apapun kita, tapi kalau datanya sangat saintifik.

Baca Juga: [LINIMASA-9] Perkembangan Terkini Pandemik COVID-19 di Indonesia

Menkes Budi: 5 Hal Menonjol Selama 2 Tahun COVID-19 di IndonesiaMenteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin saat keterangan pers usai Ratas Evaluasi PPKM di Kantor Presiden, Jakarta Pusat, pada Senin (3/1/2022). (IDN Times/Teatrika Handiko Putri)

Keempat? Transformasi digital dalam penanganan pandemik. Itu mulainya, ada lucu-nya nih. Istilahnya connecting the dot kalau kata si Steve Jobs (pendiri Apple), saya tuh waktu wakil menteri BUMN, pegang farmasi, rumah sakit BUMN di holding-nya, sama Telkom. Jadi kita lihat, oh di Singapura tuh bulan April 2020 dia bikin aplikasi namanya Trace Together. Kita suruh Telkom bikin. Mereka bikin, jadi bagus. Gimana caranya supaya semua perusahaan telekomunikasi mau ikut, kita bujuk-bujukin ke Kominfo, ada tuh dirjennya Pak Profesor Ramli tuh, bantuin, ah masuk. Gimana caranya supaya bisa dipakai, kita kasi ke Kominfo, jadi sebenarnya yang bikin teman-teman Telkom tuh, Faizal Rocmad Djoemadi yang kemudian dirutnya PT POS Indonesia, kita kasih ke Kominfo, eh gak diizinkan nyambung ke Kemenkes. Karena datanya kan ada di Kemenkes. Waktu itu masih belum diiizinkan. Gak jadi tuh yang namanya PeduliLindungi itu.

Terusnya kok tiba-tiba saya ditunjuk jadi menteri kesehatan, ya dibuka lagi prosesnya, dintegrasikan dengan data Kemenkes, sekarang menjadi aplikasi nomor satu di dunia yang diunduh orang. Karena orang jadi butuh vaksinasi dan aplikasi untuk masuk ke mal, misalnya. Habis itu udahlah, yang terakhir mungkin, saya mesti kasi tahu, untuk Omicron ini, yang meninggal, either dia belum divaksinasi atau vaksinasi sekali, lansia dan komorbid. Kita tahu kah, kalau kita tes terus positif, sehari langsung berubah statusnya jadi hitam. Gak bisa ke mana-mana.

Sekarang kita pakai tuh PeduliLindungi ketika dia positif, hitam, kita kirim ke Telemedicine supaya mereka kontak dan bisa dilayani. Kita kirim juga datanya ke RS dan ke Puskesmas juga. Kalau ternyata kita cek ke Dukcapil usianya di atas 60 tahun, kita cek data base vaksinnya belum, kita sekarang udah koneksi data ke BPJS. Mereka yang punya data, termasuk komorbid, oh ternyata komorbidnya darah tinggi sama diabetes nih, walaupun dia Orang Tanpa Gejala (OTG) langsung kita kasi jalur khusus, supaya masuk ke RS, kita WA ke Puskesmas supaya bisa segera masuk RS. Jadi akhirnya terur berkembang dari platform yang kita bikin di awal. Fiturnya menambah terus.

Kementerian Kesehatan keputusan kontroversialnya adalah orang masuk mal harus sudah divaksinasi kalau gak hitam statusnya di PeduliLindungi. Tapi itu ternyata mempercepat lansia divaksinasi, karena lansia itu termyata susah divaksinasi. Segala macam alasan. Kita barus sadar, lansia itu naik tinggi jumlahnya yang divaksinasi, gara-gara ingin ke mal, jadi saya bingung, rupanya lansia ingin sama-sama dengan cucu, gembiranya kalau main sama cucu, dan gembira kalau bawa cucu ke mal. Jadi begitu dia bisa bawa cucunya ke mal, atau cucunya masuk ke mal tapi dia gak boleh karena belum vaksinasi, ternyata itu memberikan dorongan positif kepada lansia untuk divaksinasi. Jadi banyak aspek sosial budaya juga yang kita pelajari di sini.

Kelima, saya sih meiihatnya ya mungkin karena keseriusan dari Pak Presiden juga. Gak banyak orang tahu ya, beliau setiap minggu gak pernah absen rapat penanganan COVID-19. Aku gak tahu di negara lain bagaimana ya. Pak Presiden tuh setiap hari Senin, selalu rutin ikut rapat. Saya tahu persis, sejak saya masuk ke Kemenkes, saya punya semua presentasi untuk beliau, gak berhenti tiap minggu, itu kalau didokumentasikan, setiap minggu gak pernah absen. Saya gak bisa rekam aja omongannya. Setiap minggu beliau telepon. Sabtu Minggu pasti beliau telepon menanyakan, Senin di rapat mau seperti apa?

Jadi itu menunjukkan bahwa kerja ini mesti tekun, mesti ada diligent-nya, rajin, mesti ada persisten-nya, terus rutin kita lakukan , sehingga gak ada yang lepas. Kita memang agak kendor Juli itu (puncak serangan varian Delta, 2021), tapi kan kita banyak yang gak ngerti juga saat itu. Tapi belajar dari situ karena kita cepat memperbaiki diri, ada ketekunan untuk memperbaiki diri, sekarang relatif harusnya lebih baik. Dan, cukup banggalah dibandingkan dengan negara-negara maju, even kita juga setaralah.

Baca Juga: [LINIMASA-4] Perkembangan Vaksinasi COVID-19 di Indonesia

Topik:

  • Umi Kalsum

Berita Terkini Lainnya