Pak Jokowi, Jangan Cuma Marah! Segera Reshuffle Menteri

Transkrip lengkap video Presiden Jokowi marah

Jakarta, IDN Times – Presiden Joko “Jokowi” Widodo mengumbar kejengkelannya dalam video berdurasi 10 menit 20 detik yang diunggah akun YouTube Sekretariat Presiden pada hari Minggu, 28 Juni 2020.

“Saya lihat masih banyak kita ini yang seperti biasa-biasa saja, saya jengkelnya di situ. Ini apa enggak punya perasaan, suasana ini krisis,” kata Jokowi, terkait penanganan pandemik COVID-19.

Jokowi bicara saat membuka Sidang Kabinet Paripurna, lebih dari sepekan lalu (18/6/2020).

Nada suara Jokowi meninggi, disertai gerakan tangan yang aktif, dan sesekali melirik catatan dalam kertas yang dipegangnya. Nampak bahwa poin-poin kemarahan Jokowi sudah dipersiapkan.

Jokowi blak-blakan mengatakan, “Saya harus ngomong apa adanya, enggak ada progress yang signifikan, enggak ada!”

Mantan walikota Solo itu juga menekankan pentingnya segera membelanjakan dana stimulus pemulihan ekonomi nasional. Dana untuk kesehatan yang dialokasikan Rp 75 triliun, misalnya, baru dibelanjakan 1,53 persen. Insentif untuk para tenaga kesehatan dan dokter spesialis harusnya sudah dibayarkan.

Berdasarkan data yang diumumkan juru bicara COVID-19, Achmad Yurianto, pada 18 Juni 2020, posisi Indonesia ada 42.762 kasus positif. Tanggal 28 Juni 2020 jumlahnya mencapai 54.010 kasus. Penambahan kasus baru periode 22-28 Juni 2020 lebih tinggi dibandingkan dengan pekan sebelumnya.

Baca Juga: Ini Alasan Istana Baru Publikasikan Video Jokowi Marah-marah

Pak Jokowi, Jangan Cuma Marah! Segera Reshuffle MenteriIDN Times/Debbie Sutrisno

Pembaca sekalian dapat menikmati transkrip lengkap narasi kejengkelan Jokowi itu, di bawah ini.

Tapi, sebelumnya saya ingin sampaikan pendapat saya, sebagai berikut.

Pertama, Presiden Jokowi secara aktif memimpin langsung penanganan COVID-19, baik krisis kesehatan maupun ekonomi, lewat rapat kabinet maupun tinjauan ke lapangan. Presiden bahkan mengumumkan secara langsung, dua kasus positif pertama di Indonesia, setidaknya yang diumumkan secara resmi, pada 2 Maret 2020.

Sehari setelah melantik anggota Kabinet Indonesia Maju (24/10/2019), Presiden menegaskan tidak ada visi misi menteri, yang ada adalah visi misi presiden dan wakil presiden. “Ini tolong dicatat karena dalam lima tahun yang lalu ada 1, 2, 3 menteri yang masih belum paham mengenai ini. Jadi, dalam setiap rapat, baik rapat paripurna, di dalam rapat-rapat terbatas, di dalam rapat-rapat internal itu ada sebuah payung hukum,” kata Jokowi.

Sikap Presiden untuk terlibat langsung dalam menangani krisis besar seperti pandemik COVID-19, patut diacungi jempol. Tetapi ini juga menimbulkan pertanyaan, jika presiden mengeluhkan tidak ada progress atau kemajuan dalam penanganan krisis termasuk pemulihan ekonomi, dan membukanya ke publik, bukankah itu seperti menepuk air di dulang, tepercik muka sendiri?

Menyetujui untuk mempertontonkan video itu ke publik 10 hari setelah disampaikan dalam sidang kabinet paripurna yang biasanya bersifat internal pun sudah menimbulkan pertanyaan. Mengapa? Di saat rakyat setiap hari diharu-biru oleh melonjaknya jumlah terinfeksi dan meroketnya angka pengangguran dan gambaran suram ekonomi negeri, video itu menambah drama dan kegaduhan yang tidak perlu.

Baca Juga: Komunikasi Publik yang Ambyar di Masa Pandemik Virus Corona

Pak Jokowi, Jangan Cuma Marah! Segera Reshuffle MenteriInfografis dana COVID-19 (IDN Times/Arief Rahmat)

Kedua, Presiden memiliki hak prerogatif dalam mengangkat dan memberhentikan menteri-menterinya. Presiden Jokowi selama ini membangun kesan bahwa dia mengawasi kinerja menteri dan jajaran di bawahnya dengan ketat. Koalisi parpol pendukung presiden di parlemen juga mayoritas. Artinya, secara politik, tidak ada masalah dalam bersikap tegas dan berani dalam mengambil keputusan. Mengapa harus didahului dengan ancaman yang diumbar ke publik?

Rakyat sudah nyaring menyuarakan kritik terhadap penanganan COVID-19, dari krisis kesehatan sampai krisis ekonominya. Sense of crisis sudah mencekam kehidupan rakyat terdampak sejak tiga bulan lalu. Mengapa baru sekarang Presiden Jokowi menyesalkan kinerja anggota kabinet dan lembaga yang tidak memiliki cukup kesadaran krisis?

Reshuffle atau kocok-ulang kabinet harusnya sudah dilakukan paling awal Mei, ketika sejumlah pejabat nampak kelimpungan, tak jelas arah kebijakan, dan bahkan gagal menyampaikan narasi programnya secara kredibel kepada publik.

Benar, bahwa tidak ada negara yang siap menghadapi pandemik ini. Lebih dari 200 pemerintahan di dunia kaget dan kewalahan. Tetapi jelas di saat krisis muncul sosok-sosok pemimpin yang menonjol karena keputusan-keputusan yang diambilnya. Keputusan yang dilakukan secara transparan, jujur, adil, berbasis data dan fakta yang disarankan ilmuwan, dan diambil secara cepat. “Speed trumps perfection,” kata  Direktur Badan Kesehatan Dunia (WHO) Dr Mike Ryan.

Jadi, alih-alih mengumbar kejengkelan ke publik, Presiden harusnya segera mengganti menteri-menteri yang tidak bisa melakukan tugasnya dengan memadai di saat pandemik ini. Meminjam ucapan almarhum Gus Dur, “Gitu aja kok repot".

Atau, ada cerita di balik layar yang bikin repot? Stabilitas koalisi dalam menggolkan sejumlah Rancangan Undang-Undang krusial bagi Presiden, seperti RUU Cipta Lapangan Kerja alias Omnibus Law? RUU Ibukota Baru?

Pak Presiden, kepemimpinan Anda ditentukan oleh kualitas pengambilan keputusan, termasuk reshuffle kabinet. Bukan oleh drama-drama yang ditimbulkan dari narasi yang Anda sampaikan ke publik

Ketiga, Kemarahan Presiden sekaligus pengakuan atas kelemahan penanganan COVID-19. Kritik-kritik pedas sudah disampaikan masyarakat sipil yang peduli, termasuk mereka yang saat pemilu mendukung Presiden Jokowi. Mereka adalah para penggiat HAM, demokrasi dan hukum. Kritik-kritik itu selama ini berhadapan dengan ancaman hukum, bahkan doxing alias pembongkaran data pribadi oleh mereka, para pendengung pendukung presiden.

Saya berharap siapa pun di balik para pendengung yang pejah gesang nderek junjungan, menampik kritik kepada presiden, sadar, bahwa keresahan warga terdampak tidak bisa dibungkam. Ada yang punya motif politik? Bisa saja. Presiden adalah jabatan politik. Tapi, lebih banyak yang semata-mata terpuruk hidupnya saat krisis, dan berharap tindakan segera agar mereka tidak mati kelaparan. Hunger can lead to anger. Kelaparan bisa memicu kemarahan. Kerusuhan. Ini yang tidak kita hendaki.

Presiden Jokowi berkali-kali menyampaikan bersedia dikritik. Jadi, Pak Presiden, dengarkanlah lebih banyak suara jernih dari masyarakat, dan bukan suara asal Bapak Senang dari pemuja Anda.

Saya berharap ucapan Presiden yang mengaku tidak memiliki beban masa lalu, ditunjukkan saat memimpin penanganan pandemik COVID-19 ini. Pertaruhannya adalah nyawa dan kehidupan manusia, warga bangsa Indonesia.

Ayo, Pak Jokowi, segera ambil keputusan. Rakyat butuh tindakan yang extraordinary keras.

Untuk memberikan konteks, berikut transkrip lengkap pidato kemarahan Presiden Jokowi:

Pak Jokowi, Jangan Cuma Marah! Segera Reshuffle MenteriDok. Biro Pers Kepresidenan

Bismillahirrahmannirrahim
Assalamualaikum Wr Wb

Selamat pagi, salam sejahtera bagi kita semuanya. Om Swastiastu, Namo Budaya, salam kebajikan.

Yang saya hormati, Bapak Wakil Presiden, para Menko, para menteri. Yang saya hormati, seluruh ketua dan pimpinan lembaga-lembaga yang hadir, yang tidak bisa saya sebut satu per satu.

Bapak Ibu sekalian yang saya hormati.

Suasana dalam tiga bulan ke belakang ini dan ke depan, mestinya yang ada adalah suasana krisis. Kita juga mestinya juga semuanya yang hadir di sini, sebagai pimpinan, sebagai penanggung jawab, kita yang berada di sini ini bertanggung jawab kepada 260 juta penduduk Indonesia. Tolong garis bawahi, dan perasaan itu tolong kita sama, ada sense of crisis yang sama.

Hati-hati, OECD (Organisation of Economic Co-operation and Development) terakhir sehari dua hari lalu menyampaikan bahwa growth, pertumbuhan ekonomi dua terkontraksi 6, bisa sampai ke 7,6 persen minus. Bank Dunia menyampaikan bisa minus 5 persen. Perasaan ini harus sama, kita harus mengerti ini. Jangan biasa-biasa saja, jangan linier, jangan anggap ini normal. Bahaya sekali kita.

Saya melihat masih banyak kita yang menganggap ini normal. Lha kalau saya lihat, bapak, ibu, saudara-saudara masih ada yang lihat ini sebagai sebuah ini masih normal, berbahaya sekali. Kerja masih biasa-biasa saja. Ini kerjanya memang harus ekstra luar biasa, extraordinary.

Perasaan ini tolong sama. Kita harus sama perasaannya, kalau ada yang berbeda satu saja, sudah berbahaya.

Jadi, tindakan-tindakan kita, keputusan-keputusan kita, kebijakan-kebijakan kita, suasananya adalah harus suasana krisis, jangan kebijakan yang biasa-biasa saja, menganggap ini sebuah kenormalan. Apa-apaan ini. Mestinya suasana itu ada semuanya, jangan memakai hal-hal yang standar pada suasana krisis. Manajemen krisis sudah berbeda semuanya mestinya.

Kalau perlu, kebijakan Perppu ya, Perppu saya keluarkan. Kalau perlu Perpres ya Perpres saya keluarkan. Kalau saudara-saudara punya peraturan menteri, keluarkan, untuk menangani negara, tanggung jawab kita kepada 267 juta rakyat kita.

Saya lihat masih banyak kita ini yang seperti biasa-biasa saja, saya jengkelnya di situ, ini apa enggak punya perasaan, suasana ini krisis.

Yang kedua, saya perlu ingatkan, belanja-belanja di kementerian. Saya lihat laporan masih biasa-biasa saja. Segera keluarkan belanja itu secepat-cepatnya karena uang beredar akan semakin banyak, konsumsi masyarakat nanti akan naik. Jadi belanja-belanja kementerian tolong dipercepat.

Sekali lagi, jangan anggap ini biasa-biasa saja. Kalau ada hambatan keluarkan peraturan menterinya agar cepat, kalau perlu Perpres, saya keluarkan Perpresnya.

Untuk pemulihan ekonomi nasional, misalnya saya berikan contoh, bidang kesehatan. Itu dianggarkan Rp75 triliun. Rp75 triliun baru keluar 1,53 persen coba. Uang beredar di masyarakat, ke-rem ke situ semua. Segera itu dikeluarkan, dengan penggunaan-penggunaan yang tepat sasaran, sehingga men-trigger ekonomi.

Pembayaran tunjangan untuk dokter, untuk dokter spesialis, untuk tenaga medis, segera keluarkan. Belanja-belanja untuk peralatan, segera keluarkan. Ini sudah disediakan Rp70-an triliun seperti ini.

Bansos yang ditunggu masyarakat, segera keluarkan. Kalau ada masalah, lakukan tindakan-tindakan lapangan. Meski pun sudah lumayan, tapi baru lumayan. Ini extraordinary, harusnya 100 persen.

Di bidang ekonomi juga sama. Segera stimulus ekonomi bisa masuk ke usaha kecil, usaha mikro. Mereka nunggu semuanya. Jangan biarkan mereka mati dulu baru kita bantu, enggak ada artinya. Berbahaya sekali kalau perasaan kita seperti enggak ada apa-apa, berbahaya sekali.

Usaha mikro, usaha kecil, usaha menengah, usaha gede, perbankan, semuanya yang berkaitan dengan ekonomi, manufaktur, industri, terutama yang padat karya, beri prioritas kepada mereka supaya enggak ada PHK. Jangan sudah PHK gede-gedean, duit se-rupiah pun belum masuk ke stimulus ekonomi kita hanya gara-gara urusan peraturan, urusan peraturan. Extraordinary.

Saya harus ngomong apa adanya, enggak ada progress yang signifikan, enggak ada. Kalau mau minta Perppu lagi, saya buatin Perppu kalau yang sudah ada belum cukup, asal untuk rakyat, asal untuk negara, saya pertaruhkan reputasi politik saya.

Sekali lagi tolong, ini betul-betul dirasakan kita semuanya jangan sampai ada hal yang justru mengganggu. Sekali lagi, langkah-langkah extraordinary betul-betul harus kita lakukan dan saya membuka yang namanya langkah, entah langkah-langkah politik, entah langkah-langkah pemerintahan, akan saya buka.

Langkah apapun yang extraordinary akan saya lakukan untuk 267 juta rakyat kita, untuk negara. Bisa saja, membubarkan lembaga, bisa saja reshuffle. Sudah kepikiran kemana-mana saya. Entah buat Perppu yang lebih penting lagi kalau memang diperlukan. Karena memang, suasana ini harus ada. Kalau suasana ini tidak, bapak ibu tidak merasakan itu, sudah (angkat tangan). Artinya, tindakan-tindakan yang extraordinary keras akan saya lakukan.

Saya rasa itu yang bisa saya sampaikan pada kesempatan yang baik ini. Saya betul-betul minta kepada Bapak Ibu dan saudara-saudara sekalian, mau mengerti, memahami, apa yang tadi saya sampaikan. Kerja keras dalam suasana seperti ini sangat diperlukan, kecepatan dalam suasana seperti ini sangat diperlukan, tindakan-tindakan di luar standar saat ini sangat diperlukan dalam manajemen krisis.

Kalau payung hukum masih diperlukan, saya akan siapkan. Saya rasa itu yang bisa saya sampaikan. Terima kasih.

Baca Juga: [LINIMASA-3] Perkembangan Terkini Pandemik COVID-19 di Indonesia

https://www.youtube.com/embed/ukak_DGg7bo

Topik:

  • Umi Kalsum
  • Septi Riyani

Berita Terkini Lainnya