New York Lakukan Tes Cepat ke 3.000 Orang di Supermarket 

Catatan Uni Lubis

Jakarta, IDN Times – Setiap hari, menjelang tidur, saya menyempatkan diri untuk mengecek linimasa akun Twitter @NYGovCuomo. Jumpa pers Gubernur Andrew Cuomo adalah acara yang paling ditunggu warga AS, tidak hanya warga New York, selama berlangsungnya pandemik COVID-19.

Andrew Cuomo adalah sosok yang banyak haters-nya juga, sebelum ini. Dia cukup kontroversial. Tetapi cara dia menangani pandemik virus corona di negara bagian
yang dipimpinnya, menggaet pujian, bahkan dari pihak yang sebelumnya mengkritisi dia.

Salah satu cuitan dia kemarin, “Tugas saya adalah memberikan kepada warga New York, fakta-fakta, apakah itu yang baik atau yang buruk. Saya percaya bahwa ketika warga New York (New Yorkers) mendapatkan fakta-fakta itu, mereka akan bertindak lebih hati-hati.”

Gubernur Cuomo setiap hari menyampaikan keterangan pers sekitar pukul 11.30 waktu
setempat. Para jurnalis yang meliput langsung diatur agar duduknya menjaga jarak fisik yang aman, atau menerapkan physical distancing. Sejak awal, dia tak mau memulai acara jika pengaturan duduk tidak memenuhi salah satu protokol penting penanganan kesehatan selama pandemik COVID-19 itu.

Cuomo menyampaikan fakta-fakta pahit, termasuk kesulitan yang dia alami, mulai dari
kekurangan tempat tidur di rumah sakit, kekurangan ventilator dan alat pelindung diri, minimnya alat tes PCR, sampai kesulitan anggaran akibat respons pemerintahan Presiden Donald J Trump yang sangat lambat.

Trump, sempat menganggap enteng serangan virus ini, dan justru ogah mengikuti nasihat para ilmuwan untuk segera memberlakukan karantina wilayah dan tes masif untuk memutus mata rantai penularan virus.

Mantra Cuomo adalah transparansi, jujur atas kekurangan yang ada, secara rutin menyampaikan informasi kepada publik dan menjawab pertanyaan media. Komunikasi dua arah. Sikap ini berhasil membangun solidaritas.

Sejumlah gubernur negara bagian lain mengulurkan tangan mengirimkan bantuan alat kesehatan untuk NY. Pada akhirnya, para kepala daerah ini harus berkolaborasi ketika pemerintah pusat kurang peduli dan lamban.

Amerika Serikat sejak April, menjadi salah satu episentrum pandemik COVID-19.

Mudah diprediksi, New York yang disebut sebagai the melting pot, tempat bertemunya warga dari berbagai bangsa di dunia dan lumayan padat. Banyak wilayah yang masih kumuh, menjadi tempat paling banyak di negara itu, yang memiliki warga terinfeksi virus yang ternyata kalau lambat ditangani, mematikan.

Data terbaru menunjukkan hasil tes COVID-19 yang bikin miris. Lebih dari satu dalam setiap lima warga New York, diduga sudah terinfeksi virus corona baru atau SARS-Cov2. Kantor berita AFP melaporkan, berdasarkan hasil uji, diduga kuat infeksi yang menyebar di antara warga New York lebih tinggi jumlahnya ketimbang data yang terkonfirmasi secara resmi.

Seperti halnya di negara lain, termasuk di AS dan di Indonesia, tes secara massal--termasuk tes cepat uji antibodi, dianggap sebagai kunci penentu apakah kebijakan tetap tinggal di rumah saja sudah saatnya ditinjau kembali, apakah sudah bisa membuka kembali aktivitas ekonomi.

New York Lakukan Tes Cepat ke 3.000 Orang di Supermarket Tes swab virus corona (COVID-19) di fasilitas tes One Medical sebagai upaya membatasi penyebaran virus corona (COVID-19) di Bronx, New York City, Amerika Serikat, Selasa 21/4). ANTARA FOTO/REUTERS/Lucas Jackson

Gubernur Cuomo dalam keterangan persnya, Kamis siang (23/4) menyampaikan bahwa
pihaknya melakukan uji cepat secara acak ke tiga  ribu pelanggan supermarket di seluruh negara bagian NY. “Hampir 14 persen dari mereka hasil tesnya positif (terinfeksi). Di New York City, 21 persen hasil tes positif,” kata Cuomo.

Jika hasil uji cepat itu diproyeksikan ke jumlah penduduk di negara bagian itu, diperkirakan ada 2,6 juta penduduk di negara bagian NY, dan 1,7 juta orang yang tinggal di pusat kota NY, telah dijangkiti COVID-19.

Jumlah itu jauh di atas data yang diumumkan ke publik, 263.460 terinfeksi di negara bagian NY, pusat pandemik di AS, di mana virus ini telah membunuh lebih dari 15 ribu orang.

“Sangat vital untuk negara bagian mana pun, menurut saya, untuk pertama, dapat studi yang mendasar di mana posisi mereka dalam tingkat infeksi (virus) ini,” kata Cuomo.

Memang, ada ketidakpastian soal akurasi dari hasil tes cepat dengan antibodi dan jumlah
sampelnya kecil. Namun, kata Cuomo, jika data itu diproyeksikan ke seluruh negara bagian, itu berarti bahwa case fatality rate (CFR) akibat COVID-19 di NY sekitar 0,5 persen.

Angka itu jauh di bawah rata-rata CFR di AS dan negara di Eropa yang paling parah terdampak pandemik virus corona berdasarkan kasus yang terkonfirmasi. Menurut data dari Universitas John Hopkins, Belgia memiliki CFR 14,9 persen, Perancis 13,6 persen dan AS 5,5 persen.

Apa yang terjadi di NY, sangat mungkin terjadi di tempat lain yang belum melakukan tes massal secara masif. Kasus tidak terdeteksi jumlahnya bisa puluhan bahkan ratusan ribu. Termasuk di Jakarta dan kota-kota dengan zona merah lain di Indonesia. Kemarin, Balikpapan, kota penting di Kalimantan Timur, sudah dinyatakan sebagai zona merah juga.

Kita belum mengetahui bagaimana situasi di pemukiman padat termasuk di rumah-rumah susun.

Juru bicara pemerintah untuk COVID-19 Achmad Yurianto hari ini mengumumkan kasus positif di Indonesia ada 8.211, bertambah 436 orang dari kemarin. Kematian akibat virus corona menjadi 689 orang. Jumlah terinfeksi di DKI Jakarta ada 3.599 kasus.

Baca Juga: Sosiolog: Kasus COVID-19 di Jakarta Sebenarnya Mencapai 76.605 Orang 

Saat ini, sudah ada 18 daerah di Indonesia yang menerapkan PSBB. Terlambat? Pasti. Apa
boleh buat. Daerah harus menunggu izin pemerintah pusat lewat kementerian kesehatan.

Mulai hari ini praktis kawasan Jabodetabek seolah dikarantina alias lockdown, meskipun istilah ini tidak dipilih. Kendaraan pribadi dan angkutan umum yang keluar masuk Jabodetabek dibatasi hanya yang esensial, berlaku 24 April sampai 31 Mei 2020.

Pemerintah juga melarang penggunaan transportasi umum darat, udara dan laut. Direktur Utama PT Angkasa Pura II yang antara lain mengelola Bandar Udara Soekarno Hatta, Muhammad Awaluddin mengatakan bahwa antara tanggal 1-21 April rata-rata penerbangan ada 650 per hari, anjlok dibandingkan dengan kondisi Januari 2020 dengan rata-rata 2.169 penerbangan per hari.

Bandara bagaikan kota mati. Tidak terbayang kerugian yang dialami oleh perusahaan
penerbangan, biro perjalanan dan toko-toko di bandara.

Tapi, ini konsekuensi yang dihadapi semua negara, semua pihak. Pilihannya, bereskan soal kesehatan, yang diperkirakan baru menemui titik terang saat vaksin diproduksi dan diberlakukan massal. Setelah itu, memulihkan ekonomi dan bisnis. “Human life first, business later,” kata Gubernur Cuomo.

Topik:

  • Anata Siregar

Berita Terkini Lainnya