Penerapan WASH dalam Menurunkan Prevalensi Penyakit Bawaan Air

Biasa bersih, hidup jadi sehat

Air merupakan sumber kehidupan bagi seluruh makhluk hidup di muka bumi ini. Sehingga, kita sangat membutuhkannya untuk menunjang berbagai kegiatan sehari-hari, mulai dari minum, masak, mandi, mencuci, buang air besar dan lain sebagainya. Jadi, tidak heran jika kehidupan kita selama ini bisa terus berlangsung karena tersedianya air bersih di sekitar kita.

Seiring meningkatnya populasi manusia, maka tingkat kebutuhan terhadap air bersih juga semakin tinggi. Namun, pada kenyataannya, dikutip dari situs UNICEF, hanya 81 persen dari populasi dunia yang memiliki akses ke air bersih layak minum di rumah, meninggalkan 1,6 miliar orang lainnya; hanya 67 persen yang memiliki akses terhadap layanan sanitasi yang aman, meninggalkan 2,8 miliar orang lainnya; dan hanya 78 persen yang memiliki fasilitas kebersihan tangan dasar, meninggalkan 1,9 miliar orang lainnya yang tidak memiliki fasilitas serupa.

Data tersebut masih belum memperlihatkan keberhasilan tujuan nomor 6 dari Sustainable Development Goals (SDGs), yaitu akses air minum dan sanitasi, dengan menjamin ketersediaan serta pengelolaan air bersih dan sanitasi yang berkelanjutan untuk semua.

Sesuatu yang sangat ironis memang, disaat kita bisa mengakses semuanya, ternyata masih banyak orang yang menderita karena tidak bisa mengakses layanan air bersih, sanitasi yang layak, dan tempat untuk mencuci tangan.

Padahal, penyediaan sumber air bersih harus dapat memenuhi kebutuhan seluruh masyarakat, tanpa terkecuali. Jika akses masyarakat pada sektor air bersih, sanitasi dan hygiene (WASH) masih buruk, maka akan memudahkan timbulnya berbagai penyakit yang bersumber dan berkembang melalui air.

Penyakit bawaan air, memang ada?

Waterborne disease atau penyakit bawaan air menjadi tantangan sebagian besar masyarakat dunia, termasuk di Indonesia. Waterborne disease, apa sih itu? Mengutip dari situs World Vision Canada, penyakit ini ditularkan melalui air yang tercemar atau terkontaminasi oleh bakteri, virus, atau parasit, yang biasanya berasal dari kotoran manusia atau hewan. Berbagai penyakit yang menyerang manusia juga bisa terjadi karena kondisi sanitasi air yang buruk.

Sanitasi air yang buruk dapat membuat air bersih lebih mudah terkontaminasi mikroorganisme atau zat berbahaya, seperti merkuri. Kondisi tersebut tentunya dapat menimbulkan wabah penyakit seperti diare, disentri, tifoid, kolera, dan penyakit kulit jika kita tidak mencegahnya.

Mengutip dari artikel dalam jurnal Environmental Health Insights, penyakit yang berkaitan dengan air menyumbang 4,1 persen dari perkiraan beban penyakit global dan menyebabkan sekitar 1,8 juta kematian setiap tahunnya dengan 88 persen berkaitan dengan pasokan air bersih, sanitasi dan hygiene (WASH) yang buruk.

Upaya penurunan prevalensi penyakit bawaan air dengan penerapan WASH

Menerapkan air bersih, sanitasi dan hygiene (WASH) dikehidupan sehari-hari menjadi salah satu perilaku yang sangat penting bagi kesehatan kita. Prevalensi penyakit bawaan air dapat dicegah melalui penerapan tiga praktik utama WASH. Lalu, bagaimana caranya?

  1. Air bersih. Jika memiliki akses ke air bersih, kita bisa melakukan langkah sederhana dalam mengontrol konsumsi air kita untuk menghindari pemborosan air. Selain itu, kita juga harus menyimpan air dan memastikannya tetap bersih dan jernih agar layak digunakan untuk mandi, cuci dan kakus. Sedangkan untuk akses air minum, kita dapat menggunakan air bersih atau air dalam kemasan yang sudah disterilkan atau dimasak.
  2. Sanitasi. Memiliki akses jamban sehat dengan menyediakan air bersih, serta sarana pembuangan kotoran atau tangki septik adalah sebuah keharusan. Selain itu, kita harus memiliki kesadaran diri untuk membuang sampah pada tempatnya, jangan pernah membuang sampah di air yang mengalir.
  3. Hygiene. Menjaga kebersihan tidak membutuhkan biaya banyak. Kita bisa melakukan langkah sederhana seperti rajin mencuci tangan dengan sabun, menggunakan rak pengering untuk alat makan, dan menjaga kebersihan di rumah, terutama area dapur dan kakus.

Ketiga praktik utama WASH harus diterapkan secara bersamaan, karena ketiganya saling ketergantungan. Jadi, jika yang satu tidak dapat terpenuhi, maka yang lain pun akan sulit terpenuhi juga.

Sama halnya dengan tema G20 “Recover Together, Recover Stronger”, penerapan WASH ini bisa menjadi aksi nyata dan bermakna untuk pulih dan bangkit bersama. Kita bisa mulai mempraktikkan terkait dengan air bersih, sanitasi dan hygiene dalam kehidupan sehari-hari agar terhindar dari penyakit bawaan air. Namun, untuk menindaklanjuti penerapan WASH dalam lingkup global dan jangka panjang, perlu dukungan dan perhatian pemerintah dari semua negara di dunia.

Melalui 1000 Aspirasi Indonesia Muda, penerapan ketiga praktik utama WASH ini diharapkan mampu mendorong Presidensi G20 Indonesia untuk lebih memperhatikan permasalahan akses air bersih dan sanitasi dunia.

Akses air bersih, sanitasi dan hygiene (WASH) sudah sepatutnya menjadi pembahasan utama dan dievaluasi dalam KTT G20 tahun 2022 di Bali, karena seluruh penerapan WASH tersebut bisa menjadi tolak ukur dalam pencapaian tujuan nomor 6 dari Sustainable Development Goals (SDGs) hingga tahun 2030 nanti.

Baca Juga: Air Limbah Tak Terkelola, Krisis Air Bersih di Depan Mata 

Alfian Nurhidayat Photo Verified Writer Alfian Nurhidayat

an anthropologist in the milky way

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Ananda Zaura

Berita Terkini Lainnya