Virus Corona, Plintat-Plintut Pemerintah Pusat Penuhi Aturan PSBB DKI

Catatan Uni Lubis

Jakarta, IDN Times – Sejak pagi sekitar Pukul 06.00 wib, saya menerima video dan foto antrean penumpang Commuter Line atau dikenal dengan Kereta Rel Listrik (KRL) di beberapa grup percakapan Whatsapp. Penumpang berbondong-bondong menaiki gerbong KRL dari Bogor. Tidak ada jaga jarak kontak fisik atau physical distancing yang disyaratkan dalam Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Senin, 13 April 2020 Jakarta memasuki hari keempat pemberlakuan PSBB.

Kerumunan penumpang sudah dimulai sejak sebelum Pukul 05.00 WIB. Hal serupa terjadi di stasiun lain, termasuk Bojong Gede dan Bekasi. Untuk memenuhi aturan PSBB, setiap moda transportasi publik, termasuk kereta api harus mengurangi jumlah penumpang 50 persen. Direktur Utama KCI pengelola KRL Wiwik Widayanti dalam keterangan resminya mengatakan bahwa jumlah penumpang dibatasi menjadi 60 penumpang saja setiap gerbongnya.

Dalam keterangan yang diterima media pada 9 April 2020, satu hari sebelum pemberlakuan PSBB, Wiwik menyebutkan akan mengatur agar satu bangku panjang hanya diisi empat penumpang. Posisi penumpang diatur dengan marka. Tempat duduk prioritas diisi maksimum dua orang. Penumpang yang berdiri akan menyesuaikan sesuai marka yang ditetapkan, sehingga tidak akan berhadap-hadapan.

Data KCI menunjukkan bahwa pengguna KRL di masa tanggap darurat COVID-19 turun 80 persen dibandingkan waktu normal. “Sebelumnya kami melayani 900 ribu hingga 1,1 juta pengguna per hari, kini hanya melayani 200 ribu pengguna per hari,” kata Wiwik.

Baca Juga: Plintat-Plintut Istana Perangi Virus Corona

DKI Jakarta sebelumnya sempat memperpanjang masa tanggap darurat ke 19 April, dari sebelumnya 5 April. Setelah pemberlakuan PSBB, praktis situasi darurat yang diperkuat dengan peraturan gubernur yang merujuk kepada peraturan pemerintah dan keputusan Menteri Kesehatan soal PSBB ini berlaku sampai 24 April, dan bisa diperpanjang.

Senin ini, adalah uji pertama pemberlakuan PSBB, setelah hari kesatu sampai ketiga adalah hari libur. Dalam situasi pandemik virus corona sejak satu bulan terakhir, praktis mayoritas pengguna adalah mereka yang terpaksa harus menuju tempat bekerja, karena kantor atau tempatnya bekerja tidak bisa melakukan kerja dari rumah (work from home).

Katakanlah setelah pemberlakuan PSBB, jumlah pengguna turun 50 persen dari 200 ribu, masih ada 100 ribu pengguna yang setiap pagi dari sore memenuhi gerbong KRL. Mengantre di peron stasiun untuk dapat posisi. Apalagi PSBB mengatur waktu operasi transportasi publik antara Pukul 06.00-18.00 WIB saja. Berapa luas halaman stasiun yang diperlukan untuk mengakomodasi ribuan penumpang yang bergegas ingin ke tempat bekerja setiap pagi dan pulang sore hari?

Pada hari pertama, Jumat, 10 April 2020, ada penumpang arah Bekasi yang sampai menangis karena KRL sudah tidak ada sebelum pukul 18.00 WIB. Mereka sudah tidak punya uang pula. Layanan ojek daring pun dibatasi sampai Pukul 18.00 WIB, dan saat itu, sesuai aturan PSBB, tidak boleh mengangkut penumpang.

Keputusan Presiden Joko “Jokowi” Widodo untuk memilih PSBB ketimbang memberlakukan karantina wilayah, atau popular disebut lockdown, ini bagaikan upaya setengah hati memutus mata rantai penularan virus corona. Apalagi, kemampuan tes realtime PCR, yang jumlahnya sudah ditambah, masih jauh dari cukup, terutama untuk Jakarta yang menjadi zona merah dengan tingkat terinfeksi dan kematian tertinggi.

PSBB tidak mewajibkan seluruh kegiatan usaha berhenti selama masa 14 hari ini. Aturan PSBB masih membolehkan ada delapan bidang kegiatan yang dibolehkan berjalan.

Pasal 10 Peraturan Gubernur Nomor 33 Tahun 2020, mengatur bahwa yang dikecualikan dari keharusan bekerja dari rumah adalah: seluruh kantor/instansi pemerintah pusat maupun daerah, kantor perwakilan negara asing/organisasi internasional/fungsi konsuler, kegiatan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang berkaitan dengan COVID-19.

Untuk tiga kelompok di atas, kita bisa optimistis WFH atau pengaturan kerja sesuai PSBB dijalankan dengan semestinya. Tinggal komando, beres. Lagi pula mereka semua ini dalam keadaan krisis pun tetap menerima gaji.

Nah, yang juga dikecualikan adalah pelaku usaha di bidang kesehatan, bahan pangan atau makanan dan minuman, energi, komunikasi dan teknologi informasi, keuangan, logistik, perhotelan, konstruksi, industri strategis, pelayanan dasar, utilitas publik dan industri yang telah ditetapkan sebagai objek vital nasional dan objek tertentu, kebutuhan sehari-hari, sampai organisasi kemasyarakatan lokal dan internasional.

Jadi, setidaknya mereka yang menjadi karyawan di tempat-tempat yang dikecualikan itu, tetap harus masuk kerja sesuai keputusan pimpinannya. Apa boleh buat?
Bersyukur masih bisa menggaji.

Kepala Gugus Tugas COVID-19 Letnan Jenderal TNI Doni Monardo hari ini mengatakan ada 1,6 juta orang jadi korban pemutusan hubungan kerja (PHK) gara-gara pandemik COVID-19.

Di luar itu masih ada kemungkinan kantor-kantor yang tidak memberikan izin WFH, bisa karena kebutuhan pekerjaan, atau karena aspek kesehatan dan keselamatan karyawan tidak menjadi prioritas bagi bos perusahaan.

Tidak perlu heran soal ini, karena sudah masuk tanggap darurat pun masih ada instansi pemerintah yang mengadakan acara seremonial dengan melibatkan banyak jurnalis peliput yang harus berkerumun. Sejumlah kepala daerah masih senang diliput langsung, enggan memanfaatkan teknologi informasi untuk melakukan konferensi pers virtual. Masih terjadi membagi-bagi sembako yang memancing kerumunan orang. Guru kencing berdiri, murid kencing berlari.

Belum lagi kontroversi yang muncul karena Kementerian Perhubungan menerbitkan aturan sendiri yang membolehkan ojek daring membawa penumpang. Padahal, peraturan Menteri Kesehatan yang menjadi dasar Gubernur DKI Jakarta terapkan PSBB, melarang ojek daring mengangkut penumpang. Kalau membonceng, berarti tidak memenuhi syarat jaga jarak fisik satu meter. Motor wajib didisinfektan? Siapa yang bisa mengeceknya?

Saya memahami problem yang dihadapi warga yang sangat mengandalkan transportasi bekerja naik ojek daring, karena KRL, MRT, bus, belum mampu melayani ke semua tujuan. Tapi harusnya hal teknis seperti ini sudah dipikirkan dan dicarikan jalan keluar jauh sebelum Permenkes PSBB diterbitkan. Sejak Februari 2020. Kesan yang muncul adalah ketidaksiapan pemerintah tangani pandemik ini. Plintat-plintut.

Ke mana aja selama ini? Masih mimpi bahwa virus corona gak bakal masuk ke Indonesia? Kabar terbaru, Anies Baswedan tolak ikuti Permenhub soal ojek daring. Jakarta tetap melarang ojek daring mengangkut penumpang.

Hari ini jumlah pasien COVID-19 yang meninggal dunia di Jakarta mencapai 209 orang, dari jumlah positif terinfeksi sebanyak 2.242 orang. Di tingkat nasional jumlah pasien positif virus corona ada 4.557 kasus. Pasien meninggal dunia 399 orang. Tingkat kematian 8,7 persen.

https://www.youtube.com/embed/aUrK9HlKpD8

Baca Juga: Plintat-plintut Kebijakan bagi Ojek Online saat Pandemi Virus Corona 

Topik:

  • Rochmanudin

Berita Terkini Lainnya